Putuskan saja dengan paksa

5.9K 807 19
                                    

Now Playing ; Breathin by Ariana Grande

"Semprot terosss!! Bukannya subur malah mati!" Dari arah sofa panjang, Rendra mencibir salah satu temannya yang baru-baru ini punya hobby baru. Iya, merawat bunga.

Didekat jendela ruang rawat yang ia huni hampir 2 minggu lamanya, ada berjejer tanaman yang datang satu persatu. Yang awalnya hanya ada tanaman bonsai, kini juga ada bunga amarilis sampai peach lily menghuni kamar itu.

Kalau bonsai sudah jelas dibawa oleh Kara dan Miko, maka bunga Amarilis dibawa oleh Helen sebelum ia pergi menyusul Mahesa ke Singapore. Kalau peach lily adalah hadiah dari Rendra, potnya besar dan daunnya lebat, bunganya juga banyak. Maka dari itu Narda meletakannya dibawah bagian pojok ruang rawatnya. Karena letaknya dibawah dan dianak tirikan-- Jinan kadang tak sengaja menendangnya kalau sedang tidur. Untung saja potnya bukan dari keramik atau beling-belingan, selain akan melukai kakinya yang panjang, Rendra bisa mengamuk.

"Tadi malem gue fotoin bunga-bunga gue ini ke Mama. Katanya lucu." Narda meringis kesenangan. Masih sibuk menyemprotkan bunga peliharaan dengan harapan ia akan tumbuh lebih subur lagi.

Tidak ada sedikitpun keinginan untuk bergabung, Rendra yang notabenenya baru bangun tersebut menyandarkan kepalanya malas. "Ntar kalau Tante balik beliin yang banyak, Na. Biar Tante Lily makin sayang sama lo."

Mendengar ucapan temannya, Narda langsung menoleh. "Mama gue udah sayang gue banget dari gue lahir. Udah unlimited katanya."

"Ya nggak papa, tambahin biar jadi extra unlimited."

Detik itu, tawa keduanya pecah. Bagaimana Rendra yang kalau tertawa akan mengangkat dua kakinya sampai memeluk lututnya sendiri, dan Narda yang kalau sudah tergelak akan mendongakkan kepalanya hingga adam applenya naik turun seperti rollercoaster, siap menembus kulit lehernya.

Padahal hanya jawaban spontan yang tidak begitu lucu. Tapi entah kenapa, pagi yang cerah ini membuat sesuatu yang begitu remeh tampak sangat menyenangkan. Apalagi saat Rendra meladeni pernyataan Narda dengan wajah polos-polos tidak berdosa.

Tidak berselang lama kala Narda mulai menepi dari bingkai Jendela dan Rendra yang masih memegangi perutnya yang kram, suara pintu berdecit. Seseorang berseragam jas putih masuk keruang rawat Narda dan lemparkan senyum sumringah kesemua orang yang ada didalamnya.

"Mas, Jer." Lirih Narda sambil tersenyum kala laki-laki yang notabenenya adalah Jerremy tersebut masuk sambil menggendong Melia.

"Salim dulu." Narda menyodorkan tangannya yang masih diinfus pada anak perempuan dengan kuncir dua yang menggemaskan. Bocah itu langsung menyambut uluran tangan Narda, lalu meminta turun dari gendongan sesaat ia menemukan Rendra disofa panjang dan memanggili namanya sebanyak dua kali.

Membiarkan buah hatinya berpindah tangan, Jerremy duduk dibangku kosong disebelah ranjang rawat. "Gimana? Udah enak kepalanya dibawa jalan-jalan?"

"Udah nggak pusing-pusing lagi, Mas." Jawab Narda senang. Karena semakin ia cepat pulih, semakin cepat ia bisa menyusul sang ibu ke Singapore. "Kira-kira kapan ya aku bisa pulang?"

"Mungkin, lusa."

"Yes!" Tangan Narda mengepal sambil menggerakkannya naik turun karena kesenangan.

Melihat keadaan Narda, Jerremy ikut bahagia. "Kamu mau langsung jenguk Mama ke Singapore?"

"Pasti. Aku harus nemenin Mama biar cepet pulih dan bisa pulang." Setelah mengatakan hal itu, bibir Narda yang semula melengkung indah kini tampak kembali seperti biasa. "Udah 3 hari Jonathan sama Bang Mahesa nggak bisa tidur. Pasti capek banget. Helen juga katanya sampe masuk angin kemarin. Meski pas aku tanyain dia bilangnya enggak papa, padahal Bang Mahesa liat dia muntah-muntah."

2. Antariksa Berkelana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang