"I guess the hardest part of getting old is that some people that you love don't"Now Playing ; The Hardest Part by Alexander 23
Mahesa terpekur memandangi halaman rumahnya yang luas dengan pencahayaan minim. Pada hamparan rumput hijau tersebut, Mahesa pernah menghabiskan masa kecilnya dengan banyak kenangan yang berkesan. Bagaimana ia berlarian bersama anjing kesayangannya yang ia beri nama Leo sebab bulunya berwarna kecoklatan mirip singa. Atau main sepak bola sepulang sekolah bersama teman-teman satu komplek.
Halamannya yang luas memang kerap dijadikan lapangan. Hamparan hijaunya begitu subur. Masa kecilnya, rumah ini begitu riuh dan penuh tawa, disetiap hari selalu ada yang bermain disana, sengaja orang rumah tidak mengunci pagar agar anak-anak bisa masuk dan bermain. Dahulu, sang Ayah juga membelikan gawang untuk Mahesa bermain lengkap dengan satu set perlengkapan bermain badminton.
Di pertengaham masa SMA nya, Mahesa sudah punya geng sendiri. Kalau di sekolah seringnya bertujuh, maka pulang sekolah mereka akan bergabung bersama Mahesa dan anak-anak komplek untuk ikut serta main bola. Tak jarang salah satu dari mereka kerap menginap dirumahnya karena jarak tempuh pulang terlalu jauh.
Mahesa tidak pernah kesepian. Atau lebih tepatnya masa kecil Mahesa selalu diisi dengan keseruan-keseruan yang tak ada habisnya. Keseruan itu berakhir kala Mahesa menginjak semester 2 di penghujung masa SMAnya. Mahesa ingat betul, pukul 5 pagi yang begitu mengigil, ia dibangunkan dengan derai air mata sang Kakak dengan bisikan yang begitu lirih.
"Sa, Mahesa. Bangun. Mama udah nggak ada."
Pagi itu, Mahesa tidak bisa menangis. Kepalanya terlalu berat untuk diajak berpikir, atau lebih tepatnya ia sudah tahu lebih dulu sebelum Karenina membangunkannya. Tadi malam, sebelum ia terlelap, sang ibu yang kala itu sudah berminggu-minggu terbaring sakit membisikkan salam perpisahan padanya. Meski Mahesa tidak ingin terlalu percaya, ternyata juga terselip secuil kepercayaan. Bahwa Mama tidak akan terus berada disisinya, menemaninya melewati masa dewasa yang melelahkan.
Rumah besar itu kini kesepian. Tak ada siapapun yang menempatinya selain Mahesa. Anjingnya sudah lama mati, seolah turut putus asa kehilangan sang tuan, ia pergi sebulan kemudian dari kepergian Mama.
Halaman yang dulunya menjadi lapangan bermain, kini tampak gersang dan kering. Sang ayah pernah membangunkan sebuah pondok kecil disana, tapi kini bangunan itu juga sudah rapuh dimakan usia. Kayu-kayunya lapuk, atap juga sudah bocor.
Kini Mahesa tak bisa merawat rumah ini lagi. Bukan hanya terlalu besar untuk ditinggali sendiri, tapi juga kenangannya yang begitu pekat kerap menyelinap disela-sela kesepiannya yang panjang. Tentang Mama, dan kini juga beserta Haikala didalamnya. Mahesa tidak kuat menanggungnya sendiran.
"Halo, Sa? Gimana?" Akhirnya sambungan telepon terhubung setelah dua kali Mahesa mencoba menghubungi Karenina.
"Tadi ada yang nelpon aku katanya sanggup ambil semuanya sambil dicicil setahun."
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fanfic[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...