Now Playing : Matahariku by Agnes Monica
Jarum jam menunjukkan pukul 14:30. Itu berarti sudah sekitar 30 menit lamanya Helen duduk dilobi bersama Mahesa. Tidak banyak yang mereka obrolkan, hanya beberapa hal tentang kerjaan yang tak begitu berarti, juga sedikit keluh kesah Mahesa soal bagaimana melelahkannya hari ini. Meskipun hari belum benar-benar berakhir, Mahesa seperti sudah kewalahan. Lantas tanpa buru-buru berpisah, mereka terjebak disini dalam kebisuan dimana pada akhirnya- Mahesa tak punya sesuatu yang bisa ia katakan lagi.
"Kamu emang biasanya pendiem ya, Sa?" Tanya Helen pada akhirnya. "Sejauh ini kayanya aku yang paling suka nanya lebih dulu ke kamu soal apapun. Kamu kelihatan sederhana tapi tatapan matamu terkadang buat aku bingung."
Alis Mahesa bertaut mendengar kalimat Helena. Sekonyong-konyong ia mendekatkan jaraknya lalu bertanya "Bingung soal apa?"
"Soal bagaimana caramu melihat dunia ini. Aku nggak bisa menjelaskan dengan baik tapi ibarat sebuah fenomena- tatapanmu itu seperti langit berwarna abu-abu. Dingin tapi nggak hujan, teduh tapi redup. Padahal kamu juga tau, Sa. Yang namanya tatapan itu terkadang punya binar dan tangis, tapi aku nggak menemukan keduanya disana."
Sebenarnya, Helen cukup terbebani dengan perkataan Jonathan beberapa hari yang lalu. Tentang bagaimana laki-laki itu memukul mundur dirinya kembali pada batasan, tempat dimana Helen tidak tahu apa-apa tentang Mahesa. Namun disisi lain ia juga terbebani oleh janji Mahesa di hari kepergiannya yang ke 100. Dimana malam itu Mahesa pernah bilang begini-
Ceritanya panjang, Len. Aku bakal ceritain pelan-pelan ya, tapi nggak sekarang.
Hari dimana untuk pertama kalinya Helen bisa melihat derai hujan dari mata kokoh Mahesa yang kelabu. Hari itu- Mahesa memeluknya erat dengan gemetar, ia menangis memanggili namanya dengan begitu nelangsa. Bagaimana Helen sanggup menjaga batasan yang Jonathan sebutkan jika seseorang yang memiliki jalan bahkan telah membukakan pintunya?!mempersilahkan Helen masuk kapan saja.
"Jadi kamu mau dengar ceritaku dari halaman keberapa, Len?" Tiba-tiba, Mahesa bertanya. Pertanyaan yang Helena tunggu-tunggu. "Hari ini aku menawarkan diri sama kamu untuk melihat sedikit luka hatiku dimasa lalu."
"Nggak apa-apa? Aku nggak mau bikin kamu sedih."
"Aku menikmati kesedihan ini karena ada dia disana."
Sejenak, Helen terdiam memandangi Mahesa. Ia begitu penasaran, apalagi ia sempat mendengar banyak hal dari celoteh ngawur Jonathan beberapa hari lalu. Lantas bagaimana? Apakah ia sanggup mendengar cerita itu? Sanggupkah Mahesa membicarakan dia lagi?
"Mahesa...." Helena memanggil dengan suara yang begitu lirih, hanya bisa didengar Mahesa saja.
"Iya, Len?"
"Setiap kesedihan yang ada dibelakang sana- aku nggak penasaran lagi. Karena setelah kupikir-pikir aku lebih ingin lihat kamu menceritakan banyak hal tentang harapanmu dan masa depan, bukan membongkar luka lamamu itu. Bukan karena aku nggak peduli dan nggak mau mendengarkan kisahmu. Aku cuma nggak sanggup, kayanya sosok dia terlalu berharga buatmu."
Mahesa terdiam cukup lama. Ia pandangi wajah Helen lamat-lamat. Detak jarum jam masih mengalun lirih, kini sinar mentari pun sudah turun dan menerpa wajah dari sela-sela jendela kaca dihadapannya. Mahesa tak punya banyak kalimat untuk diungkapkan setelah mendengar jawaban Helena.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...