"Waktu tidak pernah berhenti untukmu yang hidup. Secepat ia berdetak, sejauh mana kamu melangkah, seberat apa jalan yang harus dilalui dan-- berapa banyak tangis dan tawa yang terjadi. Karena hidup itu berkelana. Menyinggahi hati demi hati, ruang demi ruang, mampir atau tinggal, bertahan atau menyerah. Hidup ini begitu jauh dan panjang, tapi juga bisa terasa pendek dan singkat."Now Playing : Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan by Payung Teduh
Mahesa mungkin telah menemukan jalan pulang. Ia tidak lagi tersesat, ia telah melalui masa kritisnya setelah kepergian Haikala, ia telah menjadi seseorang yang lebih tabah dan menerima, ia bisa melihat dunia ini dengan sudut pandang baru dimana ia mengerti bahwa hidup ini terlalu jahat jika hanya diisi penyesalan dan kemarahan.
Rasa sayangnya terhadap Haikala masih utuh. Masih sepekat dahulu, tidak berkurang bahkan jika itu sekecil butiran debu. Hanya kini, Mahesa mengerti dengan apa yang Haikala dulu sampaikan padanya bahwa Mahesa adalah laki-laki paling luar biasa. Mungkin Mahesa tidak menyadarinya, atau mungkin tidak percaya. Ia juga tidak setuju dengan perkataan Haikala tentang dirinya yang digadang-gadang punya hati seluas stadion GBK. Dewasa dan punya pendirian, dia seperti menara paling tinggi untuk menara-menara kecil yang lemah.
Omong kosong bocah itu memang tidak habis-habis. Sampai Mahesa lupa, kalau dia bicara dengan sungguh-sungguh. Dan kini, Mahesa mengakuinya.
Menceritakan Haikala yang pergi jauh memang selalu mengundang sedih. Apalagi jika itu untuk Kara dan Miko. Tapi kini Mahesa sangat senang menceritakan sosoknya lebih banyak, mungkin karena ia ingin memperkenalkan Haikala pada semua orang yang ia temui. Orang-orang yang tidak akan menemukan sosok Haikala dihari ini, mereka perlu tahu bahwa ada manusia paling menyebalkan sekaligus menyenangkan, penuh gairah dan ketekunan, meninggalkan jejak begitu jelas dipermukaan hatinya yang lunak. Sosoknya terlampau sempurna sampai Mahesa bingung untuk memberi tahu apa yang kurang darinya. Ia bicara pada semua orang seolah-olah ia hidup berkat Haikala. Seolah-olah orang itulah yang membuat ia seperti sekarang. Keren dan mengagumkan.
"Aku bisa ngelewatin ini semua karena kamu." Kata Mahesa setengah berbisik, pada daun telinga kekasihnya yang basah. Kemudian, ia kembali keatas kasur dan rebahan disana. "Makasih ya."
Helena hanya mengangguk. Ia sibuk duduk didepan cermin sambil mengeringkan rambutnya selepas mandi, dan Mahesa baru bangun-- langsung membisikkan hal-hal seperti ini ketelingannya.
Sebenarnya dia mimpi apa tadi malam?
"Kamu ngajarin aku banyak hal yang bikin aku paham kalau menyesal dan merasa bersalah untuk hal-hal yang nggak bisa kita rubah itu sia-sia. Makasih udah mau aku ajak cerita untuk banyak hal yang sulit aku ceritain ke orang lain, makasih udah mau kasih aku ruang buat melampiaskan lelahku. Nggak bisa aku bayangin kalau nggak ada kamu, Len. Nggak tau gimana aku ngelewatin ini."
Dan mungkin benar. Obat tidak selalu datang dalam bentuk pill.
"Aku juga makasih, Sa." Kini, Helen yang bicara. Sambil sibuk merapikan rambutnya yang baru dikeramas, membelakangi Mahesa yang masih rebahan diatas kasur dengan malas. "Aku yang nggak punya tempat ngadu kalau capek, nggak ada temen yang bisa diajak bicara banyak hal, nggak punya seseorang yang mau ajak aku keluar dan menghabiskan banyak waktu untuk melakukan hal-hal lebih menyenangkan diluar sana. Makasih udah ngajarin aku banyak hal dan ngenalin aku ke teman sejiwa, Haikala, Kara dan Miko. Makasih udah bawa aku kehidupmu. Aku nggak kesepian dan merasa sendiri lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...