Now playing ; Old Love by Yuji, feat Putri Dahlia
Narda berguling kekanan dan kekiri dengan risau. Beberapa detik lalu, ia baru saja menelpon Mahesa yang notabenenya hari ini adalah hari dimana ibunya melakukan operasi. Mahesa bilang operasinya masih sekitar 5 jam lagi dan katanya semuanya baik-baik saja. Tapi meskipun Mahesa sudah memberinya kabar baik, hati Narda tetap tidak bisa tenang. Tadi juga sudah bolak-balik Jinan menyuruhnya istirahat dan tidur, tapi ia tidak bisa melakukannya. Isi kepalanya terlalu berisik untuk sekadar lelap sedetik.
Diruang rawat yang Narda tempati, hanya ada seorang Jinan yang pulas tidur diatas sofa. Bocah itu baru saja terlelap sekitar 5 menit yang lalu, sedangkan Rendra pergi ke kantor karena ada panggilan urgent, kalau Cakra pergi kerumah Kara untuk mengambil makan malam.
Ponsel ditangannya tidak lagi menarik untuk menepis rasa sepi dan takut yang kini menggerayangi pikirannya. Gabut? Jelas. Seminggu lebih hanya bisa terbaring diatas ranjang rawat adalah hal paling Narda benci sejak hari itu, tapi kini ia merasakannya lagi.
Kriett....
Pintu utama terbuka dari luar yang sontak membuat kepala Narda melongok ke sumber suara. Dari arah pintu, seseorang menyembul dari luar.
"Siang—" katanya dengan suara lirih, seperti maling. "Aku masuk ya, shalom."
Adalah Helena dengan sekeranjang buah ditangan. Ia tersenyum lebar ketika menemukan Narda menatapnya skeptis dari atas ranjang.
"Hehehe, hallo, Narda. Gimana keadaanmu? Udah mendingan?" Narda tak langsung menjawab. Ia malah menatap Helen begitu sengit. "Kenapa sih?" tanya perempuan itu pada akhirnya.
"Nggak nyadar lagi!"
"Apa?" Helen menautkan alis. "Aku baru dateng loh, jelas nggak tau apa-apa."
"Karena baru dateng itu masalahnya. Udah hampir seminggu ya aku dirawat disini, kenapa baru jenguk? Segala bawa buah lagi, mau nyogok?"
Mendengar ocehan Narda, Helen langsung tertawa terbahak-bahak. Sedangkan diatas ranjangnya, Narda berdecih lirih. "Nggak ada yang lucu nyonya."
"Please, deh. Hahaha segala manggil nyonya lagi. Yaampun, maaf deh."
"Nggak kumaafin."
"Aku baru sempet kesini tau ...," Helen coba beralasan. Yang pada kenyataannya Narda tidak akan mempercayai itu karena dia tahu apa yang terjadi sebenarnya. Baru sempat? Bilang saja dia sedang menghindari Mahesa.
"Cuma ada Jinan disini?" Tany Helen mengalihkan topik pembicaraan. Pemandangan Jinan yang tidur meringkuk di atas sofa mengalihkan perhatiannya sejak ia masuk keruangan ini. "Mana yang lain?"
"Bang Mahesa nganter Mam—
"Aku tau kalau Mahesa sama Jonathan." Pungkas Helen yang detik itu mendapati cengiran Narda yang begitu khas. "Kenapa? Kok ketawa?"
"Masih chattingan ternyata, kirain udah di blok."
Tangan Helen bersiap untuk mnempeleng Narda. Tapi urung setelah ia menemukan selang infus ditangannya. Selang infus itu adalah tanda kalau Narda betulan sakit dan Helen tidak boleh menyiksanya sekarang.
"Aku nggak pernah ngeblok orang ya." Katanya sewot.
Narda hanya terkekeh mendengar jawaban Helen. Dengan gerakan pelan, ia coba untuk duduk dan menyandarkan tubuhnya pada dinding.
"Rendra ada panggilan dan Cakra pergi ambil makan malam dirumah Kara. Tinggal bocah itu sendirian, baru aja tidur." Tanpa menatap lawan bicaranya, Narda sibuk memperhatikan Jinan dari ranjang yang ia duduki.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fiksi Penggemar[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...