Jejak yang tak terhapus waktu

7K 1K 131
                                    

Now Playing ; Kamu dan kenangan By Maudy Ayunda

Now Playing ; Kamu dan kenangan By Maudy Ayunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Laporan yang tadi malem udah dikirim, Na?"

Dari balik dinding pembatas antar meja, Helen menilik wajah Narda dari samping. Yang ditanyai langsung menoleh sambil mengangkat satu alisnya, lalu tak lama kemudian, barulah ia bersuara.

"Udah barusan." Katanya.

"Kinerja kamu bagus banget. Rapi, nggak grasak-grusuk dan detail. Heran banget kenapa Om Hadi malam mindahin kamu kesini."

"Gue disana nggak kepake."

"Nggak mungkin." Helen menilik wajah Narda lagi yang kala itu sedang menyusun beberapa berkas mingguan. "Karyawan kaya kamu kalo disini paling nggak lama lagi diangkat jadi direktur utama divisi, Na. Percaya deh sama aku."

"Dengan alasan?" Tanya Narda dengan alis bertaut dan langsung membuat Helen terbahak-bahak.

"Ya kamu liat aja sendiri semua karyawan disini santainya minta ampun. Kamu doang yang kalo dikantor berasa kaya punya kehidupan sendiri. Laporan buat produk baru biasanya selesai seminggu kamu cuma 2-3 hari doang. Presentasi kamu juga bagus, dari 1-10 Kunilai 9.9 karena satu poinnya ada di wajahmu."

Alis Narda makin naik. "Maksudnya wajah?"

"Kamutuh kaya kulkas berjalan tau! Cuek banget! Padahal nggak kaya gitu pas aku lihat di acara kirim do'a kemarin. Beda banget nget nget! Di kantor bener-bener sekaku dan secuek itu. Tapi waktu dirumah mendiang temanmu itu— itu pertama kalinya aku liat kamu ketawa terbahak-bahak."

Narda tersenyum tipis. Seolah Helen telah membawanya kembali pada malam dimana Jinan tidak sengaja mengelap ingusnya di sarung Cakra. Malam itu, Jinan sedang rindu Haikala, tapi karena tidak ingin terus-terus terlarut dalam sedih yang tak berujung, Jonathan mulai coba melawak seadanya. Tidak tahu kalau hal itu malah membuat tangis Jinan makin pecah.

Katanya—

Jonathan terlalu garing untuk mencairkan suasana.

Yang artinya, dari semua orang yang ada disana tidak ada yang bisa seperti Haikala dimana ia bisa membuat suasana jadi lebih baik. Karena mereka juga tahu, hanya orang itu yang mampu melakukannya.

Kopi di meja tugasnya sudah tidak lagi mengepulkan uap panas. Lenyap seperti sosok Helen yang undur diri pergi ke ruangannya setelah membuka luka tak biasa yang meradang di hatinya.

Tapi Narda tidak marah. Atau lebih tepatnya dia tidak mungkin marah hanya karena Helen yang tidak tahu apa-apa telah membuka lukanya lagi. Padahal mati-matian ia coba menenggelamkan kedasar hatinya meski percuma.

Haikala seolah terus berenang kepermukaan untuk menunjukkan sosoknya lebih jelas.

Dering ponselnya bergetar saat Narda baru saja mematikan komputernya. Nama Kara muncul di layar yang langsung membuat Narda bangkit dari kursi, lalu mengangkat panggilan itu.

2. Antariksa Berkelana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang