Now Playing; Wish You Were Here by Avrill Lavigne
Mahesa dengan otomatis menyentuh permukaan bibirnya dengan canggung. Ia menoleh pada Helen sekilas dan menemukan perempuan itu tergelak sampai mulutnya terbuka, memperlihatkan deretan giginya yang rapi dengan satu gingsul menyembul diujung bibir.
Helen tau kelemahan Mahesa. Laki-laki itu memang si ambis yang tegas pada beberapa hal. Tapi soal digoda, Mahesa mudah sekali salah tingkah. Lihat saja sekarang, padahal Helen hanya memujinya sedikit, tapi dia langsung menggaruk kepalanya.
"Jadi cuma bibirku yang can-
Belum selesai Mahesa bicara, suara cukup nyaring terdengar. Perut Helen keroncongan.
"Ups, sorry. Aku belum ada makan dari tadi siang." Gadis itu menyeringai.
Mendengar pengakuan Helen, bahu Mahesa merosot lagi.
Sesaat Mahesa melihat jam didasboard yang menunjukkan pukul 00:05. Sudah tengah malam dan sangat jarang sekali ada warung makan yang buka. Jikapun ada, biasanya banyak pemuda nongkrong dan pasti sangat tidak nyaman. Disepanjang jalan yang Mahesa lewati sejauh ini, tidak ada resto 24 jam yang ia temui.
Perjalan menuju rumah Helen masih cukup jauh.
"Aku bisa tahan lapernya sampai rumah." Seolah tahu bahwa Mahesa kebingungan, Helen coba menjelaskan.
"Lanjut aja, Sa.""Kamu belum makan dari tadi siang."
Lagi, Helen menggeleng pelan dengan sumringah yang tak usai-usai. Dia memang murah senyum, bahkan orang tidak dikenal saja disenyumi. Yang Mahesa herankan adalah ketika keadaan bahkan tidak sebaik itu untuk disebut baik-baik saja, namun perempuan itu juga tetap memperlihatkan wajah bahagia.
Beberapa saat lamanya Mahesa hanya sibuk menyusuri jalan dengan mata sesekali melihat ke pinggir jalan, mencari tempat apa saja yang menjual makanan untuk mengganjal perut keroncongan Helena malam ini. Namun setelah beberapa saat lamanya, yang mereka temukan malah jalanan penuh pohon lagi, tanpa bangunan apapun.
"Ini lorong masuk kerumah, Kara, bukan sih?" Helen menceletuk, sontak membuat Mahesa memelankan laju mobilnya.
"Oh, iya. Aku baru sadar kalo ini jalan besar sekitar rumah Kara."
"Woah andai aku sampai sini sorean, bisa mampir. Aku pengen ketemu Miko." Kata Helen sambil menghela napas berat. Ia kecewa.
Beberapa detik melaju dengan kecepatan lambat, mobil Mahesa akhirnya berhenti tepat didepan lorong rumah temannya. Masih ada sekitar 200 meter untuk sampai ke kediaman berlantai dua tersebut. Dan mereka masih akan melewati pohon-pohon pinus yang tinggi, juga pemandangan kunang-kunang jika beruntung.
"Ngapain, Sa?"
"Mau coba hubungi Kara dulu, mana tau belum tidur."
"Buat apa ih?" Helen jadi tidak enak. Didalam kepalanya, Mahesa akan menghubungi Kara untuk meminta makanan. Ya, apalagi kalau bukan itu, dari tadi mereka hanya sibuk mengurusi perut Helen yang kelaparan. "Nggak usah, ih. Mahesa."
"Centang dua tuh, berarti Kara masih aktif."
"Tau darimana? Bisa aja dia nggak matiin dat-
"Kara selalu matiin data seluler kalau nggak main ponsel." Mendengar jawaban Mahesa, Helen langsung terdiam.
Kini Helen terdiam dengan pertanyaan yang meluap-luap dikepalanya. Bagaimana pada akhirnya Mahesa menunjukkan bahwa ia begitu banyak mengetahui apa saja tentang Kara, bergulat pada pernyataan Jonathan waktu itu ketika ia dengan ringannya mengatakan bahwa Mahesa pernah ingin memperkosa istri temannya sendiri, dan dari itu semua- bukankah hanya Haikala yang sudah menikah? Maka Helen bisa menyimpulkan bahwa diantara mereka berdua, ada sesuatu yang tak biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...