"Aku nggak pernah jadikan dia sebagai bagian dari luka. Sesedih apapun kepergiannya meninggalkan aku dan kami semua."-Narda Abyu Karang-
Yang tidak setegar KarangNow Playing ; She Used to be mine by Chloe Adams
Langkah Helen menapaki lantai semen dengan batu-batuan kecil menyembul dari sana. Sejenak ia mengedarkan pandangan, bunga-bunga kamboja tumbuh subuh dihalaman, samahalnya dengan bonsai-bonsai yang ditata rapi diatas papan bertingkat tiga, berjajar rapi seperti barisan upacara.
Dengan tangan menenteng sebuah tas karton berukuran besar, ia melangkah sampai keteras dan menekan bell satu kali.
Tidak sampai satu menit, seseorang menyapanya dari dalam.
"Woooooaaaahh, Kakak cantikk!" Miko berlari mendekat dengan boneka beruang berwarna coklat yang masih ia dekap. Melihat siapa yang datang menyambutnya, kedua sudut bibir Helen terangkat.
"Aaaaaaaa Miko gemess ...., Kangen banget sama Miko." Kedua tangannya merentang, bersiap memasukkan Miko dalam pelukan. Tas karton ditangannya ia letakkan begitu saja dilantai saat bocah itu menabraknya dengan gembira. "Wangi banget, udah mandi ya?"
"Udah kakak. Miko tadi mandi sendiri pakai sabun baru warna hijau."
"Waahh, pantes wangi banget. Sini cium dulu." Tanpa meminta persetujuan, Helen mendaratkan kecupannya pada pipi gembul Miko.
Bocah itu memang selalu humble pada siapa saja. Dia bukan seorang anak yang pilih-pilih, bukan juga yang beraninya cuma dikandang alias cerewet kalau bersama orang-orang terdekatnya saja. Mengenal Helena dalam beberapa bulan terakhir, ia sudah tampak menyukai perempuan itu.
"Mama dimana nih? Kok nggak keliatan?"
"Ada, dibelakang lagi siram bunga."
Bahasa tubuh Miko mengajak perempuan itu masuk, begitu pula dengan tangannya yang mengarahkan langkah Helena menyusuri ruang tamu dan keluar dari pintu samping. Berjalan sambil menggendong Miko dalam pelukannya, ia menapaki halaman berbatu itu sekali lagi, kini tanpa alas kaki.
Sampai dihalaman belakang yang sempit, Helen menemukan seorang perempuan dengan selang ditangannya, menyirami bunga berwarna jingga yang sore ini bahkan warnanya lebih bercahaya ketimbang matahari diatas mereka.
"Mama, ada Kakak Helen." Yang membuat Kara dengan cepat menoleh dan membalik badan, lalu tersenyum cerah. Kini, senyum itu mengalahkan sinar bunga dan matahari yang sama jingganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
2. Antariksa Berkelana [Completed]
Fiksi Penggemar[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA 'Semesta dan rumahnya' Setelah kepergiannya, semua orang melangkah dengan kaki mereka yang patah. Terseok-seok melewati waktu yang panjang, berhenti untuk menangis, berjalan kembali dengan luka yang masih sama. Maka disin...