02

7.9K 401 20
                                    

~~ᘛ~~

Perasaan Syahla campur aduk saat ini. Gadis itu kini sedang berhadapan dengan sang Bunda, yang tengah melontarkan beribu pertanyaan serta pernyataan yang membuat Syahla bingung.

"Mau kapan lagi kamu belajar, La. Sekarang kamu udah beranjak dewasa dan bukan anak kecil lagi. Kamu mau terus-terusan kaya begini aja?"

Syahla meremas jari-jari kecilnya seraya menunduk.

"Bunda kasih kesempatan buat kamu jawab pertanyaan Bunda sampai Dzuhur. Kamu mau nurut kata Bunda sama Abang, atau terima konsekuensi yang semalam Bunda bilang?"

Syahla menggeleng. "Ala gak tau Bun, Ala bingung. Ala takut dan gak tau kehidupan dipesantren itu kaya gimana. Ala gak terbiasa gabung sama orang alim."

"Maka dari itu, Bunda ajarin kamu dari sekarang. Biar kamu terbiasa berbaur dengan orang-orang, dan gak kaget nantinya. Kehidupan di pesantren gak seburuk yang kamu bayangkan. Cukup jadi kamu yang percaya diri dan jangan jadi penakut. Masa anak preman nya Bunda penakut?" Ujar Salha seraya terkekeh.

"Jangan dengerin kata-kata mereka yang buat kamu down. Bunda tau yang ada dipikiran kamu." Salha menarik nafasnya.

"Dulu Bunda pun kaya kamu begitu. Bunda penakut dan gak suka berbaur sama orang-orang. Bunda suka kesendirian, tapi Bunda gak suka kesepian. Sikap kamu sama Bunda itu nggak beda jauh. Tapi senakal-nakalnya Bunda, Bunda gak pernah yang namanya temenan sama cowok, kalo bukan karena Bapak ngejodohin Bunda sama Ayah." Ujar Salha.

Hening. Syahla tidak dapat membalas perkataan Bundanya untuk kali ini.

"Maaf, kalo perkataan Bunda menyinggung kamu. Langsung ke intinya aja, kamu bisa jawab sekarang pertanyaan Bunda tadi?"

Syahla masih bergeming. "Bunda gak maksa kamu buat jawab pertanyaan itu sekarang. Tapi Bunda minta, habis Dzuhur putusin yang terbaik menurut kamu."

"Bunda pergi. Assalamualaikum," Ucap Salha seraya berdiri dan melangkahkan kaki untuk membuka pintu.

"Bun" Syahla membuat Salha kembali menghadap dirinya. "Iya?"

"Ala mau, Ala mau berubah." Ujar Syahla. Salha terdiam sesaat, sebelum senyum lebar terbit diwajahnya.

"Yakin?" Tanya Salha memastikan.

"Ala bakalan berubah kan nantinya? Ala gak bakal nakal lagi kan?" Syahla malah bertanya balik.

Salha tersenyum, "Justru yang buat diri kamu berubah itu diri kamu sendiri. Kamu harus yakin kalo kamu bakal berubah menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya. Yakini semuanya karena Allah semata, jangan karena paksaan yang malah nantinya bikin kamu tertekan. Kamu boleh belajar dari paksaan itu untuk berubah, tapi setelahnya kamu akan ngerasain, betapa nikmatnya perubahan yang awalnya muncul karena paksaan tadi."

Syahla mengangguk mantap. "In Syaa Allah Ala usahain."

"Awali langkah menuju kebaikan dengan membaca Bismillah," Ujar Salha.

"Bismillāhirrahmānirrahīm." Ucap Syahla.

"Bunda sayang sama kamu. Bunda yakin kamu pasti bisa. Bunda akan selalu dukung kamu," Ujar Salha.

"Makasih Bun." Ucap Syahla.

Mereka kemudian tersenyum.

"Ya udah, kalo gitu kamu siapin perlengkapan yang sekiranya diperlukan. Nanti Bunda tambahin gamis sama khimarnya. Kamu punya berapa gamis sekarang?"

Syahla mengingat-ingat beberapa gamis miliknya yang ada dilemari. Jari telunjuknya menyentuh dagu.

"Warna nude satu, denim satu, sama warna putih satu. Jadi, cuma punya tiga Bun, hehe." Syahla menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Azzam: Married By Promise (Revisi & End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang