42

1.1K 45 1
                                    

*****

Acara pemakaman Adiba terjadi beberapa jam lalu. Saat ini, orang-orang sibuk menyiapkan untuk acara tahlilan nanti malam.

Mengenai kondisi Abi, beliau sudah siuman. Mendengar kepulangan Adiba, Abi kembali shock. Ini hanya shock ringan. Selebihnya, beliau pun menangis. Tidak seperti Azzam dan yang lain, Abi menangis sekedarnya saja. Karena beliau tahu, putrinya itu anak shalehah. Adiba pasti akan bertemu dengan pelindung yang lebih baik disana.

Saat ini, Azzam sedang duduk bersama Hariz dan Abi. Mengatakan sepatah dua patah kata sesekali menghela nafasnya dan kembali pada pikiran masing-masing.
"Om, Fishya ngompol!" Nizam tiba-tiba datang mengadu dengan tangan menunjuk Fishya. Yang ditunjuk malah menurunkan bibirnya ke bawah. Mengambil ancang-ancang untuk menangis.

Ketiga orang dewasa itu sontak menatap ke arah yang ditunjuk Nizam.

"Oalaah, adek kenapa ngompol?" Hariz menghampiri bocah perempuan itu.

"Tadi ada ulat bulu, om." Jawaban itu terlontar dari mulut Nizam.

"Ayo kita ke bunda." Hariz menggendong bocah perempuan yang tak lain anak bungsunya itu.
Setelah kepergian Hariz, Nizam mengalihkan pandangannya kepada dua orang laki-laki dewasa, yang tak lain adalah Abi dan abahnya. Ya, Nizam memanggil kakeknya dengan sebutan Abah.

"Abang, sini!" Azzam memanggil Nizam dengan tangan keatas.

Nizam yang merasa terpanggil pun segera berlari menghampiri sang Abi. Duduk ditengah-tengah Azzam dan Abi Syarif.

Hening diantara mereka. Nizam hanya bisa menatap kedua orangtua itu bergantian.

"Abah, Abi, jangan sedih. Kakak Diba udah ketemu pangeran di surga. Dilindungi dan disayang disana," bocah laki-laki itu sudah seperti orang dewasa saja. "Kata Umma, kita gak boleh berlarut-larut dalam kesedihan."

Abi Syarif menatap cucunya kemudian beralih menatap Azzam. Azzam pun menatapnya balik. Detik berikutnya, Abi Syarif tersenyum mendengar penuturan hangat dari cucunya.

"Cucu Abah pintar," Abi Syarif mengelus rambut lebat cucunya.

Melihat itu, senyum simpul terbit dari bibir Azzam. Tak menyangka akan memiliki putra kecil yang sedewasa ini. Ini semua pun berkat didikan Syahla yang senantiasa mengajarkan anak laki-lakinya tentang hal yang baik dan hal yang buruk.

***

Seratus hari setelah kepulangan Adiba, semua terjadi seperti biasa. Umi tidak lagi berlarut-larut dalam kesedihannya, walaupun terkadang rasa rindu masih menimpanya. Ketika Adiba membantunya menjelang waktu makan para santri, ketika santri putri meminta izin untuk menelepon orangtua atau saudara, Adiba-lah yang siaga. Atau bahkan ketika para santri menunggunya setelah sholat berjamaah di waktu Dzuhur. Semua terpukul bukan hanya Umi.

Pun dengan Azzam. Laki-laki itu juga berusaha untuk tidak berlarut dalam rasa sedihnya. Walaupun terkadang rasa rindu ketika mengingat Adiba minta dibelikan es krim, ketika Adiba ingin bermanja dengannya, ketika Adiba menjahili dan menggodanya, rasa rindu itu masih ada dalam benaknya.

Namun dengan adanya Syahla dan Nizam disini, setidaknya Azzam sedikit lupa akan rasa itu. Bukan rasa rindu, melainkan rasa bersalahnya.

Azzam: Married By Promise (Revisi & End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang