41

1.9K 153 47
                                    

*****


Selang beberapa tahun setelah acara pernikahan Ali dan Intan, Syahla menjalankan hari-hari seperti biasanya. Menjadi ibu rumah tangga yang mengurus satu anak laki-laki yang dengan beruntungnya, sikapnya pendiam dan tidak banyak berbicara.

Tidak seperti anak-anak pada umumnya, Nizam hanya berbicara seadanya saja. Walaupun terkadang keinginannya menggoyahkan sifat aslinya yang pendiam itu. Seperti ketika dirinya memberhentikan penjual es krim keliling yang selalu membuatnya tergiur ketika melihatnya. Ya, dia sangat suka es krim.

Usia Nizam sudah terhitung beranjak hampir enam tahun, namun Syahla tak kunjung mendapat kabar bahwa akan hadir teman kecil Nizam dari kedua orang yang telah menikah empat tahun yang lalu. Tepat sekali, Intan dan Ali.

Di usia pernikahannya yang sudah cukup lama, Intan belum merasakan mualnya kehamilan layaknya seperti yang Syahla rasakan beberapa tahun lalu. Syahla tak tahu apa masalahnya. Tetapi setiap kali melihat ekspresi Ali ketika mendengar pertanyaan terlontar dari mulut orang yang terkadang tak pandai menjaga mulutnya, Syahla melihat sebuah kekecewaan disana. Ali sepertinya sangat menginginkan seorang anak dari darah dagingnya sendiri. Tetapi takdir selalu berkata lain.

"Abi, es krim!" Nizam menunjuk penjual es krim keliling dengan menggunakan sepeda onthel, yang berlalu melewati taman belakang ini.

"Sudah terhitung berapa kali kamu memakan es krim minggu ini, hm?" Azzam menarik dagu Nizam yang sedang berdiri di sebelahnya-pelan.

Nizam menghela nafasnya dengan wajah yang seketika cemberut. Jika Abi-nya sudah melontarkan jawaban seperti ini, dia jadi tidak bisa berkutik.

Umi yang juga duduk mengobrol bersama Syahla disana, melihat ekspresi murung cucunya, terkekeh. Begitupun Syahla. Tak disangka, dulu Nizam lumayan banyak bicara saat Kanaya dan Novi masih di sampingnya, kini tidak lagi. Nizam mendadak jadi anak pendiam setelah Kanaya dan Novi berpisah untuk menjalani hidup barunya. Dia sekarang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain bersama Azzam dan Syahla-terkadang bersama teman-teman sebayanya yang berada di lingkungan terdekatnya. Itupun tak sering. Jadi, tak heran dengan gaya bicara dan sifatnya yang sudah seperti orang dewasa. Dia cukup cerdas dan cepat untuk memahami bahasa dan sikap orang dewasa.

"Sekali saja Abi," bujuk Nizam pantang menyerah.

"Kemarin sebelum Abi membelikanmu es krim karena terpaksa, kamu juga mengatakan itu." Azzam tetap dengan pendiriannya. Dia mencolek hidung mancung sang buah hati dengan gemas. Bukan apa, dia hanya tidak ingin anaknya sakit karena terlalu banyak makan es krim.

Sepertinya tidak ada harapan untuk Nizam kali ini. Azzam benar-benar melarangnya untuk memakan es krim kecuali-ah, dia ada ide.

Segera ia berjalan ke arah Syahla dan membisikkan sesuatu yang membuat Syahla ingin tertawa.

"Nanti kalo udah di bolehin, beliin buat Umma satu ya!" Bisik Syahla menjawab permohonan Nizam yang membujuknya agar Syahla mau merayu Azzam, kemudian Azzam membolehkannya memakan es krim.
Nizam tersenyum kemudian mengangguk.

"Jadi, putra Abi sudah pandai membujuk Umma, ya?" Azzam tahu akal-akalan Nizam. Bagaimanapun Nizam hanyalah anak kecil yang mudah ditebak apa yang akan ia lakukan.

"Ayolah Abi, untuk hari ini, sekali saja .." pinta Nizam memohon dengan kedua tangan mengatup didepan dada.

Azzam menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum suara dering ponsel di sakunya mampu menyita perhatiannya.

"Waalaikumussalam, iya benar. Kenapa?"

" ... "

"Innalilahi ... baik, saya segera kesana sekarang."

Azzam: Married By Promise (Revisi & End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang