*****
Sepasang suami istri yang baru beberapa Minggu lalu menikah, kini sedang duduk diatas meja makan. Menikmati sarapan pagi dengan sesekali bergurau."Setelah ini bersiaplah. Kita pergi ke acara ulangtahun pernikahan Tante Aliza dan Om Hariz. Kamu ingat mereka?" Tanya Azzam.
Syahla mengingatnya kemudian mengangguk sebagai jawaban. "Mereka yang dulu bikin aku iri Mas. Baby Syeila beruntung banget punya keluarga yang masih lengkap. Ngeliatnya bikin aku keinget almarhum ayah." Ujar Syahla sendu. Wajahnya miris mengingat keindahan hidupnya yang jauh berbeda dengan sekarang. Namun, ia tetap bersyukur karena masih memiliki banyak orang baik disekitarnya. Termasuk Ali dan Bundanya. Walaupun menurutnya Ali sangat menyebalkan.
Melihat ekspresi Syahla yang seketika berubah, Azzam jadi merasa bersalah. Ia pun tersenyum, "maaf, saya sudah membuat kamu mengingat almarhum ayah sehingga kamu merasa sedih. Kamu masih punya Bunda, Abang dan saya. Abi? Silahkan anggap beliau sebagai ayahmu sendiri. Umi? Umi saya, Umi kamu juga. Saya berjanji akan menjagamu sama seperti ayah kamu menjagamu waktu dulu. Jangan bersedih, biarkan ayah tenang dialam sana." Hibur Azzam.
Syahla tersenyum haru, walaupun hatinya tidak bisa berbohong. Siapa yang tidak sedih ketika ditinggal orang yang kita sayang selama-lamanya?
"Makasih Mas. Aku percaya sama kamu. Tapi aku bukan perempuan yang ngandelin kata-kata. Yang aku butuh itu tindakan, bukan cuma omongan." Ujar Syahla.
Azzam mengangguk dengan senyuman, seraya mengusap kepala Syahla. "Kalau sudah selesai, segeralah bersiap. Saya ke kamar sebentar." Azzam berdiri meninggalkan Syahla yang baru saja mengangguk sebagai jawaban.
Setelah kepergian Azzam dari meja makan yang Syahla tempati, gadis itu beranjak untuk segera bersiap. Ia memasuki kamar ganti untuk mengambil satu setel baju yang menurutnya cocok untuk acara ulangtahun pernikahan Tante nya.
"Cakep nih. Pake ini aja kali ya?" Monolog Syahla dengan gamis hitam ditangan kanannya dan kerudung hitam ditangan kirinya.
Ia pun mengangguk-angguk kemudian mengganti bajunya dengan baju yang ia siapkan tadi. Kemudian berhias menghadap cermin, menampakkan dirinya yang terlihat tenggelam karena gamis hitam yang dipakainya.
"Ih kegedean bajunya, padahal gue pesen yang ukuran s deh." Ujar Syahla seraya cemberut.
"Nasib punya badan kecil, baju segini aja udah tenggelem." Gumamnya sebelum ide terlintas diotaknya. "Ada akal gunain dong La. Kan Lo punya sepatu tinggi, kenapa nggak pake aja? Hadeuh .." Syahla pun mengambil sepatu putih miliknya yang cukup tinggi.
Sedikit mengurangi tenggelam ditubuhnya. Ia pun merasa senang. Syahla kemudian memoles wajahnya dengan riasan tipis yang membuatnya tampak cantik alami.
Tok tok tok
"Sudah siap?"
"Eh mas Azzam. Aku bagus gak aku pake baju ini?" Tanya Syahla menunjuk gamisnya.
Azzam tersenyum kemudian mengangguk. "Istri saya selalu cantik." Gumamnya.
"Mas, Intan pernah ngomong ke aku 'kalo dipuji itu harus pake MaaSyaa Allah, kalo nggak berarti itu hinaan.' Jadi kamu lagi ngeledek aku, Mas?" Tanya Syahla dengan tersenyum sinis.
"MaaSyaa Allah tabarakallah, Zaujati saya sangat cantik. Apapun pakaiannya, apapun yang ada pada dirinya."
Syahla tersenyum lucu. "Hadza min Fadhli Rabbi." Ujar Syahla.
Azzam yang gemas melihat senyum lucu Syahla dan penuturan bijak Syahla, kemudian
Cup
"Istri saya sudah pintar sekarang." Puji Azzam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azzam: Married By Promise (Revisi & End)
RomanceTentang Syahla dengan perjodohan yang mengharuskannya bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia sangka. Gus Azzam. Itu adalah gus-nya dipondok. Andaikan orang-orang tahu betapa tertekannya Syahla oleh peraturan yang dibuat kakak laki-lakinya. Alas...