Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Claire berlari di koridor rumah sakit dengan menangis. Hatinya sakit setelah mendengar kabar kalau sang bunda, Clarina masuk rumah sakit. Pasti penyakit dalamnya kembali kambuh. Claire sangat-sangat benci dihadapkan dengan kejadian seperti ini. Claire tidak mau jika harus kehilangan kembali.
"Claire jangan lari-lari, nanti kamu jatuh," seru Rui ikut berlari mengikuti sang kekasih. Namun, Claire tidak mendengarkannya. Tujuan gadis itu hanya satu, melihat keadaan sang bunda.
Napas Claire menggebu dengan menatap pintu ruang kamar ICU. Di mana, Clarina dapat perawatan.
Rui mengusap punggung Claire. "Tenangkan diri, tarik napas dan hembuskan. Bunda kamu pasti kuat," ujarnya yang sebenarnya sama-sama khawatir. Terlebih khawatir dengan keadaan Claire nantinya.
Claire mengikuti arahan Rui dan setelahnya menyentuh gagang pintu setelah menggunakan pakaian khusus, diikuti Rui.
Mengigit bibir, sebulir air mata kembali jatuh di kedua pipi Claire. "Ru—bu...bunda...." Napas Claire tertahan. Gadis itu tidak bisa menahan tangisannya.
Rui menggenggam tangan Claire untuk menguatkannya. "Bu-bunda...bakal baik-baik aja, kan?" tanyanya melangkah perlahan mendekati ranjang yang ditiduri Clarina. Wajah wanita paruh baya itu begitu pucat.
Rui terdiam. Sejujurnya, Rui tidak tahu seberapa parah penyakit kanker yang di derita Clarina. "Rui, jawab. Bunda aku bakal baik-baik aja, kan?" lanjut Claire dengan tatapan sendunya.
Rui tersenyum tipis, berusaha menguatkan Claire. "Semua atas kehendak Tuhan, Claire. Aku yakin bunda kamu bisa melewati semua itu," jawabnya ragu.
Rui menuntun Claire untuk terduduk di kursi samping. Claire menatap Clarina yang memejamkan mata kemudian, menggenggam tangan wanita paruh baya itu yang begitu dingin. "Cle datang, bun," ucapnya lirih. "Ta-tangan bunda dingin banget," lanjutnya mengusap genggaman tangannya. "Kenapa di saat bunda kembali, bunda dalam keadaan sakit?" lanjutnya diikuti isakan kecil. "Cle—Cle sudah...bisa Terima kehadiran bunda. Tapi, kenapa, bunda—" Claire menunduk dan menangis. Sungguh, hatinya sakit saat melihat orang tersayangnya yang sudah meninggalkannya terbaring dengan keadaan sakit parah. "Bunda...jahat...."
Rui tidak bisa berbuat apa-apa. Cowok itu hanya bisa mengelus punggung Claire untuk menenangkan. "Kenapa...bunda lakukan ini sama Cle?"
Rui yang tidak tega langsung memeluk tubuh rapuh Claire. "Bun-bunda...jahat, Rui. Kenapa...kenapa dia kembali di saat seperti ini," lanjut Claire menangis sesenggukan. "Aku...aku benci...."
Rui menangkup kedua pipi Claire dan mengusap air mata itu perlahan. "Kita keluar dulu, ya. Tenangkan diri kamu," ajaknya kemudian, merangkul bahu Claire untuk keluar ruangan ICU.
Sudah keluar ruangan, Rui membantu Claire untuk duduk di kursi tunggu setelah membuka pakaian khusus. "Cle, aku nggak mau kamu sakit, jadi jangan menangis lagi, ya," ucap Rui mengelus surai hitam Claire dan mengusap kedua pipinya kembali yang memerah.