-Tiga Bulan Kemudian-
Almiera duduk di meja kerjanya, dia membongkar isi tasnya yang berisi beberapa amplop yang sengaja dia bawa ke kantor karena tidak sempat membukanya saat masih di rumah.
Beberapa amplop berisi tagihan kartu kredit atas nama dirinya, sebuah undangan pernikahan dari salah seorang penghuni komplek dan satu lagi tagihan kartu kredit atas nama Panji.
Tertarik mengetahui tagihan kartu kredit suaminya, Almiera membukanya. Matanya langsung tertuju pada angka minimum pembayaran yang cukup besar hingga membuat mata Almiera membulat.
"Sebanyak ini buat apa?" Alisnya berkerkut. Dia segera memeriksa daftar rincian pemakaian kartu kredit. Sebagian besar adalah untuk makan di restoran mahal, dan sisanya untuk booking hotel.
Almiera menelan ludah, mendadak kerongkongannya kering mengingat tidak ada acara makan bersama dirinya dan Shanon yang dibayar oleh suaminya. Jika ada tagihan untuk makan hingga belasan juta, maka siapa yang diajak makan oleh Panji? Pertanyaan itu muncul tiba-tiba di benak Almiera.
Dia tampak menghela nafas dalam, kemudian membaca sekali lagi dengan teliti tagihan menginap di hotel beberapa kali. Kerutan di tengah alisnya semakin dalam, menandakan dia tidak bisa menerima informasi yang baru saja dia baca.
Selama menikah dengan Panji, mereka menginap di hotel hanya jika ingin merayakan sesuatu yang besar seperti hari pernikahan atau memang meluangkan waktu untuk quality time bersama dengan dirinya dan Shanon.
Tiga bulan terakhir Panji bahkan terlalu sibuk bekerja, pulang larut malam, hingga tidak ada waktu untuk sekedar bercengkerama dengan dirinya dan puteri mereka.
Tapi mengapa ada banyak tagihan hotel? Dengan siapa Panji menginap di hotel itu? Atau untuk keperluan apa dia harus menyewa kamar hotel? Jika alasannya untuk foto, tentu saja studio foto lima lantai yang dimilikinya cukup untuk melakukan berbagai macam Photoshoot.
Tok Tok
Sekretarisnya mengetuk pintu dan itu membuat Almiera cepat-cepat menyimpan semua kertas berisi tagihan kartu kredit itu kedalam laci.
"Bu, ini laporan yang ibu minta."Ujar sang sekretaris.
"Oh ok, thanks ya." Ujar Almiera diiringi senyum manisnya.
"Oh ya bu, barusan ada yang kirim bunga buat ibu. Mau saya bawa masuk?"
Alis Almiera berkerut, "Bunga?" Selama dia bekerja di kantor itu, dia tidak pernah menerima bunga dari siapapun. "Tolong bawa masuk ya."Pintanya sopan.
Tak lama sang sekretaris kembali dengan buket bunga mawar merah yang sangat besar. Setelah menyerahkan buket bunga itu, sekretaris Almira meninggalkan ruangan bosnya. Almiera mengambil kertas kecil yang terselip diantara puluhan tangkai bunga itu.
"Nanti aku jemput makan siang, Panji"
Almiera menghela nafas dalam begitu dia melihat rangkaian bunga itu dikirim oleh Panji. Ini bukan aniversary ataupun peringatan penting untuk mereka berdua. Dan Panji bukan type pria yang suka mengirimkan bunga, setidaknya setelah mereka menikah lebih dari dua belas tahun.
Almiera mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi suaminya itu, "Sayang, kamu kirim bunga?" pertanyaan itu keluar dari bibir Almiera begitu Panji menerima panggilan telepon darinya.
"Iya, ada yang salah?" Tanya Panji.
"Nggak biasanya kamu kirim bunga." Ujar Almiera.
"Gini sayang, aku tu lagi banyak merenung pagi ini. Kita tu jarang banget ketemu, terutama karena aku sibuk akhir-akhri ini. Anggap aja itu penebusan rasa bersalahku ke kamu." Ujar Panji.
"Aku baik-baik aja soal kesibukan kamu, kenapa harus feel guilty?" Tanya Almiera.
"Kamu nggak bisa apa nerima aja terus bahagia gitu dikasih bunga dari suami, bukannya malah mempertanyakan?" Protes Panji.
"Loh enggak gitu maksudku, aku seneng sih kamu kasih-kasih bunga. Tapi ini pemborosan nggak sih?" Tanya Almiera.
Panji terdengar menghela nafas, "Sayang, itu kan cuma bunga, lagian nggak tiap hari juga aku kirimin kamu bunga. Respon kamu itu bener-bener out of my expectation lho." Panji Menjawab kecewa.
"Bukannya aku nggak seneng. Cuman daripada kamu kirimin aku bunga, mendingan kamu ajak Shanon jalan-jalan, beliin kado buat dia. Yang kehilangan kamu selama ini bukan cuman aku, Shanon tu yang paling protes." Jelas Almiera.
"Ya aku bakalan pikirin juga soal itu." Jawab Panji singkat. Seperti sudah ada kekecewaan di hatinya ketika Almiera justru mempertanyakan niat hatinya dan bukannya menerima bunga itu dengan bahagia.
"Aku di tunggu klien nih." Panji menutup pembicaraan diantara mereka dengan alasan di tunggu klien.
"Ok." Ujar Almiera. "Sorry juga, aku udah ada janji lunch meeting juga nanti." Sesalnya. "Lagian kamu mendadak juga bilangnya mau jemput makan siang.
"Lupain aja." Tutup Panji.
Almiera menatap layar ponselnya, "Tempra deh..." Gumamnya. Selalu emosi sebelum dengerin penjelasan orang. Sembarangan bikin acara, giliran kepentok, marah." Amliera mengomel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almiera
RomanceKisah tentang seorang wanita yang sudah berumahtangga selama duabelas tahun, tapi kemudian tiba-tiba di tinggalkan begitu saja oleh suaminya karena wanita lain. Perceraian tidak bisa di hindarkan lagi, dengan berpegang pada tanggungjawabnya untuk me...