SEPULUH

955 96 0
                                    

"Gimana anak saya?" Tanya sang ibu dengan wajah pucat mendekati pria yang berdiri di depan ruang perawatan tempat Almiera terbaring dengan jarum infuse tertancap di tangannya. Matanya tertutup dan dia terlihat begitu lemah.

"Sudah mendapatkan pertolongan kok bu." Ujar pria dengan kemeja berwarna biru yang lengannya di gulung sebatas siku itu. Sementara Shanon melongok ke dalam ruangan dan melihat kondisi ibunya.

"Boleh masuk buat lihat mama, om?" Tanya Shanon.

"Boleh." Ujar pria itu dengan senyum.

"Oh ya, saya Abimanyu." Abi memperkenalkan diri pada ibunda Almiera.

"Ya, saya ibunya Almiera." Ujar sang ibu dengan senyum tulus. "Terimakasih sudah membawa Almiera ke rumahsakit." Kata sang ibu sembari mengikuti langkah cucunya masuk ke ruangan tempat Almiera berbaring.

"Dokter bilang mama kamu masih lemes, tunggu infusenya bekerja, nanti juga mama kamu pulih lagi." Ujar Abi mendekati Shanon yang terlihat panik meski tak bersuara. Tapi sorot mata gadis itu jelas penuh kekhawatiran.

"Almiera itu kalau sudah bekerja suka lupa waktu." Ujar sang ibu dengan nafas berat.

"Sebaiknya biarkan dia istirahat dulu bu." Ujar Abimanyu.

"Iya." Kata sang ibu. "Kita tunggu di luar aja sayang." Dia mengajak Shanon keluar dan gadis remaja itu mengekor. Begitu mereka duduk di luar, Abi berpamitan untuk pergi sebentar, dan saat dia kembali, dia membawa makanan dalam dua kotak.

"Saya bawakan makanan." Kata Abimanyu.

"Aduh, nggak usah repot-repot, sebentar lagi Ryan datang. Adik Almiera." Ujar sang ibu.

"Oh, . . ." Abimanyu tersenyum. "Nggak repot sama sekali bu, tadi saya kebetulan beli kopi sekalian." Kata Abimanyu.

"Terimakasih banyak nak Abi." Kata sang ibu. "Shan, kamu makan dulu. Jangan main HP terus. Nanti kalau kamu sakit juga, eyang makin repot." Kata sang nenek mengomel.

"Iya." Shanon mengambil satu kotak berisi bento dan menatap ke arah Abi, "Makasih om." Katanya sebelum berjalan ke bangku paling ujung dan memakan makanannya sembari berkirim pesan WA dengan Gail, menceritakan soal ibunya yang mendadak masuk rumahsakit. Tentu saja remaja puteri itu butuk support moral dari teman pria yang dia anggap paling dekat, dan untunglah Gail adalah teman yang supportif.

"Sama-sama." Abi tersenyum tulus. "Oh ya, saya tadi telepon rumah Almiera, maaf saya nggak tahu kontak suaminya." Ujar Abimanyu.

Ibunda Almiera tersenyum getir, "Almiera itu sudah janda sejak setahun lalu." Kata sang ibu. "Suaminya selingkuh, ninggalin anak saya sama cucu saya. Kasihan mereka." Terang sang ibu dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf bu, saya tidak tahu." Kata Abimanyu penuh sesal.

"Nggak papa nak Abi." Geleng sang ibu. "Jadi selama ini Almiera memang menyembunyikan semuanya dari siapapun. Kalau di hadapan saya, dia nggak pernah mengeluh sedikitpun soal apa yang dia alami dan dia rasakan. Tapi yang selalu saya khawatirkan kalau dia seperti ini, bagaimanapun dia itu perempuan, dia butuh sosok laki-laki." Ibunda Almiera mencurahkan isihatinya pada Abimanyu.

"Dia wanita yang hebat bu." Puji Abimanyu.

"Lho, nak Abi ini teman kantornya Almiera?" Tanya ibunda Almiera mendadak seolah baru tersadar untuk bertanya soal siapa pria muda tampan yang duduk di sampingnya itu.

"Saya temannya." Ujar Abimanyu berbohong, lebih tepat adalah bossnya, bukan sekedar teman. Tapi pria itu tampak lebih nyaman mengatakan bahwa dia adalah rekan kerja, dibandingkan menyombongkan diri sebagai seorang bos.

AlmieraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang