Shanon sedang mengobrol dengan temannya sembari menunggu ibunya menjemput, saat tiba-tiba Abimanyu muncul di hadapannya. Ekspresi wajah Shanon langsung berubah, dia terlihat muram dan berhenti mengobrol.
"Shan . . ." Abimanyu mendekat.
"Om Abi ngapain ke sini?" Tanya Shanon ketus.
"Cuma pengen ngobrol sama Shanon sebentar." Jawab Abimanyu.
Shanon terlihat menghela nafas dalam, wajahnya terlihat kesal. "Shan, aku balik duluan ya. Udah di jemput mamaku." Chloe meninggalkan Shanon, menyisakan Shanon bersama dengan Abimanyu.
"Semalem om ke rumah dan kamu banting pintu, om ngrasa kehadiran om di rumah Shanon bikin Shanon nggak suka." Abimanyu membuka pembicaraan.
"Shanon nggak suka kalau om Abi dekat dengan mamanya Shanon?" Tanya Abimanyu dan Shanon terlihat membuang muka.
"Shanon, liat om." Abimanyu meraih tangan Shanon, "Om Abi itu tulus sayang sama mamanya Shanon, dan sama Shanon." Abimanyu menatap mata Shanon dalam-dalam dan gadis itu terlihat berkaca-kaca.
"Om nggak ada niat jahat sama sekali. Bahkan sebelum dekat dengan mamanya Shanon, hal pertama yang pengen om lakukan adalah dekat sama Shanon, biar kita bisa kaya temen, biar kamu bisa kenal om dan deket." Abimanyu meyakinkan Shan dan gadis yang mulai beranjak remaja itu menatap Abimanyu.
"Om mau ngrebut mama dari aku ya?" Suara Shanon bergetar.
Abimanyu menghela nafas dalam, "Ya nggak mungkin Shan . . . Kalau om masuk ke kehidupan kalian, satu hal yang pengen om lakukan adalah menjaga dan melindungi kalian." Jawab Abimanyu. "Om akan kasih semua yang kalian butuhkan, mama Almiera nggak perlu kerja lagi, om akan penuhi semua kebutuhan kalian dan mama Almiera bisa fokus ngurusin Shanon di rumah. Anter jemput Shanon, habisin banyak waktu sama Shanon, I want to make you both happy.I promise you, I'll give everything I have, and everyting on my power to protect, love and take care of you both." Abimanyu menatap Shanon dalam-dalam, memastikan gadis kecil itu memahami setiap kalimat yang dia ucapkan.
Seketika air mata Shanon meleleh membasahi kedua pipinya, "Papa bilang ke aku, kalau om nikah sama mama, om akan punya anak dan kalian akan lebih sayang sama anak om daripada aku." Shanon berkata di tengah isakannya.
Abimanyu meraih Shanon dan memeluknya, "Itu nggak bener." Abimanyu mengusap-usap kepala Shanon sementara tangis gadis itu pecah.
Pemandangan itu terlihat oleh Almiera, karena merasa janggal menunggu Shanon terlalu lama di luar tapi gadis itu tak kunjung muncul, maka Almiera memutuskan untuk mencarinya ke area dalam sekolah. Biasanya Shanon mengobrol di sekitar taman, dan ternyata benar, dia sedang mengobrol dengan Abimanyu.
Mendadak air mata menggenang di sudut-sudut mata Almiera dan dia segera menyembunyikan wajahnya dan menyusut air matanya. Hatinya menjadi penuh haru ketika melihat puterinya bisa bercerita lepas dengan orang lain, dan orang itu adalah Abimanyu. Selama ini, Shanon mungkin memendam semua perasaan yang dia rasakan dan memilih untuk bungkam.
Menjadi anak seusia Shanon dengan masalah rumahtangga kedua orang tuanya tidaklah mudah. Dia butuh hati yang luas untuk bisa menerima keadaannya yang mungkin berbeda dengan teman-temannya, ditambah lagi kemungkinan bahwa ibunya akan memiliki tambatan hati lainnya, pria asing yang akan masuk ke dalam kehidupan Shanon sebagai suami dari ibunya dan ayah sambung baginya.
"Hei . . . jangan nangis lagi." Abimanyu mengusap air mata Shanon dengan kedua ibu jarinya. "Om janji, apapun yang kamu inginkan, om akan lakukan. Kalau Shan ngrasa bahwa om nggak pantes buat mama Almiera dan Shan pengen om mundur, om akan lakukan." Abimanyu menatap Shanon dalam-dalam.
"Om menyayangi mama Almiera, dan Shanon. Jadi om nggak mungkin memaksakan kehendak om, kalau itu harus menyakiti salah satu dari kalian." Abimanyu menegaskan dan Shanon mengangguk.
"Do you think my mother happy when she is with you?" Shanon bertanya dengan lugu.
"I can feel that happiness." Abimanyu menjawab.
"Never hurt her then." Almiera berkata lirih dan Abimanyu memeluknya sekali lagi.
"You can keep my words." Jawab Abimanyu.
"Aku rasa mama udah jemput di luar, aku keluar dulu om." Shanon melepaskan pelukannya dan berpamitan.
"Ok." Angguk Abimanyu.
"Bye. . ." Shan melambai ke arah Abimanyu dan berjalan ke arah gerbang. Sementara itu, Almiera yang sempat melihat Abimanyu mengobrol dengan Shanon memilih menyingkir dan berdiri di dekat gerbang.
"Hai nak . . ." Almiera menyembunyikan wajah sedihnya dan menggantinya dengan topeng lain, seolah tidak ada yang dia ketahui.
"Hai . . ." Jawab Shanon, sementara gadis itu tidak bisa menyembunyikan wajah sembabnya.
"Are you crying?" Tanya Almiera.
Shanon tidak menjawab, dia memilih berjalan cepat lalu masuk ke dalam mobil ibunya. "Shan . . . are you ok?" Tanya Almiera begitu dia masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi.
"I'm fine." Jawabnya singkat.
Jika Shanon memilih menyembunyikan pertemuan rahasiannya dengan Abimanyu, maka tidak ada cara lain selain mengkounter jawaban dari Abimanyu, apa yang sebenarnya mereka bicarakan mengapa Shanon sampai menangis.
Dan sebenarnya, Almiera keberatan orang dewasa bicara langung pada Shanon tanpa melalui dirinya, terutama Panji dan Abimanyu, karena mereka berdua sangat berpotensi melukai hati Shanon semakin dalam.
Almiera selalu memasang badan untuk melindungi puteri kecilnya itu berbagai hal yang berpotensi menyakitinya, dan sekarang beberapa orang tampak seenaknya melangkahi dirinya untuk bisa berbicara langsung dengan Shanon. Itu membuat Almiera kecut hati.
"Kita makan udon, mau nggak?" Almiera menawarkan untuk makan diluar dan mata Shanon mendadak berbinar.
"Are you sure?" Tanyanya.
"Really sure." Angguk Almiera. Begitu tiba di lampu merah, dia segera mengetik pesan singkat di ponselnya, rupanya dia berpamitan pada sekretarisnya bahwa dia nggak akan kembali ke kantor hari ini setelah menjemput Shanon.
***
"Taraaa . . . . ini tempat favorit kamu buat makan udon kan?" Alimiera berusaha mencairkan suasana dan senyum tipis mengembang di wajah Shanon.
"Let's go . . ." Almiera menggandeng tangan puterinya itu masuk ke dalam restoran dan memesan semua makanan yang disukai oleh Shanon.
Benar saja, Shanon menyantap makanan-makanan kesuakaannya itu dengan lahap dan tangis Almiera pecah di dalam hatinya, meski wajahnya harus terus memancarkan sorot kebahagiaan untuk menghangatkan suasana. Bagaimana tidak, sesederhana dan semudah itu membuat Shanon tersenyum dan gembira, tapi dia dan Panji gagal melakukannya. Yang mereka tunjukkan sebagai orang tua justru adalah contoh yang tidak baik dan terus membuat hati gadis malang itu bersedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almiera
RomanceKisah tentang seorang wanita yang sudah berumahtangga selama duabelas tahun, tapi kemudian tiba-tiba di tinggalkan begitu saja oleh suaminya karena wanita lain. Perceraian tidak bisa di hindarkan lagi, dengan berpegang pada tanggungjawabnya untuk me...