Almiera - Empat

1.1K 79 0
                                    

Dua minggu setelah kejadian itu, secara tidak sengaja Almiera bertemu dengan Dion di salah satu restaurant. Dion tampak makan siang bersama koleganya sementara Almiera bersama dengan suaminya, Panji.

"Hei..." Sapa Dion sembari menyambangi meja Panji dan Almiera.

"Hai Bro, lagi makan siang juga?" Tanya Panji ramah.

Dion menarik bangku tanpa basa-basi, dia memang orang yang supel pada dasarnya, namun ekspresi Almiera tampak kurang senang dengan kehadiran Dion di antara mereka berdua.

"Halo Almiera, boleh gue duduk di sini?" Tanyanya basa-basi.

"Santai aja." Sambar Panji. "Mau pesen makanan juga?" Tanyanya.

"Oh enggak, barusan gue kelar makan siang sama klien. Eh pas mau cabut lihat kalian, lama nggak ngobrol jadi gue samperin kalian ke sini." Terang Dion. Kalimatnya baru saja berakir saat-tiba-tiba ponsel Panji bergetar.

"Sebentar ya, gue angkat telepon dulu." Pamit Panji.

Sementara wajah Almiera yang sedari tadi tampak muram, menjadi semakin muram.

"Sibuk banget si Panji kayanya." Dion membuka suara, mencoba mengajak Almiera mengobrol.

Almiera tersenyum sekilas. "Iya." Basa-basinya.

"Gimana kabar lo Mir, kerjaan aman?" Tanya Dion lagi-lagi.

"Biasa aja." Jawab Almiera.

"Kapan itu lo kerumah ya? Gue lagi di luar kota, jadi nggak bisa ketemu deh." Imbuhnya lagi sok asik.

Almiera menghela nafas dalam. "Gue lihat lo sama cewe lain di Hana's Bakery n Café jam setengah sebelas siang." Desis Almiera dengan suara tertahan, hal itu membuat ekspresi wajah Dion berubah.

"Gue lagi di Surabaya kali, salah orang lo Mir. Atau muka gue emang pasaran?" Selorohnya.

"Nggak usah berkelit, udahin sekarang jangan sampai Raya tahu." Desis Almiera lagi. Sebenarnya sudah lama dia bergejolak karena harus menyimpan rahasia ini demi menjaga perasaan sahabatnya, Raya.

Alis Dion bertaut dalam. "Jangan sembarangan ngomong, lo Mir." Ujarnya dengan suara tertahan juga. "Lo udah nuduh gue." Mendadak Dion terlihat begitu tersinggung.

"Gue punya bukti kok. Dan gue keep selama ini demi Raya. Karena Raya itu temen gue." Ujar Almiera dengan wajah mengintimidasi.

Dion tersenyum sinis, "Lo udah fitnah gue dengan seenaknya, gue bisa aja nggak terima lho."

"Silahkan, tapi gue punya foto lo sama cewe itu. Yang sampai sekarang masih gue simpen. Lo nggak kasihan Raya dan anak-anak kalian?" Tanya Almiera.

Dion tersenyum lebar. "Lo nggak akan berani membeberkan semua itu ke Raya, kalau lo emang temen Raya." Ujarnya jumawa, "Lagian ini urusan gue sama Raya, mending lo nggak usah ikut campur." Kata Dion tegas dengan suara dalam dan rendah.

Wajah Almiera memerah. "Jadi lo lebih memilih cewe itu dari pada keluarga lo?" Almiera menatap Dion seolah tak percaya, dia benar-benar rela melihat keluarga yang dibangunnya bertahun-tahun hancur demi kenikmatan sesaat dengan wanita lain?

"Gue nggak nyangka lo kaya gitu." Desis Almiera, dan pembicaraan terselubung itu terpaksa berakhir saat Panji tiba-tiba datang.

"Kok pada diem aja sih?" Tanya Panji, meski sejujurnya sedari tadi dia menelepon sembari mengawasi meja tempat Almiera dan Dion duduk. Dia melihat Al dan Dion berbicara namun tiba-tiba diam saat dia datang, dan itu jelas terasa aneh.

"Ya gue bingung kalau mau ngobrol sama Almiera, biasa kan gue ngobrolnya sama lo." Dion menyangkal. "Oh ya, gue ada janji sama isteri gue, mau nemenin dia ke dokter. Duluan ya." Pamitnya dan Panji mengiyakan sementara Almiera justru bertanya-tanya, Raya sakit apa mengapa Dion ingin mengantarnya ke dokter?

AlmieraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang