Almiera menyiapkan sarapan setelah membereskan rumah, dibantu dengan bi Sum, pembantu rumah tangga yang tinggal di rumah itu. Hanya saja bi Sum kadang pulang ke rumah ibunya di Bogor dua atau tiga minggu sekali.
"Pagi ma." Sapa Shanon.
"Pagi sayang, makan sarapannya mama mau siap-siap." Almiera segera ke lantai dua untuk menyiapkan dirinya sebelum berangkat ke kantor. Sementara itu Panji masih tertidur pulas di ranjang. Dia bahkan masih mengenakan kaos dan celana jeans lengkap dengan kaos kaki yang masih menempel di kakinya.
Almira menoleh ke arah pria itu sekilas, namun dia mencoba menepis perasaannya. Dia bergegas mengganti pakaiannya dan memoleskan sedikit riasan di wajah. Setelah itu dia mengambil tas, dompet dan juga ponselnya. Saat hendak meninggalkan kamar, ponsel Panji bergetar berulang-ulang membuat Almiera menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan menatap ke arah ponsel yang sedang di charge di meja kecil dekat tempat tidur.
Karena bergetar berulang-ulang, Almiera memutuskan untuk mendekati ponsel itu. Nomor tidak tersimpan tampaknya karena di layar ponsel Panji nomor itu muncul tanpa nama. Almiera menelan ludah, dia menghela nafas dalam dan tetap berdiri di tempat itu.
Panggilan berakhir, namun sekali lagi nomor itu menghubungi ponsel Panji. Jika bukang panggilan penting, tentu saja nomor itu tidak akan menghubungi berulang kali. Almiera tidak menerima panggilan itu, dia hanya mengambil ponsel dan mencatat nomor yang menghubungi nomor ponsel suaminya itu di dalam ponselnya. Setelah itu dia meninggalkan kamar dan membiarkan ponsel Panji terus bergetar.
"Ayo, buruan." Almiera tersenyum sembari merapikan tas Shanon dan memasukkan beberapa buku yang ada di atas meja.
"Mama yang anterin aku?" Tanya Shanon dengan mulut yang masih berisi makanan.
"Iya." Angguk Almiera cepat.
Shanon mengerutkan alisnya menatap ibunya. "Papa kemana emang?"
"Papa masih tidur, capek mungkin." Senyum palsu Almiera berusaha menutupi perasaannya.
"Papa kok berubah sih ma." Shanon terdengar protes, dan itu membuat Almiera terkejut. Dia menghentikan aktifitasnya, kemudian menatap ke arah Shanon.
"Berubah apanya?" Almiera mengukur ekspresi Shanon.
"Beberapa kali pas nganter aku ke sekolah papa sering terima telepon, terus kalau habis terima telepon jadinya buru-buru nyetirnya." Gadis itu berkata jujur pada ibunya.
Almiera tersenyum. "Mungkin karena papa sibuk mau ketemu klien, jadinya buru-buru. Maafin papa ya, mulai sekarang mama yang akan antar kamu ke sekolah." Janji Almiera.
"Serius ma?" Wajah Shanon terlihat begitu sumringah.
"Iya." Angguk Almiera disertai senyum, meski hatinya kecut. Perlahan tapi pasti, Almiera berusaha menata kehidupannya. Mengeliminasi peran Panji dalam keluarga baik itu yang berkaitan dengan dirinya maupun puterinya Shanon. Sembari sibuk mencari tahu apa yang sedang terjadi, Almiera juga sibuk mempersiapkan diri untuk berbagai kemungkinan buruk.
Dalam perjalanan menuju sekolah Almiera lebih banyak diam, sementara Shanon lebih banyak mengamati. Gadis itu bukan bocah kecil yang tidak tahu apa-apa, bahkan karena terlalu cerdas juga peka dia bisa merasakan atmosfer janggal diantara kedua orangtuanya belakangan ini. Tidak ada senyum, tidak ada candaan, tidak duduk bersama di meja makan.
"Semangat belajarnya ya,..." Pesan normatif orang tua pada anaknya saat melepas mereka untuk belajar di sekolah.
"Ya ma..." Shanon mencium tangan ibunya itu, dan entah mengapa Almiera mendadak berkaca-kaca, dia segera menengadah, tidak membiarkan airmatanya jatuh di hadapan Shanon.
"Ma, are you ok?" Tanya Shanon sebelum turun dari mobil.
"Yeah,..." Angguk Almiera disertai senyum. "I love you." Almiera bergeser dan mencium Shanon dengan emosional. Tidak bisa di tutupi lagi, kegalauan hatinya membuat emosinya naik turun mendadak.
"Inget ya, jangan capek-capek kerjanya. Apapun yang terjadi, aku selalu sayang mama." Ujar Shanon.
"Oh sweet banget sih anak mama." Mereka berpelukan kembali sebelum akhirnya Shanon turun dari mobil. Mungkin sebenarnya, seberapa kuatpun Almiera menyembunyikan perasaannya, ikatan batin antara ibu dan anak akan cukup kuat untuk membuat Shanon merasakan kegundahan di hati ibunya itu.
Apalagi beberapa kali Shanon mendapati ibunya meringkuk di sebelahnya memeluknya erat di malam hari hingga pagi. Awalnya Shanon merasa bahwa itu adalah bentuk kasih sayang ibunya padanya, sebuah penebusan rasa bersalah karena terlalu sibuk bekerja. Tapi karena belakangan cukup sering terjadi, Shanon mulai mencium aroma bahwa ibunya itu sedang tidak baik-baik saja, meskipun Almiera selalu mempertontonkan bahwa dirinya baik-baik saja di depan puterinya itu.
================================================
Jangan Lupa Vote dan juga kasih komentarnya ya. Terimakasih sudah mendukung cerita ini

KAMU SEDANG MEMBACA
Almiera
RomanceKisah tentang seorang wanita yang sudah berumahtangga selama duabelas tahun, tapi kemudian tiba-tiba di tinggalkan begitu saja oleh suaminya karena wanita lain. Perceraian tidak bisa di hindarkan lagi, dengan berpegang pada tanggungjawabnya untuk me...