Almiera - Bab 20

728 68 0
                                    

Almiera memarkirkan mobilnya di area parkir di halaman rumah saat tiba-tiba seseorang muncul dari balik semak-semak dan mendekatinya hingga membuatnya terlonjak.

"Jangan teriak, please." Ujar pria itu.

Almiera menelan ludah, "Kamu ngapain di sini malem-malem?" Tanya Almiera dengan raut keterkejutan bercampur ketakutan.

"Aku nggak ada niatan buruk sama sekali." Ujar pria itu. "Aku cuman pengen ngomong sama kamu." Panji mendekat ke arah Almiera.

"Stop!" Almiera meminta Panji untuk menghentikan langkahnya.

"Kita bukan musuh, dan aku nggak pengen hubungan kita terus memburuk." Ujar Panji.

Almiera menghela nafas dalam, "Tapi kamu nggak bisa dateng ke rumah diem-diem kaya gini dan bikin aku takut." Ujar Almiera. Bagaimanapun dua belas tahun pernah bersama, tidak bisa dipungkiri bahwa Almiera masih menaruh respect pada Panji sebagai ayah dari puterinya. Lagipula selain soal Shareen, Panji tidak pernah menyakitinya secara fisik maupun verbal selama dua belas tahun mereka bersama.

"Kita bicara besok jam makan siang. Aku capek banget hari ini." Ujar Almiera.

Panji mengangguk setuju, "Makasih ya udah kasih kesempatan." Panji tersenyum ke arah Almeira. Dan senyum itu sempat membuat hati Almeira bergetar, senyum yang sudah begitu lama tidak dia lihat. Meskipun di awal perceraian semua terasa begitu chaos tapi setelah berdamai dengan masalalu dan dirinya sendiri, Almiera bisa meliat semua ini sebagai sebuah kejadian yang tidak bisa dia ubah, bagian dari jalan hidup yang harus dia lewati.

"Aku pamit ya, kamu jaga kesehatan jangan terlalu capek. Kamu suka lupa kalau terlalu capek kamu bisa drop." Panji mengungkapkan hal itu sebelum dia pergi dari hadapan Almeira.

Setelah Panji pergi dari hadapan Almiera, wanita itu jatuh terduduk bertumpu pada highhells yang dia kenakan, dia memegangi wajahnya. Almiera memangi dadanya, jantungnya berdebar kencang setelah pertemuannya dengan panji.

***

Almiera menemukan kestabilan emosi dan detak jantungnya beberapa saat kemudian, barulah dia masuk ke dalam rumah. Bi Sum tampak sedang menonton televisi di ruang tengah sementara itu Shanon duduk di sebelah bi Sum sambil memegangi ponselnya.

"Shan . . ." Sapa Almiera sembari mengecup kening puterinya itu dari atas.

"Eh, bu Mira udah pulang." Kata Bi Sum segera bangkit dari tempatnya duduk.

"Santai aja bi, nonton aja di sini. Saya mau mandi." Ujar Almiera.

"Saya panasin makanan dulu buk. Soalnya non Shanon sama saya sudah makan." Kata Bi Sum.

"Nggak usah, saya habis ngopi tadi di kantor. Masih kenyang." Jawab Almiera.

"Loh, nyonya bukannya belum boleh minum kopi?" Tanya Bi Sum.

"Dikit doang kok." Bohong Almiera. Sebenarnya yang membuatnya kehilangan nafsu makan adalah kedatangan Panji barusan, dan bukannya kopi.

"Shan . . . ada tugas sekolah nggak?" Tanya Almiera.

"Udah di kerjain." Jawab Shanon singkat.

"Ok." Almiera berjalan menaiki tangga menuju kamarnya dan bergegas mandi untuk menjernihkan pikirannya. Dia sengaja menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya untuk memikirkan apa yang terjadi belakangan ini. Mulai dari beberapa kali pertemuannya yang tak di sengaja dengan Abimanyu hingga kedekatan diantara mereka yang belakangan ini jauh lebih intens dan diluar dugaannya, dan bagaimana jantung Almiera masih berdegup kencang saat Panji berdiri di hadapannya dengan tatapan dan senyum itu.

***

Setelah mandi, Almiera turun ke lantai satu, Bi Sum sudah terkapar di sofa dan Shanon sudah pindah ke kamarnya.

"Bi . . .pindah gih, tidur di kamar." Ujar Almiera sembari menepuk ringan lengan bi Sum.

"Eh . . ." Bi Sum yang terkejut segera bangun. "Makasih buk." Katanya sembari bangkit dari tempatnya duduk dan menyeret langkahnya ke kamar belakang.

Sementara itu Almiera kembali ke lantai dua dan menemui Shanon yang masih belum mematikan lampu, pertanda gadis itu masih belum terlelap.

"Shan . . ." Almiera melangkah masuk dan Shanon tampak meringkuk memeluk guling. "Kok belum tidur?" Tanya Almiera, dia duduk di tepi ranjang tempat Shanon berbaring.

"Belum." Jawab Almiera.

"Kenapa?" Tanya Almiera. "Kamu lagi BT?" telisik ibu satu anak itu pada puteri semata wayangnya.

"Enggak kok." Jawab Shanon singkat.

"Terus, kok dari tadi jawabnya singkat-singkat kalau mama ngomong sama kamu?" Almiera menatap Shanon.

"Masih kepikiran soal papa." Kata Shanon.

Berhubung Shanon mengatakan hal itu, pada akhirnya Almiera menggunakan kesempatan itu untuk membahas soal Panji dengan puteri mereka.

"Mama juga pengen ngonrol soal papa ke kamu." Almiera memulai dengan perlahan.

"Kenapa?" Shanon seperti sudah memasang kuda-kuda saat Almiera menyinggung soal Panji dihadapannya.

"Shan . . . mama dan papa nggak bisa bersama itu karena permasalahan orang dewasa. Dan nggak seharusnya kamu ikut merasakan dampaknya, so mama sangat menyesalkan hal itu karena mama sama papa nggak bisa kasih kamu keluarga yang utuh seperti temen-temen kamu." Almiera memulainya dengan sangat lembut dan perlahan sembari mengamati ekspresi wajah puterinya. Meski tak menjawab, tapi Shanon mendengarkan penjelasan ibunya itu.

"Mama dan papa pengen kamu nggak kekurangan kasih sayang dari kami walaupun kita udah nggak sama-sama lagi." Kata Almiera.

"Tapi papa udah jahat sama mama." Shanon menjawab menurut apa yang dia lihat dan dia rasakan selama ini. Karena di awal perceraian Almiera terlihat begitu dropp, apalagi Shanon bukan anak kecil lagi yang bisa di bohongi soal penyebab perceriaan kedua orang tuanya dimana Panji, sang ayah memilih wanita lain dibandingkan ibunya sendiri.

"Shan . . . suatu saat nanti kamu akan dewasa dan kamu akan memahami masalah ini dari sudut pandanga kamu. Kalau sekarang mama nggak mungkin memaksa kamu menerima semuanya seperti orang dewasa menghadapi ini, mama tahu ini salah dan kamu adalah korban di dalam masalah ini." Almiera meraih tangan Shanon. "Mama minta maaf kalau Shan terluka karena masalah ini. Tapi Mama dan Papa sama-sama komit untuk memberikan perhatian ke Shanon sepenuhnya." Almiera berusaha menyakinkan puterinya.

"Mama maafin papa?" Tanya Shanon.

"Ya." Jawab Almiera, meski dia sendiri tidak yakin apakah kata-katanya itu jujur atau sebuah kebohongan.

"Terus maunya mama apa?" Tanya Shanon.

"Bukan soal maunya mama, tapi mama cuma nggak pengen Shan merasa ada yang kurang dari keluarga. Shanon bisa pergi sama papa pas weekend, menghabiskan waktu sama papa, biar Shan juga nggak kekurangan kasih sayang papa." Almiera memberikan alternatif, meskipun dia belum membicarakan hal ini dengan Panji sama sekali. Tapi setidaknya jika Shanon sudah melunak, akan lebih mudah membuat keadaan menjadi lebih baik, setidaknya demi Shanon. Walaupun antara dirinya dan Panji sudah tidak bisa di perbaiki sama sekali.



AlmieraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang