Almiera - BAB 26

587 59 0
                                    

Almiera mengendarai sendiri mobilnya menuju rumah. Jiwa dan raganya mengalami kelelahan yang kompleks belakangan ini. Sejak dia sakit, kedekatannya dengan Abimanyu yang juga membuatnya gamang dan ragu, selain itu kembalinya Panji ke dalam kehidupannya dan Shanon dan adiknya Ryan yang oveprotektif. Belum lagi pekerjaan kantor dan urusan perhatiannya kepada Shanon yang tidak ingin dia bagi-bagi sebenarnya.

Ditengah macetnya kota Jakarta, bahkan setelah lewat pukul delapan malam juga membuat Almiera semakin frustasi.

"Tumben sih ni macet banget di daerah sini, padahal udah setengah sembilan." Gumam Almiera.

Mendadak panggilan masuk ke ponselnya dan Almiera segera memasang earphone untuk menerima panggilan itu. "Halo Vi . . ." Ternyata yang memanggil adalah Vivian temannya.

"Halo Al." jawab Vivian. "Lo masih di kantor atau udah di rumah?" Tanya Vivian.

"Gue lagi di jalan sih, tapi macet banget nih." Keluh Almiera.

"Nggak papa gue telepon?" Tanya Vivian.

"Santai aja, gue pakai bloetooth kok." Jawab Almiera. "Gimana anak lo, udah sembuh?" Tanya Almiera.

"Udah." Jawab Vivian. "Ya lo tahu lah kalau anak gue yang satu itu emang langganan keluar masuk rumahsakit, demam dikit kalau nggak di bawa ke rumahsakit bisa berabe." Imbuhnya.

Almiera tersenyum, "Untung nyokapnya siaga." Jawab Almiera.

"Iya." Vivian menyahut. "Eh, gimana lo sama bos lo itu?" Tanya Vivian penasaran. "Sebenernya agenda meet up kemaren kan emang buat bahas soal itu."

Almiera menggelengkan kepalanya, "Gue aja nggak tahu kalau lo bakalan nanya soal itu pas kita ketemu." Jawab Almeira. "Untung aja di cancel." Selorohnya.

"Gue serius Al." Ujar Vivian. "Gue tu sampai kepikiran terus nggak bisa tidur lho." Imbuhnya.

"Kok jadi lo yang nggak bisa tidur sih?" Almiera tersenyum untuk dirinya sendiri.

"Ya kalau emang bener lo ada apa-apa sama doi, gue adalah orang pertama yang turut berbahagia." Vivian memekik kegirangan.

Almiera menghela nafas dalam, "Gue nggak yakin Vi." Jawabnya ragu.

"Nggak yakin, soal apa?" Tanya Vivian.

"Ya lo tahu kan, gue kenal Panji itu udah lebih dari duabelas tahun, hidup bersama selama dua belas tahun tanpa pernah berantem hebat at least sebelum dia mulai main serong. Semua berjalan begitu mulus sampai-sampai pas kasus itu meledak, gue hancur berkeping-keping." Almiera menjelaskan.

Vivian menjawab paham, "Ya, gue ngerti." Jawbanya.

"Terus sekarang gue ketemu sama cowo yang too good to be true. He's smart, handsome, young, have a good wealth, sempurna banget Vi. Panji aja yang gembel berani selingkuh, apalagi yang punya segalanya." Ujar Almiera.

Vivian menghela nafas dalam, "Ya sih, gue juga tahu rasanya karena Marchel juga brengsek." Jawab Vivian. Dia sendiri menyadari bahwa suaminya tampan dan memiliki harta kekayaan yang patut untuk di sombongkan dan sayangnya, Marcel, suami Vivian juga sosok yang suka mencari sampingan. Untung saja Vivian penganut paham "If you're Queen, don't bend your knees to the lowly mistresses." Prinsip yang jelas tidak akan pernah dianut oleh Almiera. Baginya, kesetiaan adalah harga mati.

"Lo ngerti lah posisi gue." Almiera menjawab singkat.

"Tapi lo juga berhak bahagia Al. Mungkin masih ada cowo yang lurus di dunia ini, dan siapa tahu dia adalah bos lo." Vivian mencoba memberikan semangat.

"Gue seneng lo selalu mendukung gue Vi, tapi untuk saat ini, Shanon masih dan akan terus jadi prioritas gue." Jawab Almiera.

"Lagian semalam rumah gue juga di teror, dan itu bikin gue kepikiran banget." Ujar Almiera.

AlmieraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang