Almiera - BAB 29

463 47 0
                                    

Panji tengah menyeduh kopi di pantry saat Erick masuk dengan beberapa peralatan yang baru saja dia bereskan. "Jadi dateng modelnya?" Tanya Panji.

"Kagak tau, belum ngabarin." Jawab Erick singkat.

"Lah lo gimana, kan gue suruh lo follow up." Protes Panji.

Erick menoleh, "Dah . . . lo ngapa sewot banget bang. Nggak dapet jatah sama si Shareen semalem?" Goda Erick.

Rahang Panji mengeras sekilas, "Brengsek itu si Shareen, dia kabur dari apartment setelah gugurin kandungannya." Kata Panji.

Erick terlihat cukup terkejut, "Nah gue bilang juga apa bang, dia tu masih bocah." Erick meletakkan beberapa barang di atas meja, "Terus gimana?" Tanya Erick.

"Ya nggak gimana-gimana, lagian kita juga nggak ada ikatan apa-apa. Dia juga nggak bisa di hubungi." Jawab Panji sembari menyesap kopi dari cangkir di tangannya.

"Mending lo jajan aja bang, daripada lo miara gundik kaya gitu." Erick menasehati seolah nasehatnya itu adalah hal yang benar, padahal tidak sama sekali.

"Nyesel gue." Jawab Panji.

"Lo sih, mutiara, berlian seindah mba Almiera, sebaik mba Almiera lo sia-siain demi bocah kaya Shareen. Kena batunya kan lo . .. " Gumam Erick mencumpahi Panji.

"Sialan lo!" Umpat Panji.

"Mending balikan aja sama mba Almiera, udah hidup lo enak, lu punya bini cantik, anak lo juga baik. Kurang apa hidup lo bang. . . bang . . ." Erick meninggalkan Panji yang tampak melamun dari lantai dua studionya. Meresapkan perkataan Erick dan menganggap perkataan pria itu ada benarnya juga, bahwa jalan terbaik adalah kembali pada Almiera. Dia akan mendapatkan keluarga yang utuh, dia juga akan mendapatkan respect dari Shanon dan semua kecukupan setelah mereka bersama kembali.

Lagipula Panji merasa cukup percaya diri bahwa Almiera masih tidak bisa mengabaikannya seratus persen, buktinya Almiera tidak tega begitu saja mengusir Panji saat tahu adiknya yang tempramen, Ryan membuatnya babak belur.

"Aku emang harus dapetin kamu lagi Mir . . ." Gumam Panji.

Panji turun ke lantai satu dan menyambangi Erick yang tampak mulai mengedit beberapa foto di layar laptopnya. "Rick . . . otak lo kan jarang di pake nih, menurut lo, gimana cara gue dapetin Almiera lagi?' Tanya Panji.

"Ya lo deketin lagi lah, dari awal." Gumam Erick acuh.

"Yang serius bisa nggak?!" Panji menepuk pundaknya.

"Aw . . . sakit kali bang." Protes Erick. "Ya kalau nggak bisa pakai cara halus, lo bisa lah pakai cara bad boy." Erick memberikan masukan jahatnya pada Panji.

"Apaan tuh pendekatan ala bad boy yang lo maksud?" Tanya Panji.

Erick menghela nafas dalam, "Kan lo sering nonton film bang, masa nggak bisa sih cari inspirasi?" Tanya Erick.

"Buruan ngomong aja susah amat!" Protes Panji.

"Cewe itu mau sekuat apapun pasti ada sisi lemahnya bang, jadi lo hadir lah pas dia di posisi lemah itu." Erick memberikan masukan dan Panji mengasosiasikan dengan apa yang dia lakukan kemarin sudah tepat. Dia meminta orang untuk datang ke rumah Almiera dan melakukan teror dengan melempar batu dan memecahkan kaca. Sebenarnya itu semua demi meyakinkan Almiera bahwa dirinya akan selalu ada untuk Shanon, tidak lebih. Tapi dengan masukan dari Erick, itu membuat Panji seolah semakin tercerahkan dan merasa bahwa tindakannya benar.

Almiera memang wanita mandiri, tapi seumua wanita tentu lebih senang dimanjakan dan di perlakukan seperti seorang ratu.

"Gue paham." Panji tersenyum lebar. "Kerja kerja kerja, cari duit yang banyak biar bisa balikan sama Almiera." Panji terlihat bersemangat dan Erick menggelengkan kepala.

"Emang kaya bocah bos gue." Gumamnya singkat.

Benar adanya jika pria itu tidak pernah lepas dari perilaku kekanakan, sedewasa atau setua apapun mereka dan itu terbukti pada Panji. Dia begitu terlihat kegirangan saat menemukan ide untuk menakhlukan kembali hati Almiera.

***


AlmieraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang