2. Reach For Me

104 5 1
                                    


"Bahkan, jika dunia dan seisinya diberikan padaku. Aku tak bisa menukarnya dengamu."


-Kafiel

෴⁠ ⁠༎ ༎ ༎ ⁠෴

"Lo mau gue kirim ke neraka? Atau gue patahin tulang lo?"

Kafiel tidak takut jika harus mematahkan tulang seseorang saat ini juga, lelaki yang di bawah kendalinya terlihat tak berdaya. Kafiel mencengkram kerah lelaki itu dan menghabisinya dengan brutal.

Dari puluhan pasang mata yang menonton, tidak ada yang berani menolong. Kaki mereka terkunci dalam ketakutan. Hanya ada dua pilihan jika sudah berurusan dengan Kafiel Epsilon Young ketika ia sedang dalam kemarahan.

Pertama, mati kena amukan, dan kedua cukup manusiawi, enyah dari hadapannya dan jangan pernah menampakan hidung lagi.

Dikendalikan kemarahan? Bukanlah Kafiel yang sebelumnya, tapi entah bagaimana jika itu sudah bersangkutan dengan Aya, ia tidak akan ragu menghabisi nyawa siapapun.

"Kenapa gak tadi aja lo marah? Pengecut lo, anjing!" teriak Gabino yang masih di bawah kendali Kafiel.

"Masih bisa ngelawan?" Kafiel tersenyum miring, meremehkan.

"Anjing, lo kek taik! Pengecut!" Meski sudah hilang tenaga, Gabino tak ingin melewatkan kesempatan untuk memaki lelaki di depannya.

"Diam, bangsat! Udah berapa kali gue bilang, berhenti gangguin Aya! Tapi telinga lo itu entah bagaimana tidak bisa menyerap kata-kata gue dengan baik! Lo mau cari mati?" Kafiel melotot, bola matanya seperti ingin keluar. Rahangnya mengeras. Ia menggeram tidak suka.

"Urusan lo apa, Njing? Dia bukan pacar lo lagi! Jadi gak salah juga kalo gua gangguin dia!"

"Bangsat!" Kafiel menonjok wajah Gabino sekali lagi. Ia benar-benar marah. Gabino sudah mempermainkan egonya.

"Lo mau bunuh dia?" Kali ini Felix datang dengan tatapan tidak suka. Ia menarik Kafiel agar menjauh dari Gabino.

"Lo nggak usah ikut campur!" Kafiel menepis tangan Felix yang hendak menahannya.

"Jelas gue harus ikut campur, lo hampir bunuh dia." Felix menarik tangan Kafiel sekali lagi, kali ini lebih keras.

Tatapan pengunjung berpusat pada mereka hingga mereka melewati pintu utama dan keluar dari tempat itu.

"Minum!" Felix meletakkan sebotol minuman di atas meja.

Pemilik rahang tegap itu meneguk minuman itu dengan rakus hingga tak bersisa, jakunnya naik turun membuat ia terlihat lebih gagah. Saat ini mereka berada di salah satu kafe yang berjarak cukup jauh dari tempat keramaian tadi.

"Lo tau? Lo kehilangan kita gara-gara cewek itu. Dari awal gue udah bilang, Aya gak baik buat lo!"

"Kalau hanya mau menyudutkan Aya, gue gak mau dengar apapun itu." Kafiel memalingkan wajahnya tidak suka.

"Lo sempurna, man! Lo gak ada cacat sama sekali! Gue kira orang sombong aja yang lupa ngaca, ternyata nggak, lo juga lupa ngaca!"

"Lix, bahkan jika dunia dan seisinya diberikan ke gue, gue gak bisa nukar Aya dengan hal itu," ucap Kafiel tegas penuh penekanan. Ia menatap Felix dengan yakin.

"Lix ... bahkan jika dunia dan seisinya diberikan ke gue, gue gak bisa nukar Aya dengan hal itu. Bullshit, man!" Felix mencibir, mengibas-ngibaskan tangannya di udara, berusaha menyingkirkan aroma kebuncinan di sekelilingnya.

The Crown || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang