15. Lifetime

19 1 0
                                    


•••

Setelah pergantian jam. Kini giliran pelajaran matematika yang berlangsung. Anak-anak sudah duduk dengan tenang di bangku masing-masing. Ranti, si guru matematika hanya memberikan latihan. Sengaja, soalnya minggu depan mereka akan ulangan harian.

"Buk, kalau kasih soal jangan yang sulit-sulit lah, Buk!" protes Gabino yang dari tadi baru menyelesaikan dua buah soal dari dua puluh soal.

Ranti menghela napas. Dengan tenang ia berjalan ke meja Gabino yang terletak paling ujung. "Kamu tahu kenapa matematika lebih susah dipelajari? Karena menghitung masa depan itu gak semudah yang kamu haluiin. Jadi, berhenti ngehalu." Ranti tersenyum.

"Gini - gini para gadis gak pernah karam kalau berlayar di lautan saya." Gabino tergelak dengan apa yang baru saja ia katakan. Anak-anak lain ikut bersorak. Sementara Buk Ranti hanya geleng-geleng kepala dan berjalan menuju meja anak-anak lain.

"Kunti, bantuin." Gabino mencongkel-congkel punggung Aya.

"Apaan?" Aya menengok ke belakang karena gusar.

"Cek elah, sombong amat. Jadi jodoh gue lo ntar, tau rasa lo!" Gabino mengerucutkan bibir. Sebenarnya senang sih, karena jarang-jarang loh Aya nengok pas di panggil. Entah kesambar petir mana yang membuatnya bisa nengok ke belakang.

"Kamu suka hujan bunga atau hujan salju?"

"Aku gak suka dua-duanya."

"Kenapa?"

"Aku suka kamu." Gadis kecil itu tersenyum "Aku bawa dongeng baru hari ini." Ia mengeluarkan buku dari dalam tasnya. Berniat mengalihkan pembicaraan.

"Apa?" Bocah laki-laki itu mendekat.

Ngomong-ngomong, kini keduanya berada di taman. Sudah menjadi kebiasaan rutin mereka berteduh di bawah pohon rindang sepulang sekolah.

"Rapunzel dan pangeran tampan." Gadis mungil itu tersenyum manis. Rambut panjangnya tergerai Indah. Cuaca yang dingin membuat ia semakin mengerucut dalam jaket tebal berbulu yang ia pakai.

"Ceritakan!" sang laki-laki begitu bersemangat.

"One upon a time." Si gadis mulai menggerakan tangannya.

"Aku gak bisa bahasa enggres."

"Itu lagu, bodoh!" Si gadis menghela napas.

"Di sebuah menara, ada seorang gadis cantik berambut panjang yang di kurung oleh ibunya. Lalu, suatu hari pangeran datang dan menyelamatkan sang gadis." Si gadis kembali menghela napas. Melempar buku bacaannya ke arah bocah laki-laki.

"Kenapa?"

"Aku capek, baca sendiri di rumah." Gadis sepuluh tahun itu berlenggok pergi. Meninggalkan Gabino.

"Lo pindah!" Suara Kafiel menyentak. Mengembalikan kesadarannya.

"Apa?" Gabino melotot. Tak mengerti apa maksud Kafiel yang sudah berdiri di depannya.

"Lo yang apa? Gangguin pacar orang! Sana pindah!" bentak Kafiel.

Mendengar kegaduhan di belakangnya, Aya menoleh.

The Crown || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang