"Satu hal yang harus kamu pelajari dalam hidup adalah bahwa kita tidak bisa menggunakan kata 'selamnya' untuk sesuatu yang masih berlangsung. Karena sejatinya hati manusia itu berubah-ubah dan tak seorang pun bisa mengendalikannya."
Song Recomendation:
Breathe [Lee Hi]•••
"Kak? Apa kau tidak akan bangun?" Agak ragu Sean menarik selimut Aya, membuat anak itu meringis dan mengerucut, lalu lebih merapatkan diri.
"Makanya kalau jam tidur itu harus tidur!"
Kemudian, Sean mengambil tas yang ada di atas meja belajar, beberapa alat tulis dan buku pelajaran ia masukan ke dalam tas secara bergantian. Sebelum melangkah pergi meninggalkan ruangan, ia berbalik dan melirik Ayana yang masih nyaman dengan posisi tidurnya.
"Jangan salahkan aku kalau kau terlambat." Tutupnya sebelum menghilang di balik daun pintu.
Ngomong-ngomong semalaman Aya memang tidak tidur. Pikirannya terbang ke tempat dimana Kafiel berada. Yang bisa ia lakukan hanyalah melihat ponsel sambil berharap bahwa ada panggilan masuk. Tapi faktanya, tak ada satu panggilan pun yang masuk.
Dan dalam semalam pula followers instagramnya menginjak angka puluhan ribu. Jumlah yang fantastis untuk Ayana yang bahkan tak punya postingan instagram satupun. Belasan DM instagram juga membuat ia serasa ingin membanting ponsel. Ada yang bertanya dimana Kafiel, Apa username laki-laki itu, apa makanan kesukaannya yang jelas Aya sendiri tidak tahu, warna favoritnya, lagu kesukaannya atau pertanyaan-pertanyaan unfaedah lainnya.
Dari sekian banyak pertanyaan, tak ada satupun yang ia jawab. Ia hanya menatap ponselnya dengan tatapan datar dan bergulung di balik selimut.
Sesekali menggumamkan nama Kafiel dan mengumpat anak itu hingga membuat Sean yang tidur di sebelahnya kadang kali terbangun.
"Ayana, bangun. Matahari tidak akan menunggumu untuk pindah ke posisi berikutnya."
Dian menyibak gorden mempersilahkan cahaya masuk ke dalam ruangan. Kemudian, ia melangkah mendekati ranjang dan duduk di sampingnya. Ia mengelus puncak kepala Aya yang hanya kelihatan sedikit. Pasalnya anak itu benar-benar menggulung diri dalam selimut.
"Aku gak mau sekolah hari ini."
Penuturan jujur dari mulut Aya membuat Dian tersenyum, hingga dikecupnya puncak kepala anak itu, kemudian berkata, "Baiklah, nikamati libur untuk satu hari ini. Tante akan menghubungi pihak sekolah."
"Terimakasih, Tan."
Dian kemudian beranjak pergi, menutup pintu kamar dengan pelan. Ia berjalan cepat menuju lantai bawah, tepatnya menuju meja makan tempat Sean melahap bubur kacang ijo yang dibuatkannya khusus untuk dua anak itu.
Ia jadi tersenyum sendiri, saat mengingat betapa semangatnya ia membuat menu sarapan itu dengan bangun pagi sekali. Seumur-umur ia tidak pernah bangun sepagi itu hanya untuk membuat orang lain terkesan, terlebih-lebih anak-anak.
"Bagaimana? Enak?"
Si bocah yang sedang menyantap sarapannya itu tak langsung menjawab. Ia memilih menelan bubur terlebih dulu, lalu meminum air putih yang ada di depannya, sementara matanya terkontak langsung dengan mata Dian yang kelihatan tak sabar dengan jawaban atas pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown || Lee Jeno [✓]
Teen FictionKafiel Epsilon Young. Anak tunggal yang lahir dari rahim wanita berkebangsaan Inggris. Menjadi orang yang kehidupan pribadinya cukup disorot di negri ini. Semua media berita menulis namanya dengan bangga. Anak pengusaha itu selalu menjadi topik pali...