27. Speak In Tongues

15 2 0
                                    


"Cinta menghadirkan sajak-sajak yang sempurna di setiap baitnya. Ia menyelinap masuk, mencuri hati dan kemudian berlari membawanya pergi. Aku kalah, tapi aku begitu mencintai kekalahanku."

-Kafiel

Song Recomendation :
On My Face ( Justin Bieber )

•••


BMW X5 black itu melintasi jalanan dengan kecepatan sedang. Gadis dengan rambut sepunggung tersebut tersenyum simpul ketika sesekali lampu-lampu jalanan menyorot wajahnya.

Jalanan masih tampak ramai, toh masih pukul sembilan kurang sedikit.

Ia sesekali melempar pandangan pada Kafiel yang sedang mengemudi. Kalau isengnya kambuh, ia akan menggelitik pinggang Kafiel hingga membuat anak itu tertawa dan menutup matanya.

Beberapa saat Kafiel terus saja memandangi Aya yang mencomot eskrim hingga berlepotan ke pipinya, dan berkali-kali Kafiel mendumel karena eskrim itu mengotori celana yang di pakai lelaki itu.

Btw, si gadis itu kini dengan posisi telentang dengan kepala berpangku pada paha Kafiel. Tak terhitung lagi berapa kali Kafiel berteriak ketika Aya dengan seenaknya menjulurkan kakinya ke luar jendela.

Lebih-lebih ketika dengan entengnya anak perawan itu melayangkan kakinya ke udara, menyentuh sisi atas mobil dengan jempol kaki.

Ya Tuhan, ia seperti manusia dari dunia antah berantah yang kebetulan bersama Kafiel si pangeran baik hati.

Jujur saja Kafiel kewalahan mengasuh si putri tersesat itu, atau jangan-jangan ia amnesia hingga mengalami krisis identitas. Untung saja ia tidak lupa kalau namanya itu adalah Ayana.

Tapi tingkah lakunya malam ini benar-benar di luar nalar. Kafiel harus memberi nila A plus untuk diri sendiri karena sejauh ini masih berhasil menahan amarah dan dengan sabar tidak menendang Aya ke jalanan.

"Mintak, Ya."

"Cium dulu!"

"Ntar nangesss!"

"Ih, apaan?"

Lagi-lagi pacarnya itu mengangkat kaki, rasanya Kafiel ingin mengikat kaki itu hingga berdiam saja di tempat asalnya.

"Kamu ini pake gaun loh!" Ia tak tahan lagi.

"Bosan, Kaf!"

"Ya makanya duduk yang bener, Sayang."

Oh, si gadis ingin menyembunyikan wajahnya sekarang. Kata-kata itu terlalu sakral hingga melumpuhkan hatinya yang bergejolak karena jarang sekali ia dengar. Palingan kalau mereka lagi bertengkar atau semacamnya.

"Hihihi!"

Kafiel melirik arlojinya sekilas. "Dua puluh menit lagi kita sampai."

"Lama banget itu!" Ia bergumam.

Sekarang, malah menggulung diri menghadap Kafiel. Menciumi aroma yang menurutnya tidak pernah gagal membuat candu.

Kafiel memperbaiki jasnya di tubuh Aya yang melorot ke bawah hingga memperlihatkan pahanya yang mulus karena pergerakan gadis itu. Ia terlalu aktif, entah kenapa ia bisa jadi begitu.

"Emmm." Tiba-tiba gadis itu teringat sesuatu, tapi bingung mau melanjutkan atau tidak.

"Apa?"

"Apa?

"Ditanya kok malah balik nanya!"

"Kamu jadi ambil universitas luar negri?"

Senyum di wajah Kafiel langsung hilang. Ia menunduk untuk menatap wajah Aya yang mendongak memandangnya dengan sorot ragu.

The Crown || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang