•••
Jantung Tanya berdebar kian cepat. Jika begini jadinya, haruskah ia menyesali kebodohannya untuk terus menunggu? Ia rasa tidak. Kalau tau Kafiel akan luluh dengan air mata, mungkin sudah sedari awal ia menangis.
Sekarang? Apa perlu ia menangis setiap hari agar Kafiel memeluknya dengan sangat erat? Ia rasa itu bukan ide yang buruk.
"Makan dulu, setelah itu gue akan antar lo pulang."
"Udah dingin mungkin." Tanya melotot. Melepas pelukannya dan berjalan ke meja makan. Ia melepas penutup makanan yang tadi ia buat. Mulai dari sub ayam, bubur ayam dan stick daging.
Kafiel tampak tak percaya dengan pemandangan yang ada di depannya. Tak di sangkanya Tanya bisa memasak sebanyak itu. Ia kira selama ini Tanya hanya gadis cantik yang bergelayut manja di lengan ibunya, tapi pandangan itu memudar. Semenjak hari ini.
"Gue rasa kalau gak dingin, pasti enak."
"Makanya jangan di diemin!" Tanya menyentakkan kakinya. "Bantuin ngangkatnya, biar gue panasin dulu." Taya mengangkat sub ayam sembari melirik Kafiel, memberi kode agar lelaki itu ikut mengambil bubur ayam di atas meja.
"Selain pintar di bidang akademik, gue yakin suatu saat lo bakal jadi istri yang baik."
"Gue gak sedang terima pujian."
"Si cengeng mulai sombong."
"Kaf!" tekan Tanya.
"Keburu kering, sini gue angkat. Takut tangan lo kepanasan."
Kafiel menarik Tanya menjauh dari oven. Ia menggantikan posisi gadis itu, meletakkan makanan yang sudah mereka hangatkan di atas meja.
"Duduk Tan," pinta Kafiel ketika gadis itu masih berdiri di sampingnya. Kafiel sudah siap menyantap makanan di depannya.
"Lo gak mau tiup lilin dulu?"
"Tan.. gue udah kelaparan dari tadi gara-gara lo kelamaan nangis di dada gue!Jadi, tiup lilinya ntar aja ya."
Tanya masih menatap Kafiel yang mulai menyendok nasi. Mengambil sub ayam, lalu memakannya dengan lahap.
"Duduk Tanya," ujar Kafiel dalam keadaan mulut yang masih penuh, ditariknya tangan Tanya agar duduk di sampingnya.
"Keknya memasak adalah keahlian yang paling pantas gue banggakan deh." Tanya menopang dagunya dengan tangan. Memandangi Kafiel dengan senyuman. Lelaki itu tampak menikmati masakannya.
"Enak lo ini, belajar sama siapa?"
"Bunda yang ngajarin."
"Masakan Bunda pasti lebih enak."
"Mau nyoba?" Tanya berbinar.
"Kapan-kapan aja."
"Serius?"
"Becanda." Kafiel meneguk air minum.
"Serius."
"Kiraiin."
•••
Aya masuk ke dalam kamar, menghampiri Sean yang tengah fokus dengan buku-bukunya di sudut ruangan. Aya mendekat, berniat mengagetkan si kecil itu.
"Aku gak bakal kaget, jadi percuma." Sean berujar datar. "Dari mana saja? Kak, sekarang aku hanya berdua denganmu di rumah ini. Papa seperti biasa, akan jarang pulang. Jadi tolong jaga sikapmu. Posisiku di sini adalah sebagai adik laki-lakimu. Tentu, aku harus melindungimu." Sean menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown || Lee Jeno [✓]
Teen FictionKafiel Epsilon Young. Anak tunggal yang lahir dari rahim wanita berkebangsaan Inggris. Menjadi orang yang kehidupan pribadinya cukup disorot di negri ini. Semua media berita menulis namanya dengan bangga. Anak pengusaha itu selalu menjadi topik pali...