29. My Destiny

23 2 0
                                    

•••

Sekarang hari Minggu.

Hari kesukaan semua orang. Masih pukul sembilan pagi, dan Kafiel dengan malas beranjak dari kasur menuju kamar mandi.

Ia mengumpulkan semua sel-sel kesadarannya, membasuh wajahnya di wastafel.

Tiga puluh menit cukup, ia keluar hanya dengan sebuah handuk putih polos yang melilit pinggang sampai di atas lutut sedikit, tubuhnya terlalu tinggi untuk ukuran handuk normal.

Wajahnya bersinar seperti matahari pagi dengan rambut basah yang tetesannya jatuh ke lantai ketika anak lelaki itu sengaja menggerakkan kepalanya.

Beberapa helai rambut menyentuh permukaan dahinya, membuatnya terlihat seperti....

Pria tampan yang menggoda.

Astaga! Apa yang kalian pikirkan? Jangan berpikiran macam-macam. Lagi pula Kafiel tetap anak baik, tampan sekaligus sexy_😳

Maaf_🤭

Anak tunggal kaya raya itu memang terlihat seperti itu di mata semua orang, tidak tahu kalau di mata Ayana seperti apa. Soalnya gadis lemot itu memang jarang sekali berpikir-pikir macam-macam.

Ia bahkan sangat jarang memikirkan, Apakah kekasihku sudah makan? Apa dia sehat? Apa dia masih hidup? Apakah dia memikirkan aku? Apakah dia mencintaiku?

Tidak! Tidak! 😌

Ayana bahkan tidak pernah menanyakan pada dirinya sendiri, apakah ia kelaparan dan sejenisnya. Jadi bisa disimpulkan ia terlalu kaku untuk ukuran kebanyakan gadis yang ada di dunia.

Move on dulu soal kekasihnya laki-laki tampan yang satu ini, sekarang ia sudah keluar dari dalam kamar mandi.

Matanya melotot bukan main, dua bola mata berkilau itu seperti ingin melompat dan berlari meninggalkan ruangan. Pokoknya jangan di ruangan itu_😮

Kamarnya kini terlalu sepi, suara angin segara di luar sana begitu jelas bersorak dan menerpa jendela kaca.

Manusia cantik yang tiduran di atas kasur sambil memainkan ponsel menyita perhatiannya. Ia mendekat dengan langkah tergesa-gesa, melirik kanan kiri ketika dirasa kalau ada orang yang mengintip.

Si Aya. Gadis itu sudah ada di kamarnya pagi-pagi begini, bermain ponsel dengan santainya dan telentang di atas kasur, seperti seorang istri yang menunggu suaminya selesai mandi.

Gadis itu sadar ada yang berjalan mendekat ke arahnya, ia kemudian bangun dan memandang Kafiel dengan senyum polos seperti tanpa dosa.

Biasanya para gadis akan berteriak ketika melihat ABC atau roti sobek si lelaki, tapi dia ... dia cuma tersenyum dan terus menatap. Tidak ingin kehilangan kesempatan, hal indah ini sangat sayang dilewatkan.

Jarang-jarang loh Kafiel telanjang dada, mungkin begitu pikirnya. Sudahlah, gadis itu  memang tidak pernah bertingkah layaknya manusia normal.

"Ngpain ke sini?"

Pertanyaan pertama dari Kafiel. Ia kelihatan panik, sungguh panik sampai tidak sadar kalau Aya memperhatikannya dengan begitu rinci tanpa melewatkan satu tahi lalat pun di badan Kafiel.

"Aya kamu dengerin gak?" Kafiel membenarkan lilitan handuknya ketika dirasa mulai longgar.

"Yaaaa, Kaf." Hanya itu respon Aya, sebelum ia kembali berbaring dan memeluk guling, kini dengan posisi telungkup, seperti kura-kura.

Wajahnya masih menghadap Kafiel yang begitu panik. Iya! Ia sangat panik. Hari ini libur, Daffindra tidak bekerja, tentu.

Lalu bagaimana si putri beruntung ini bisa masuk ke rumahnya, bahkan sampai kamarnya. Ini sudah kali kedua Aya membuatnya ketakutan setengah mati.

The Crown || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang