40. End Of A Story

89 3 1
                                    


෴⁠ ⁠༎ ༎ ༎ ⁠෴

Selamat!!! Kami berada di penghujung cerita;)

.

.

.

Enam tahun kemudian....

New York, 2026. 

Amerika menawarkan kemewahan. Festival film Cannes. Gedung-gedung tinggi. Peragaan busana tahunan. Transportasi kota yang lengkap dan nyaman. Kehidupan yang glamor.

Dimana setiap orang rela menjual organnya demi membeli harga sebuah pertemanan. Hanya untuk memamerkan 'hei! Aku bagian dari golonganmu! Jadi hormati aku!'

Murahan sekali!

Sangat melelahkan hidup di kota seperti ini.

Tapi tidak! Kita tidak akan membahas itu. Kita hanya akan membahas tentang seorang perempuan dengan rambut panjang yang bergelombang berwarna agak kecoklatan. Dia sedang berlari menelusuri trotoar setelah turun dari bus kota beberapa detik yang lalu.

Tujuannya adalah gedung tinggi di seberang jalan. Kini, ia berhenti di samping lampu merah. Ia akan menyebrang. Tidak sabar juga dengan pergantian warna lampu, membuat itu terlihat jelas di wajahnya yang gelisah.

"Ah! Orang sialan itu akan marah lagi padaku!" Ia menepuk jidatnya. Gara-gara kesiangan, membuat schedule-nya pagi ini jadi berantakan.

"Kau tidak berubah sama sekali!" Ia menepuk jidatnya sekali lagi.

Di tengah pikirannya yang gelisah lampu itu tidak kunjung berganti warna. Membuat perempuan itu ingin rasanya berlari melanggar segala peraturan yang ada.

"Keparat!"

Ah! Matilah ia, orang di seberang jalan tengah mengumpat dalam bahasa Inggris dengan aksen British yang kental. Orang itu memang asli Inggris.

Dia adalah teman perempuan itu. Teman yang didapatnya semasa kuliah. Partner kerjanya juga.

Karena merasa sama-sama cocok, mereka berdua kemudian membuka butik di kota New York. Membangun brand sendiri.

Butiknya sangat kecil. Pelanggannya baru pekerja biasa, orang menengah kebawah. Yang kalau mereka tiba-tiba menaikan harga produknya langsung di komplain habis-habisan.

Belum lagi masalah sewa bangunan yang mahal, di tambah lagi pengeluaran tidak sebanding dengan pendapatan. Membuat keduanya acap kali bertengkar dan ingin gulung tikar.

Tapi untung saja kekasih temannya itu orang yang cukup kaya. Sehingga dipastikan dapat menutup lobang keuangan mereka yang bolong.

Itulah sebabnya mereka membuka butik di New York. Sebab sudah tahu kalau usaha mereka tidak akan berjalan dengan mudah.

Lebih-lebih mereka baru memulainya lima bulan yang lalu. Sangat disayangkan sekali, anak muda harus dipaksa bekerja keras.

Ia sungguh kasihan dengan umurnya yang sudah 26 tahun. Tapi belum juga mempunyai seorang kekasih. Berbeda dengan temannya itu, yang sudah punya kekasih dan sebentar lagi akan menikah.

Ah ... untunglah lampu itu bergani warna. Perempuan dengan pakaian kasual yang khas itu segera berlari meninggalkan pejalan kaki yang lain.

"Alice!"

Gadis itu memicingkan mata ketika sampai di hadapan teman yang sudah menjadi sahabatnya beberapa tahun terakhir.

"Aku Ayana, bukan Alice. Kau ini selalu saja bercanda!"

The Crown || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang