5. Everything For Me

46 2 0
                                    

"Tempat lelah paling indah itu ialah ketika aku membaringkan pikiran ke arahmu. Selebihnya? Hanyalah kepingan-kepingan kemegahan yang tak sengaja kumiliki."

-Kafiel

•••

Kafiel membisu, tak ingin menjawab. Ia harus jawab apa. Tak mungkin ia mengatakan bahwa ia kemarin di panggil oleh seorang Daffindra Young, ayahnya sendiri. Pebisnis yang fotonya tak pernah absen di majalah-majalah ternama, atau di koran-koran. Bisa-bisa pikiran Aya tambah berantakkan memikirkan hal itu. Tak ada yang Aya tahu tentangnya. Mereka memang sudah lama berhubungan, tapi itu tak bisa menjamin bahwa mereka sudah mengenal sangat dalam.

Kafiel terlihat bingung. Ia memutar otak berharap ada ide cemerlang yang lewat. Ia mengeluarkan kunci mobil, meletakkannya di atas kotak bubur dan membawanya. Tangan kananya langsung menggapai tangan Aya. Menarik gadis itu dan berlari keluar, berharap kepala gadis itu terbentur tembok, lalu melupakan pertanyaannya.

Kejam sekali!

"Kamu belum jawab pertanyaan aku!"

"Itu bukan hal penting, Aya. Mama dan adik kamu pasti sedang menunggu saat ini. Ayo pulang!"

Kafiel mendorong paksa Aya agar masuk mobil. Membukakan pintu untuk sang gadis. Aya membatu tak bergeming. Matanya lekat-lekat memperhatikan manik Kafiel, mencari sesuatu yang di sembunyikan lelaki itu. Tangannya ia telentangkan sebagai pertahanan.

Kafiel yang melihat tingkah kekanak-kanakan Aya tersenyum. "Akan sangat mudah mencium kamu kalau posisinya gini," ledek lelaki blasteran itu.

Aya diam saja. Namun dua alisnya mulai berkedut. "Lakukan kalau bisa! Aku tidak takut."

Tunggu, Aya tidak sedang menantang Kafiel bukan?

"Yakin?" Kafiel memperkecil jarak mereka. Membuat Aya bergidik ngeri. Bulu kuduknya menjadi remang-remang. Ia mundur, kakinya berbenturan dengan sisi mobil bagian bawah. Hingga tangannya tak lagi mampu menahan tubuhnya.

Hampir saja Aya jatuh telentang, tapi Kafiel dengan cepat menarik pinggang gadis itu. Hanya menggunakan satu tangan saja. Posisi mereka saat ini benar- benar aneh. Kedua kaki Aya menjuntai ke bawah dengan kafiel di atasnya yang menahan berat badannya.

Bug!

Debaran itu terdengar lagi. Aya berusaha menetralkan mimik mukanya, kala Kafiel tersenyum smirk menggodanya. Seperti gigolo saja! Pekiknya dalam hati.

"Satu juta, kalau kamu berani cium pipi. Dua juta untuk dahi. Tiga juta untuk hidung. Emp-"

Apa barusan?

Aya ambruk di jok penumpang. Matanya memanas. Menatap datar lampu mobil yang ada di atasnya. Ia membeku di tempat. Tangannya meraba dada, debaran di sana terlalu keras. Tak sadar kalau Kafiel sudah tak di atasnya. Lelaki itu sudah menutup pintu mobil.

Kafiel sudah di jok kemudi. Ia tersenyum memperhatikan Aya dari cermin kecil. Gadis itu masih membisu. Mobil pun melaju dengan santai. Kafiel tak lupa menyetel lagu 'All of Me' kesukaannya.

Sadar. Aya bangkit bagai kilat. Mendekatkan kepala ke telinga Kafiel. "Kalau untuk yang itu-kamu harus membayar berlipat-lipat. Dua puluh juta! Sekarang!" Aya menuntut tidak terima.

The Crown || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang