24. Kehidupan Baru

114 8 0
                                    

Semoga dengan kepergian kami, bunda bisa bahagia

Happy Reading

Tempat baru, suasana baru, dan kehidupan baru. Itulah kata-kata yang menggambarkan situasi Vita dan Rafli saat ini. Mereka terpaksa meninggalkan Jakarta demi ketenangan hati. Tinggal jauh di pelosok timur negeri ini. Hanya berdua, tanpa keluarga yang lain.

Makassar

Kota yang menjadi pilihan mereka tinggal saat ini. Bukan tanpa alasan mereka bisa sampai di kota ini, melainkan karena Rafli yang dimutasi oleh kantornya. Cowok itu mengikuti promosi jabatan dan berakhir di kota ini.

Inilah hidup barunya dengan sang adik tercinta. Membuka lembaran baru.

"Vit, gue besok mulai kerja. Lo gimana?" tanya Rafli.

Vita tersenyum, "Gue di rumah aja bang. Emang mau kemana lagi? Kalau gue keluar pun juga nggak tahu daerah sini. Bisa-bisa kesasar entar,"

Tinggal di kontrakan kecil tak membuat mereka berlarut-larut dalam kesedihan. Bukankah hidup harus terus berjalan? Meski masalah yang mereka hadapi belum sepenuhnya selesai.

"Yakin nggak apa-apa gue tinggal sendiri?" tanya Rafli khawatir.

Cowok itu tahu meski Vita selalu menampakkan wajah ceria saat di hadapannya, di belakangnya Vita sering diam-diam menangis.

"Gue bukan anak kecil lagi ya bang. Udah deh lo kerja aja cari duit yang banyak," balas Vita sambil terkekeh.

"Vit, lo kuliah ya. Masalah biaya, lo nggak perlu pikirin. Gue mau yang terbaik buat lo," ujar Rafli semakin terlihat serius.

Vita menggeleng, "Gue mau cari kerja aja. Kuliah itu mahal bang, mending uangnya ditabung buat kehidupan sehari-hari,"

"Vit, emang gaji gue belum terlalu besar tapi gue bisa usahain memenuhi biaya hidup kita sekaligus kuliah lo," desak Rafli. Ia hanya ingin Vita semangat lagi dalam meraih cita-citanya.

"Gue mau berhenti dulu aja bang. Gue mau balikin kewarasan gue. Mungkin tahun depan gue mau nyoba daftar kuliah. Lihat aja entar," balas Vita.

Rafli mengangguk, "Kemarin pas sholat isya, ada pengumuman kalau nanti malam ada pengajian di masjid. Kita datang yuk,"

Vita mengangguk, "Boleh. Jam berapa?"

"Habis isya,"

"Okee. Yaudah lo makan gih, masakannya udah siap,"

***

Tok tok tok

Pintu cokelat itu terbuka dan menampilkan seorang ibu paruh baya.

"Mau apa kamu kesini? Kamu tahu kan kalau saya mengharamkan kamu menginjakkan kaki di rumah ini!!" ujarnya.

Hampir saja pintu itu tertutup tapi ditahan oleh sebuah tangan.

"Bunda, Rafli sama Vita juga sebenarnya nggak ingin kesini. Kita berdua cuma mau pamit. Bagaimanapun bunda itu tetap ibu kita," ujar Rafli.

Bunda Fani menatap lekat kedua anaknya. Ada sebersit rasa tak rela mendengar ucapan Rafli tadi. Tapi rasa kecewa itu lebih mendominasi.

"Terus saya harus peduli?" tanya Bunda Fani.

"Terserah bunda mau peduli atau tidak. Yang jelas kami benar-benar mau memulai hidup baru dan  jauh dari kota ini. Semoga dengan kepergian kami, bunda bisa bahagia. Bunda nggak merasa terbebani lagi dan hidup bunda tenteram," sahut Vita mencoba tegar.

Takdir Cintaku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang