Part 11

13.9K 149 0
                                    

Kringggg....kringgg suara alarm menggema diseluruh sudut kamar Gibran membangunkan Lily yang larut dalam mimpinya.

Dengan jengkel ia menggebrak alarm yang berdiri kokoh di atas meja nakas, matanya mencoba menerawang ke arah luar jendela disambut matahari yang tersenyum begitu terangnya.

Tak lama ia mengambil posisi duduk dengan merentangkan tangannya lebar-lebar "ka Jani mana kak??" Tanyanya sembari terus mengucek mata menyadarkan diri sepenuhnya.

Gibran tengah sibuk memakai dasi di dadanya menoleh lalu berjalan ke arah Lily. Mengecup puncak kepala adiknya pelan "udah bangun? Jani ada di kamarnya"

"Mau mandi dulu atau mau ikut sarapan bareng?" Gibran berjalan mengambil gagang pintu siap untuk keluar

"Mandi dulu deh"

Disisi lain Rinjani terduduk di samping ranjang miliknya, dengan hembusan nafas kasar ia menyusuri pikirannya yang ramai. Terus terulang di kepalanya bagaimana bejatnya Gibran meniduri nya di samping Lily.

Air matanya tersembul di ujung mata Rinjani, ia menelan ludahnya susah payah. Dengan perasaan setengah putus asa ia mencoba menjalani hari ini dengan baik. Kembali ia mengambil tas yang berada di samping nya membuat beberapa isinya berjatuhan ke lantai.

Beberapa obat-obatan berceceran di lantai, dan amplop putih berisi diagnosis dari psikolog pribadinya. Ya Rinjani mengidap PTSD ( post-traumatic stress disorder ).

Ia memeriksa dirinya sendiri ke psikolog saat pertama kali Gibran melecehkan dirinya, karna semenjak itu Jani memiliki trauma dan selalu bermimpi buruk, membuatnya cemas berlebihan hingga mengganggu aktivitas nya. Sampai pada akhirnya psikolog mendiagnosis dirinya mengidap PTSD.

Saat membereskan barang-barang nya ia teringat sesuatu membuatnya cepat membuka laci meja belajarnya, ada handphone lamanya yang sudah rusak sedikit hancur karna Gibran lempar waktu itu.

"Ini bisa di Jadiin barang bukti ga ya?" Gumam nya

Lalu Jani berdiri menatap ke arah cermin melihat beberapa memar di wajahnya sedikit memudar. Tak lama ia berjalan ke kamar mandi membawa handphone nya, ia membuka seragam sekolah lalu memotret bagian tubuh yang di penuhi luka dan berwarna keunguan.

Lalu dengan cepat ia mencetak semua fotonya pada mesin printer di kamarnya dan memasukan semua barang bukti ke dalam amplop coklat. Tak lupa ia memasukan beberapa baju pada tas sekolahnya, jika rencananya tak berhasil mungkin ia akan kabur dari rumah ini.

Entah mengapa baru sekarang Rinjani memikirkan semuanya, mungkin kemarin-kemarin ia masih merasa takut dan bingung. Mengingat terakhir kali ia mencoba mengadu pada Oma, ia malah habis di siksa oleh Gibran.

*****
Tanpa basa-basi Rinjani membuka pintu mobil dan berjalan ke dalam sekolah meninggalkan Lily dan Gibran.

Saat Lily ingin membuka pintu mobil Gibran mencekal tangan adiknya. "Kenapa kak?" Lily bingung

Gibran mengeluarkan kotak kecil "Lily bisa tolong kasih Jaze ga? Kenal kan ya?"

Dengan ragu Lily mengambil kotak kecil dari tangan Gibran "ini apa kak?" Ia mengocok-ngocok kotak kecil itu mencoba menebak isinya.

"Gatau, itu punya Jaze. Waktu itu ketinggalan di rumah Kaka lupa mau bilang sama Jani"

"Oke nanti aku kasih, Yaudah aku masuk ya" Lily memeluk Gibran sebelum akhirnya keluar dan berjalan menuju gerbang sekolah.

*****
Setelah selesai meeting Gibran kembali keruangannya memeriksa beberapa notif telpon genggam nya ada pesan yang membuatnya membelalakkan matanya terkejut.

" Hi babe, minggu depan aku udah balik ke Indonesia. Aku gak sabar banget ketemu kamu! " - Ayana sheeva aozora

Gibran memijat pelipisnya yang terasa berat. Jika Ayana ke Indonesia, bagaimana Rinjani?. Tunggu, Rinjani?? Memangnya kenapa? Semua orang tau Jani adalah adiknya. Kenapa juga ia bingung dengan Rinjani. Bahkan Ayana bisa tinggal bersamaan dengan Jani di mansion nya.

Gibran kembali membuka beberapa berkas yang sudah menumpuk di atas mejanya, tak berapa lama kemudian telpon genggam nya kembali berdering. Membuatnya tersentak, ia berdiri mengambil jas nya yang mengantung di samping nya lalu berjalan keluar dengan buru-buru.

ia menghampiri meja sekretaris nya "hana tolong print file yang barusan saya kirim, sekarang!"

Dengan cepat Hana berlari mengerjakan apa yang Gibran perintahkan. Tak butuh waktu lama selembar kertas itu ia masukan ke dalam amplop putih.

Dengan wajah yang memerah Gibran menarik amplop putih itu "batalin semua janji hari ini dan besok! Besok saya gak ke kantor"

"Iya pak" jawab hana sopan

Gibran melenggang meninggalkan kantor dengan mobil mewahnya.

*****
Suatu siang yang menggigit Jani mengibas-ngibaskan tangannya kepanasan setelah olahraga.

Jaze berjalan melempar air mineral dingin dengan sigap Rinjani menangkapnya "gila! ni guru ngaco bikin jam olahraga siang bolong begini" keluh Jaze duduk disamping Rinjani membasahi kepalanya dengan air dingin lalu menyipratkan ke kanan dan ke kiri.

Jani menenggak minumannya dengan cepat lalu melempar sampahnya pada wajah Jaze. "Rinjani! Gua tabok lu ya!"

"Basah badan gua kena rambut lu!" Bentak Rinjani tak kalah kesal

Dengan sengaja Jaze kembali menyipratkan air di tangannya pada wajah Rinjani membuat Jani naik pitam "Jaze!!!" Jani menendang paha Jaze yang duduk di samping nya dibalas kekehan Jaze.

"Gua mau ganti baju ah mau ke kelas" sambung Jani

"Yaudah sana! Ribet ada lu" ledek Jaze mengangkat kedua kakinya ke bangku yang diduduki Rinjani barusan

Belum sempat Jaze menelentangkan tubuhnya Jani kembali menarik baju Jaze membuatnya terpaksa berdiri "lu juga ganti baju! Bentar lagi jam olahraganya kelar"

Jaze menepis tangan Rinjani ia berdecak kesal "bawel banget" Jaze merangkul Jani menyeretnya.

"Jaze bau! Lu kan keringetan" Jani mencoba membuang tangan Jaze dari pundaknya.

"Yeee keringet gua mah wangi" Jaze semakin mengeratkan rangkulan nya sembari terus berjalan "nihhhh cium..."

Mereka terkekeh sepanjang berjalan ke dalam kelas, lalu Jaze melepaskan rangkulan nya saat tiba di kelas.

Tak lama bel berbunyi nyaring di seluruh sudut sekolah Jani menendang tulang kering Jaze membangunkan nya dari tidur.

"Akhh.. lu aja sono lah jangan ganggu gua ngantuk nih" gerutu Jaze kembali menenggelamkan wajah di tangannya.

"Dih emang apaan? Gua belom bilang apa-apa" Jani menjambak rambut temannya itu sampai wajahnya menghadap ke arahnya.

Jaze mengembuskan nafas malas "lu mau ngajak ke kantin, trus ke perpus kan?"

Matanya membulat dengan senyum lebar menampakkan lesung pipi di samping bawah bibirnya "ada kemajuan lu temenan sama gua, kok bisa tau si?"

Jaze menepis tangan Jani yang masih setia menjambak nya "lu kan tiap hari aktivitasnya gak berubah! Anak balita juga hafal kalo kelakuan lu tiap hari gak ganti-ganti"

"Yaudah ayo" kini gantian Jaze yang menarik Rinjani berdiri.

Rinjani ( SELESAI )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang