Warning:
|typo bertebaran|
|Hasil iseng|
|Slow update|"Lompat.." ucap pemuda dengan sorot mata tajam pada pemuda lain berwajah malas yang terus terlihat menghela nafasnya.
"Lo budeg ya, Devon bilang lompat jadi cepetan Lo lompat." kata Xaren, pemuda yang berdiri di samping Devon sang leader dari Devils line.
"Haaaah, kalian pengen gw mati ya?" ucap pemuda malas itu setelah menghela nafas untuk sekian kalinya.
"Itu karena salah Lo sendiri, berani-beraninya Lo ganggu urusan kita." Shane berdiri di belakang Daren, di sampingnya juga ada Wira yang hanya mengangguki ucapan Shane.
"Kan udah gw bilang, gw cuma kebetulan pengen tidur di rooftop, jadi gw gak maksud buat ganggu kalian." Raska menghentikan ucapannya lalu menarik nafas dalam-dalam, berbicara sedikit panjang saja membuatnya hampir kehabisan nafas.
"Lagian kalian kurang kerjaan banget sih, masa cewe kalian pukulin udah kaya banci aja tau gak." lanjut Raska, tanpa melepas raut wajah malasnya.
Bisa-bisanya Raska tetap santai di situasi hidup dan mati seperti saat ini, ia bahkan sudah berdiri di tepi rooftop sekolahnya yang tidak dilindungi oleh pagar pembatas.
"Sayangnya gw gak peduli, yang gw tau Lo udah ganggu kesenangan gw dan hukuman yang pantas adalah mati." Devon menatap penuh kebencian pada Raska.
"Iya, iya gw lompat nih. Lagian gw juga udah bosen kok sama hidup gw, tapi kalian jangan nyesel ya kalau gw beneran sampai mati." Raska melihat kebawah.
Terlihat cukup tinggi baginya, karena mereka berada di atas lantai 3 gedung sekolahnya.
Asal kalian tahu saja, Raska tidak sedikitpun takut jatuh dan terluka. Toh ia tidak pernah sedikitpun merasakan sakit jika tubuhnya terluka, mungkin karena terlalu sering disiksa oleh ayah dan kedua abangnya membuat tubuh Raska kebal akan rasa sakit.
Justru ia berharap langsung mati setelah jatuh dari tempatnya berdiri, ia ingin segera bertemu dengan bundanya tapi tidak berani untuk mengakhiri hidupnya sendiri karena masih ingat dosa. Tapi sekarang kondisi berbeda, paling tidak ia mati karena pembullyan bukan dengan sengaja membunuh dirinya.
"Kenapa diam, gw tau sebenarnya Lo takut kan?" Wira tersenyum miring, sedikit meremehkan keberanian Raska.
"Gw gak takut kok, cuma mikir aja apa gw bakal langsung mati kalau lompat dari sini. Atau mending kita pindah ke tempat yang lebih tinggi aja." ucapan Raska membuat mereka terkejut, apa yang sebenarnya dipikirkan pemuda malas itu.
Devon maju, mendorong tubuh Raska secara tiba-tiba. Ia merasa di remehkan oleh perkataan pemuda di hadapannya, tubuh Raska kehilangan pijakannya. Raska seperti melayang, namun dengan cepat tubuhnya jatuh menghantam permukaan lantai di bawahnya.
Raska tersenyum lega, ia menatap langit untuk terakhir kalinya. Sedangkan di sekitar tubuhnya kini di kerumunan siswa siswi yang ada di sekitar tempatnya jatuh, mereka terlihat tidak percaya, beberapa orang bahkan terlihat histeris dan panik.
Rembesan darah keluar dari kepalanya diiringi pandangannya yang semakin memburam, ia tidak merasakan sakit meskipun tubuh terluka parah. Raska menutup matanya perlahan, mengabaikan pekikan khawatir disekitarnya.
"Ah, gw harap kalian bahagia setelah kepergian gw. Bunda tunggu Raska ya, Raska datang menemui bunda." batin Raska, setelahnya mata dengan manik coklat itu menutup matanya.
Namun nyatanya, harapan yang Raska ucapkan sebelum mati tidak lah terwujud. Dia menghela nafasnya pelan saat pertama kali membuka matanya, ia merasa sedikit kesal. Kenapa ia tidak menemui sang bunda di alam baka dan kenapa ia malah terbangun di tempat dengan nuansa putih.
Tubuhnya terasa sulit di gerakkan, ia merasa wajar mungkin karena patah tulang saat jatuh dari atas gedung sekolahnya. Ia melirik kesamping, dilihat seorang wanita asing sedang menutup mulutnya dengan pipi yang di basahi air mata.
Raska menautkan alisnya, siapa wanita itu? Ia tidak mengenalinya dan juga kenapa dia menangis seperti itu.
"Akhirnya kamu bangun sayang, maafin mama karena sudah lalai menjagamu." sayup-sayup Raska mendengar ucapan wanita itu.
Secara tiba-tiba, Raska merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Serpihan-serpihan ingatan muncul dikepalanya, tapi ingat siapa? Dan juga apa yang sebenarnya terjadi, bukankah seharusnya ia sudah mati, tapi kenapa ia malah terbangun dengan ingatan asing.
Tapi yang membuatnya terkejut, kenapa di bisa merasakan rasa sakit lagi, bukankah tubuhnya sudah kebal dengan rasa sakit.
Raska memejamkan matanya, meskipun wanita di sampingnya terus menanyakan keadaannya. Ia hanya malas untuk bersuara apalagi berpikir tentang apa yang terjadi padanya saat ini. Raska hanya ingin tidur, mengisi tenaga yang terbuang percuma akibat rasa sakit di kepalanya.
Karya ke3 aunty, tadinya mau publish sekuel dari " Rafa's life story" tapi gak jadi maaf ya semuanya 🙏..
Entah kenapa jalan cerita ini lebih banyak muter di otak aunty di bandingkan sekuel Rafa,.
Jadi yang buat yang nunggu sekuelnya Rafa, harap lebih bersabar ya. Dan buat cerita ini juga mungkin akan slow up, karena aunty masih fokus sama Mika "CONFESSION (second chance)"..
Buat reader yang baru mengikuti aunty, diharapkan untuk membaca karya lainnya juga ya.
See you next chapter 🤗
Bye bye_Cieenda_
KAMU SEDANG MEMBACA
ARASKA (Give Me Your Life) ✓
Teen FictionBUKAN BXB, BL, BROMANCE ATAU SEMACAMNYA, OK Genre: transmigrasi, family, slice of life, brothership, fiksi remaja, romance. Raska telah kehilangan rasa sakitnya. Sebanyak apapun orang lain melukainya, ia tidak pernah meringis kesakitan. Wajahnya sel...