Kehamilan (63)

886 59 10
                                    

___

Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi 🤍
Tetap jaga iman dan imun 🤍

Happy Reading!

***

Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB, Khafa sudah bangun dan merasakan mual yang teramat sangat. Rafa yang merasakan pergerakan dari ranjang membuat Rafa mengerjapkan matanya. Nyawa Rafa belum sepenuhnya kumpul, tapi ia bisa melihat istrinya berlari ke arah kamar mandi.

Bergegas, Rafa pun berjalan menuju kamar mandi menyusul istrinya tersebut. Begitu pintu sudah terbuka, Rafa dapat melihat istrinya tersebut sedang muntah dan mengeluarkan isi perutnya. Satu tangan Khafa berpegangan di pinggiran wastafel dengan keran air yang mengucur deras.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Rafa sembari memijit tengkuk istrinya.

Khafa tidak menjawab, tubuhnya terasa lemah dengan wajah pucat disertai kepala yang terasa berdenyut.

"Mungkin ini yang dinamakan Morning Sickness, Mas," ucap Khafa dengan napas memburu.

Rafa memang sudah tahu bila istrinya tersebut tengah hamil. Rafa diberitahu oleh Khafa sebelum mereka terlelap tidur tadi malam.

"Mending, Mas buatkan aku teh hangat aja, ya. Aku enggak pa-pa kok ini."

"Beneran nggak pa-pa mas tinggal?" tanya Rafa khawatir.

"Nggak pa-pa, Mas. Ini nikmatnya jadi bumil, Mas," ucap Khafa sambil melukiskan senyuman.

"Oke, mas tinggal sebentar, ya," ujar Rafa sambil mencium kening Khafa lalu berlalu keluar kamar mandi.

Khafa membasuh wajahnya supaya terasa segar. Rasa mual yang Khafa rasakan, tak kunjung hilang. Khafa menarik napas lalu mengembuskannya. Merasa sedikit membaik, Khafa berjalan ke kembali ke kamar.

"Masya Allah, Nak. Nikmati banget ngandung kamu," ucap Khafa sambil memejamkan matanya.

Rafa masuk ke kamar dengan membawa nampan berisikan teh dan roti. Khafa langsung menyandarkan tubuhnya kemudian menunjuk air mineral yang memang tersedia di atas nakas.

Khafa meneguknya sedikit, tetapi perutnya kembali mual. Khafa kembali turun dari ranjang untuk kembali ke kamar mandi dan mengeluarkan isi perutnya. Hanya cairan lambung saja yang keluar dan terasa sangat pahit.

Rafa yang tak tega pun langsung menggendong tubuh istrinya lalu kembali membaringkan tubuh Khafa di ranjang.

"Apa yang kamu rasakan, Sayang?"

"Aku lemes. Pusing, Mas."

"Dicoba makan roti, ya, perut kamu kosong itu karena makanannya udah keluar semua."

Rafa memotongkan roti menjadi bagian yang lebih kecil, kemudian menyuapkan kepada Khafa. Khafa menerima suapan dari suaminya lalu mengunyah dengan perlahan, terasa masih mual, tapi Khafa masih bisa menerimanya sehingga roti tersebut pun habis tak tersisa

"Minum teh aja, ya? Mana tahu nggak mual."

Khafa menggangguk lalu meneguk teh hangat tersebut dengan pelan. Bersyukur, teh tersebut bisa diterima oleh lambungnya. Khafa kembali berbaring, masih ada waktu untuknya tidur sebelum subuh menyapa. Rafa menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh istrinya. Kemudian, Rafa memijat kepala Istrinya dengan pelan. Tak lama, perempuannya tersebut kembali memejamkan mata.

"Yang kuat, ya, Sayang," lirih Rafa sambil mencium kening Khafa.

***
Pagi telah tiba, semua keluarga pun sudah berkumpul di tempat makan. Bahkan, Zayno, Melza juga Darlen berada di sana. Zayno serta Melza sangat bersyukur dengan keadaan Rafa juga Darlen yang baik-baik saja. Selesai sarapan, semua orang kembali ke aktivitas masing-masing.

Sedangkan Sary masih mendekap putranya tersebut. Yang kemarin membuatnya jantungan, tetapi sekarang ia lega melihat Rafa sehat begini.

"Mama masih kangen sama kamu, Nak."

"Rafa juga kangen sama mama Rafa yang cantik ini," ucap Rafa seraya mengulas senyuman.

"Jangan buat mama jantungan kayak kemarin, ya, Rafa. Udah cukup sekali aja ah," kata Sary dengan bibir cemberut.

"Maaf, ya, Ma udah buat Mama khawatir. Rafa akan usahakan terus ngabarin Mama kalau lagi ke luar kota," ucap Rafa sambil mencium kedua pipi mamanya.

"Awas kalau kamu bohong, ya. Mama tarik tuh bulu hidung kamu kalau bohong."

Rafa tergelak mendengar ucapan dari Sary. Sungguh, ia sama sekali tak bermaksud membuat sedih semua orang. Namun, Rafa merasa senang jika masih banyak orang yang peduli akan kehadirannya di dunia ini.

"Rafa sayang sama Mama."

***
Tak terasa kehamilan Khafa sudah memasuki 16 Minggu yang merupakan kehamilan trimester kedua. Bahkan, tonjolan perut Khafa sudah mulai terlihat dengan jelas. Bahkan, di periode ini, janin rata-rata sudah memiliki panjang sekitar 12,4 cm jika diukur dari kepala hingga bokongnya, 18 cm jika diukur dari kepala hingga ujung tumit kaki, dan memiliki berat sekitar 144 gram.

"Selamat pagi anaknya papa," ucap Rafa sambil mengusap lembut perut istrinya tersebut.

Khafa terusik dalam tidurnya lantaran Rafa mencium seluruh permukaan wajahnya membuat istrinya tersebut menggeliat. Perlahan, mata Khafa mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.

"Bangun, Sayang. Sebentar lagi subuh," ujar Rafa dengan lembut membuat Khafa langsung bangkit lalu memeluk Rafa yang masih berdiri.

"Kamu udah wangi aja sih, Mas. Aku suka jadinya."

"Kamu aja yang masih bau," ucap Rafa membuat Khafa tertawa.

Rafa menunduk sedangkan Khafa mendongak untuk menatap wajah tampan suaminya. Kemudian, Khafa kembali menenggelamkan wajahnya di perut Rafa.

"Lah, malah makin meluk. Mas mau ke masjid, Sayang," ujar Rafa sambil mengelus rambut istrinya.

"Kangen."

"Padahal, kita ketemu tiap hari," kata Rafa seraya menggeleng heran.

"Hehehe. Nggak liat kamu semenit aja aku udah dilanda rindu yang menggebu, Sayang," ucap Khafa menyengir kuda lalu melepaskan pelukannya.

Semenjak hamil, Khafa memang bertambah manja juga centil membuat Rafa semakin suka. Kemungkinan besar bawaan dari anak mereka.

"Ya udah, kamu nanti kekepin mas aja, ya, tapi sekarang mas mau ke masjid dulu.

Rafa mencubit gemas pipi istrinya. Semakin hari, pipi Khafa semakin berisi dan itu yang membuat Rafa semakin gemas dengan istrinya tersebut.

"Gemes banget."

"Cium dong kalau gemes," ujar Khafa manja membuat Rafa terkekeh.

"Kebetulan wudu mas juga udah batal sekalian aja deh dicium istri cantiknya Rafa ini," ucap Rafa sambil mencium pipi istrinya lalu mencium perut istrinya.

"Papa pergi subuhan dulu, ya, Nak. Nanti, kamu salat sama mama di rumah," ucap Rafa sambil mengusap perut Khafa dengan lembut.

"Iya, Papa. Siap," jawab Khafa dengan suara anak kecil, mendengar hal tersebut membuat Rafa tersenyum.

"Ya udah, mas pamit, ya," ujar Rafa membuat Khafa mengambil tangan Fafa lalu mencium takzim punggung tangan suaminya.

"Kamu wudu di masjid?"

"Iya," jawab Rafa seraya mengangguk.

"Hati-hati, Mas."

"Kamu juga, ya, hati-hati di rumah. Assalamualaikum, Cantik."

"Wa'alaikumussalam."

Ketika pintu kamar sudah tertutup. Khafa langsung masuk ke dalam kamar mandi setelah mengikat rambutnya. Beres mandi. Khafa langsung melaksanakan salat subuh lalu dilanjutkan membaca Al Qur'an. Kemudian, Khafa mengelus perutnya sembari melantunkan sebuah doa yang dibaca oleh Nabi Ibrahim.

رَبِّ اجۡعَلۡنِىۡ مُقِيۡمَ الصَّلٰوةِ وَمِنۡ ذُرِّيَّتِىۡ‌‌ ۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلۡ دُعَآءِ‏

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."

***

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang