Belajar Ikhlas (61)

599 52 10
                                    

____

Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi 🤍
Tetap jaga iman dan imun 🤍

Happy Reading!

***

Naya baru sempat untuk melihat keadaan sahabatnya tersebut. Sehabis pulang mengajar, Naya langsung bergegas ke rumah mertua Khafa. Ketika akan masuk ke dalam rumah, Naya melihat Raga yang duduk di teras rumah dengan pandangan kosong. Naya menghela napas lalu memilih menyapa Raga terlebih dahulu.

"Hai, Raga," sapanya membuat lelaki itu melirik Naya sekilas lalu berdehem.

"Khafa ada di sini, 'kan?"

"Ada," jawab Raga singkat.

Naya yang mendengar hal tersebut pun langsung duduk di kursi yang berbeda dengan Raga.

"Kenapa kamu malah duduk di sini?"

"Raga, gue tahu apa yang lo rasain sekarang. Tapi, Ga, jika Allah mengizinkan adek beserta daddy lo selamat maka mereka akan baik-baik aja. Namun, jika hal terburuk yang terjadi, lo harus bisa Ikhlas."

Naya tidak melihat perubahan raut wajah dari Raga pun menghela napas lalu Naya melanjutkan ucapannya.

"Gue tahu, Ga ikhlas itu nggak mudah, tapi yang kita lakukan sekarang hanya bisa berpasrah diri untuk menghadapi takdir dari Allah. Gue yakin, lo laki-laki kuat, Ga. Semangat, Raga!"

Naya memberikan semangat kepada Raga membuat lelaki 26 tahun tersebut menoleh seraya tersenyum sangat tipis lalu mengangguk membuat Naya mengembuskan napas lega seraya menampilkan senyuman lebarnya.

"Kalau gitu gue masuk dulu, ya. Ooiya, Khafa di mananya?"

"Saya rasa dia masih di dalam kamar. Soalnya, semenjak kemarin Khafa jarang keluar dari kamarnya."

"Oh gitu, oke deh. Makasih, Raga."

Naya masuk ke dalam rumah seraya mengucapkan salam dan dijawab oleh ART keluarga Abin. Naya juga diberitahu ART tersebut di mana letak kamar Khafa. Naya mengucapkan terima kasih lalu masuk ke dalam kamar Rakhafa.

Hati Naya teriris melihat keadaan Khafa yang sangat kacau. Perlahan, Naya mendekati Khafa lalu duduk di samping sahabatnya tersebut.

"Assalamualaikum, Khafa."

Khafa menoleh lalu mengulas senyuman tipis melihat kehadiran Naya. "Wa'alaikumussalam, Naya," jawabnya.

"Rencana Allah itu pasti indah, Fa. Gue nggak tahu harus bilang apa, tapi gue yakin lo adalah perempuan kuat."

Khafa tersenyum getir mendengar ucapan dari Naya. Di saat seperti ini, Khafa memang butuh dukungan dari orang-orang terdekatnya.

"Jangan nangis terus dong, Khafa. Wajah lo udah sembab begini. Kasihan si dedek ngerasain sedih juga karena ibunya sedih begini," tutur Naya sambil menghapus jejak air mata Khafa.

"Dia pasti lebih sedih kalau tahu ayah beserta kakeknya udah nggak ada, Nay," ucap Khafa dengan suara pelan.

Naya memegang kedua bahu Khafa. "Khafa, jika Allah mengizinkan Rafa juga Om Darlen selamat kalian pasti bisa bersama kembali. Namun, jika takdir Allah berkata lain, lo harus benar-benar ikhlas. Soal, anak lo sedih atau enggak itu hal manusiawi, Fa, tapi lo harus tetap jadi support system dia kelak. Udah, ya, jangan nangis terus," ucap Naya yang masih mengusap air mata Khafa yang terus saja menetes tanpa henti.

"Lo tetap harus jaga kesehatan, Khafa. Pikirin juga tentang si dedek. Pasti, dia juga nggak mau lihat mamanya nangis kayak begini."

Khafa merenungi ucapan dari Naya. Khafa membenarkan ucapan dari Naya. Jika ia sedih pasti anaknya tersebut merasakan juga di dalam sana. Apalagi, ia ingat jika ibu hamil tidak boleh stress.

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang