Keikhlasan (51)

736 52 24
                                    

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada."

~Sapardi Djoko Damono~

Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi 🤍
Tetap jaga iman dan imun 🤍

Happy Reading!

***
Khafa mengerjapkan matanya yang terasa sangat lengket. Wanita 24 tahun tersebut sudah lebih tenang daripada sore tadi. Jam menunjukkan pukul 23.00 WIB, tapi semua orang masih setia menunggu Khafa. Khafa menoleh ke arah samping di mana sang ibu menatap ke arahnya dengan tersenyum.

"Kok udah bangun, Fa? Masih malam ini," kata Melza.

"Udah nggak ngantuk, Bu," kata Khafa membuat Melza terkekeh kecil.

"Gimana keadaan kamu?"

"Jauh lebih baik, Bu."

"Alhamdulillah."

Kemudian, Melza membantu Khafa untuk duduk dan Sary mendekat ke brankar menantunya tersebut.

"Udah enakkan, Sayang?" tanya Sary dibalas seulas senyuman oleh Khafa.

"Udah, Ma."

"Perasaan kamu?" tanya Sary dengan hati-hati.

"Sudah lebih lega daripada sore tadi, Ma. Khafa juga udah belajar ikhlas untuk semua kejadian ini. Semua ini pasti akan ada hikmahnya. Tidak berguna juga kalau Khafa berlarut-larut dalam kesedihan."

"Nah, gitu dong baru namanya anak ibu," ucap Sary sambil mengangkat kedua jempolnya membuat Khafa tertawa.

"Tadi, mamanya Nadhira mau ngeliat kamu, tapi mama enggak kasih izin, Fa. Ooiya, soal Nadhira, rencananya mama mau laporin dia ke pihak berwajib."

Mendengar ucapan dari mertuanya membuat Khafa langsung menggeleng dengan kuat membuat Sary mengerenyit heran.

"Jangan laporin Nadhira, Ma."

"Kenapa, Fa? Dia udah bertindak kriminal loh," ucap Melza dengan cepat.

Khafa mengembuskan napasnya secara perlahan lalu menatap kedua wanita paruh baya tersebut secara bergantian.

"Khafa mau kasih kesempatan kedua untuk Nadhira, Ma, Bu. Lagian, ngelaporin Nadhira ke pihak berwajib enggak buat calon anakku kembali. Jadi, lebih baik gausah. Cukup Nadhira minta maaf dan merasa bersalah aja," ucap Khafa dengan senyuman tipis.

"Kamu yakin, Fa?"

"Khafa yakin, Ma," jawab Khafa sambil mengangguk.

"Yaudah lah kalau itu keputusan kamu."

Kemudian, muncullah Raga, Revan juga Khafi yang segera mendekat ke arah Khafa yang sudah terbangun. Khafi mengelus kepala saudari kembarnya membuat Khafa menoleh lantas tersenyum.

"Di mana Rafa, Raga?" tanya Sary kepada putra sulungnya tersebut.

"Tadi sih, Raga lihat masih di mushola, Ma. Mungkin lagi ber-tafakur," jawab Raga membuat Sary mengangguk.

"Beneran tafakur, Bang?"

"Kayaknya iya sih, Fa. Soalnya, dia kelihatan merenung gitu sambil dzikir."

Mendengar jawaban dari Raga membuat Khafa mengangguk. Lalu, pandangannya sekarang tersorot kepada ibu serta mertuanya.

"Ibu sama Mama pulang aja untuk istirahat. Khafa enggak mau, Ibu sama Mama sakit karena nungguin Khafa semalaman di sini."

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang