Fakta Yang Mengejutkan (16)

951 71 2
                                    

"Terkadang, hidup sebercanda itu."

~Kepingan Hati~

Jangan lupa ngaji dan Shalawat Nabi 🤍
Tetap jaga iman dan imun 🤍

Happy Reading!

***

Memanfaatkan hari libur, Khafa penuh semangat dengan niat untuk membuat bolu gulung. Dalam persiapannya, gadis ini merencanakan untuk membeli semua keperluannya di warung yang dikelola oleh Bu Tiyota, seorang pedagang lokal yang terkenal dengan barang-barang berkualitas. Khafa yakin bahwa bahan-bahan yang diperoleh dari warung tersebut akan memberikan hasil yang lebih baik untuk kreasi bolu gulungnya. Setelah merampungkan daftar belanjaannya, Khafi naik ke atas motor dengan antusias, tetapi datang langsung menahan motor tersebut membuat Khafa memandang adiknya tersebut dengan heran.

"Khafa, pakai helm dong!" Khafi memberikan helm berwarna biru langit kepada saudari kembarnya tersebut.

"Cuma mau ke warung di depan sana, Fi," ujar Khafa malas.

"Iya, gue ngerti, lo mau ke warung sana. Emang kalau dari sini ke warung aspalnya lembek? Nggak, Fa!"

Khafa menggeleng malas mendengar ucapan Khafi. "Biasanya juga gue nggak pake helm cuma ke sana, dong," gerutu Khafa.

"Ya, kan kita nggak pernah tahu, Fa. Tiba-tiba terjadi apa-apa. Gimana kalau aspalnya ngelawan lo? Please, nurut sama gue!" Khafa mengiyakan ucapan Khafi tanpa banyak berdebat. Khafi langsung memasangkan helm di kepala Khafa. Setelah helm terpasang, Khafa melajukan motornya.

Tidak lama kemudian, Khafa kembali dengan tentengan belanjaan untuk membuat kue gulung yang dibawanya masuk ke dalam rumah. Belanjaan itu penuh dengan bahan-bahan segar yang akan digunakan untuk menciptakan hidangan lezat. Khafi melihat kembarannya melenggang ke dapur, membuat lelaki itu segera menyusulnya.

"Ngapain, Fa?" tanya Khafi, melihat Khafa memecahkan telur.

"Menurut lo, kalau gue lagi gini ngapain?" Khafa melirik tajam Khafi, membuat lelaki itu terkekeh.

"Gue bantuin deh!" seru Khafi antusias.

"Enggak! Pergi lo!" Khafa menarik tangan Khafi keluar dari dapur, memproklamirkan wilayah kekuasaannya.

"Bantuin doang, Fa ... masa nggak boleh?" Khafi berkedip-kedip supaya tidak diusir oleh saudari kembarnya tersebut.

"Lo nanti aja bantunya," ujar Khafa membuat Khafi menatap heran.

"Emangnya bantuin apa, kok harus nanti?"

"Bantu makan!" Khafa mendorong tubuh Khafi sekuat tenaga, tetapi lelaki itu hanya bergerak beberapa sentimeter.

"Pergi!" Khafi menghela napas dan pergi. Khafi tahu bahwa memaksa Khafa tidak akan berhasil.

"Bagus!" seru Khafa setelah Khafi menghilang dari pandangannya. Gadis itu kembali sibuk dengan kegiatannya.

Khafa memadukan tepung terigu, telur, gula, dan mentega dengan penuh ketelitian, menciptakan adonan lembut yang harum. Setelah mengoleskan adonan di atas loyang, Khafa kemudian menambahkan selai strawberry yang dia buat sendiri untuk memberikan sentuhan istimewa pada kue gulungnya. Sementara aromanya mulai menyelimuti seluruh ruangan, Khafa dengan sabar menunggu kue matang di dalam oven.

Ketika kue gulung keluar dari oven dengan warna keemasan yang sempurna, Khafa merasa bangga dengan hasil karyanya. Ia dengan hati gembira melipat kue gulung itu dan menyajikannya dengan indah di atas piring. Akhirnya, Khafa selesai dengan kegiatannya. Bolu gulung itu sudah tertata cantik di atas meja. Khafa mengambil ponselnya dan memotret hasil karyanya.

"Widih, udah jadi nih! Pasti enak banget," kata Khafi yang tiba-tiba muncul di belakang Khafa, membuat gadis itu terkejut.

"Lo bisa nggak sih, nggak buat kaget?"

Khafi menyengir mendengar nada kesal dari Khafa. Lelaki itu langsung mendudukkan dirinya di kursi dan mencomot bolu gulung itu.

"Masya Allah... enak banget, Fa!" seru Khafi jujur. Mata lelaki itu berbinar.

Khafa tersenyum dan mencoba bolu gulung buatannya sendiri. "Iya, bener, Fi. Padahal, gue baru nyoba buat nih bolu gulung."

"Kukira cupu ternyata suhu," canda Khafi sambil merangkul Khafa.

"Besok-besok buatin gue yang banyak, ya."

Khafa melepaskan rangkulan kembarannya. "Enak aja lo. Bayar dong!" ujarnya disambut tawa dari Khafi.

"Iya-iya, gue bayar, ya, tapi nanti pas gue gajian." Khafi tersenyum sambil menepuk kepala Khafa. Khafa merasa sedih mendengar itu.

"Loh, muka lo kok jadi sedih gitu?"

"Gue bercanda kok, Fi. Nanti, gue buatin lagi gausah bayar." Khafa menyandarkan kepalanya di lengan Khafi, membuat lelaki itu tertawa.

"Gue tau kali, kalau lo bercanda. Lagian, beneran juga nggak pa-pa. Jangan baperan deh, Fa."

Ketika Khafa ingin menimpali ucapan Khafi, datanglah Melza yang langsung duduk di hadapan keduanya. Khafa menegakkan tubuhnya dan menatap sang ibu penasaran.

"Kalian ngapain?"

"Ini lagi makan bolu gulung. Enak, Bu," ujar Khafi sambil menyodorkan bolu gulung itu ke hadapan Melza.

"Siapa yang buat?" tanya Melza sambil mencomot satu potongan bolu gulung itu.

"Khafa dong, Bu," ujar Khafa dengan senyuman secerah mentari pagi.

Melza mengangguk dan mengunyah bolu gulung buatan Khafa. Melza menatap Khafa tak percaya, bahwa bolu gulung buatan Khafa benar-benar enak. Melza baru tahu bahwa putrinya bisa membuat bolu gulung.

"Belajar di mana? Kok enak." Melza mengambil satu potong bolu gulung lagi.

"Kemarin minta diajarin sama Vanka, Bu. Eh, Khafa baru nyoba sekarang. Ternyata bisa seenak itu," ucap Khafa dengan mata berbinar. Mendengar itu, Melza mengangguk-angguk.

Dengan sigap, Khafi menuangkan air ke dalam gelas dan menyodorkan ke hadapan ibunya. Dengan senang hati, wanita paruh baya itu meneguk air mineral itu.

"Ibu mau ngomong serius sama kalian," ucap Melza sambil meletakkan gelas di atas meja.

Tentu saja, anak kembar itu langsung menatap sang ibu penasaran. Melza mengambil napas panjang, menatap kedua anaknya dengan bola mata berkaca-kaca.

"Kenapa, Bu?" tanya Khafa khawatir.

"Ibu..."

"Ibu ngomongnya pelan-pelan aja, ya," ujar Khafi sambil mengelus punggung tangan sang ibu.

Melza menarik napas, mengembuskannya perlahan. Wanita itu melakukan sebanyak tiga kali. Setelah rileks, Melza kembali menatap keduanya serius.

"Ibu mau ngomong tentang status kalian. Sebenarnya, kalian bukan anak kandung ibu dan bapak."

Keduanya menatap satu sama lain dan kemudian ke arah sang ibu dengan pandangan tak percaya.

"Jangan bercanda, Bu," ujar keduanya bersamaan.

"Ibu nggak bercanda. Sebenarnya, kalian itu anak dari adik bapak," tutur Melza membuat keduanya menggeleng.

"Jangan ngeprank, Bu!"

"Ibu mengatakan fakta yang sebenarnya," ujar Melza dengan air mata yang mengalir.

"Ja-jadi?"

"Ada suatu hal yang membuat kalian diasuh oleh ibu dan bapak. Ibu baru tahu, Fa ... kalau kamu nanti menikah harus mengikutkan binti dari ayah kandung kamu. Makanya, ibu harus ceritakan ini. Kamu tau sendirikan, ibu dan bapak masih terlalu jauh dari agama. Bersyukur, Bu Denden mau sharing sama ibu. Ibu pikir, kamu bisa pakai binti bapak karena posisi bapak itu abang dari ibu kandungmu. Ternyata nggak bisa, Fa. Nasab kamu tentu terhubung dengan ayah kandungmu," jelas Melza.

Penjelasan Melza membuat Khafa mematung dan Khafi juga tidak merespon apapun. Otak lelaki itu masih mencerna ucapan dari sang ibu. Sedangkan Melza sudah banjir air mata. Bagaimana pun, Melza sudah sangat menyayangi keduanya.

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang