Sangat Berarti (12)

1.1K 74 0
                                    

"Khafa itu berarti banget buat gue, Raf. Dia satu-satunya orang yang paling mengerti gue. Kami dari rahim selalu bersama hingga sekarang. Jiwa dan hati kami udah terikat dengan erat. Jika lo nyakitin Khafa itu sama aja nyakitin gue, Raf."

~Khafi Darleando Zayn~

Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi
Tetap jaga iman dan imun 🤍

Happy Reading!

***
Setelah perdebatan alot dan penolakan keras dari Rafa dan Khafa. Akhirnya, keputusan telah ditetapkan oleh Abin bahwa Rafa dan Khafa akan menikah setelah Rafa berusia 19 tahun. Tentu saja, Khafa langsung lemas mendengar hal tersebut. Jika itu benar terjadi, maka beberapa bulan lagi Rafa akan menjadi suaminya.

"Tamat SMA pun. Rafa belum genap 19 tahun, Pa."

"Kamu 19 tahun tepat Februari tahun depan, Rafa. Jadi, tidak masalah jika kita menundanya sampai Rafa benar-benar cukup umur untuk nikah," ujar Sary membuat Rafa menghela napas panjang.

"Nggak bisa tunggu Rafa tamat kuliah saja, Om?"

"Kelamaan, Fa," sambar Sary sebelum suaminya tersebut berbicara.

Lagi-lagi Khafa memijit kepalanya yang terasa mau meledak karena memikirkan ini semua. Gadis itu ingin sekali menghilang dari sini.

"Boleh Khafa bicara dahulu dengan Rafa?" Izin Khafa sembari menatap keempat orang tua di sana.

"Boleh, tapi Khafi mantau kalian dari jauh," ujar Zayno membuat Khafa mengangguk.

Kemudian, ketiganya berjalan keluar untuk duduk di kursi teras sedangkan Khafi duduk di kursi yang lumayan berjarak dari mereka.

"Kamu sengaja jebak saya, ya, Rafa?"

Tentu saja, Rafa langsung menghela napas panjang. Selalu saja, Khafa berburuk sangka padanya. Sungguh, Rafa mana pernah berpikiran akan melakukan hal tersebut kepada Khafa. Rafa sangat menghormati Khafa sebagai perempuan sekaligus gurunya sendiri.

"Bu Khafa, saya mana pernah berpikiran untuk jebak, Ibu. Saya nabrak Ibu karena Ibu berdiri di depan pintu," ujar Rafa berusaha sabar.

"Terus salah saya?"

"Haish. Terus ini jadi salah saya?" tanya Rafa menunjuk dirinya sendiri membuat Khafa mendelik sebal.

"Kamu pikir aja sendiri!"

Rafa mengusap dadanya dengan sabar. Sudahlah, wanita selalu benar kapan pun dan di mana pun.

"Iya, salah saya, Bu. Harusnya saya tadi tidak lari-lari kayak gitu," ucap Rafa pasrah.

"Nah, nyadar juga kamu!"

Khafa tersenyum miring. Rafa hanya mengangguk saja, malas memperpanjang perdebatan. Posisinya selalu salah di mata Khafa. Mana pernah benar Rafa jika berhadapan dengan Khafa.

"Terus ini gimana, Raf? Masa saya harus nikah sama ABG baru mengkel kayak kamu."

Khafa merasa sangat kesal ketika mengingat pernikahan mereka nanti setelah Rafa lulus Sekolah Menengah Atas. Apalagi rentang jarak umur Rafa dengan Khafa membuat Khafa ingin menangis.

"Ibu kok bilang saya ABG baru mengkel sih? Saya itu udah mateng tau," ujar Rafa memayunkan bibirnya.

Gadis berusia 23 tahun itu memutar bola mata malas. Sudah terlihat, bukan? Jika Rafa masih terlihat remaja 18 tahun?

"Pikiran kamu aja masih kekanak-kanakan, Raf. Saya mah ragu nikah sama kamu. Mana brondong lagi," ucap Khafa lesu.

"Keputusan mereka sudah bulat, Bu. Mana mungkin bisa diganggu gugat. Mungkin ini memang cara Allah untuk menyatukan kita," ucap Rafa sambil tersenyum.

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang