3. Ketemu Rafa (Revisi)

1.8K 119 7
                                    

"Jangan terus menolak saya dong. Kalau semesta menginginkan kita bersama gimana? Lagian, kamu mana mungkin bisa menentang semesta."

~Rafa Dwindra Athaya~

Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi 🤍
Tetap jaga iman dan imun 🤍

Happy Reading!

***

Rafa menatap puas kamarnya yang telah berubah warna menjadi biru langit. Bibir lelaki itu membentuk senyuman, warna ini merupakan warna favorite sang pujaan hati. Apa pun yang di sukai oleh gadis itu, pasti Rafa juga akan belajar menyukainya. Ya, Rafa sebucin itu, memang.

"Wah, kesambet apaan lo, Bang? Sejak zaman apa lo suka warna biru langit begini?"

"Sejak zaman Megalitikum," jawab Rafa asal.

"Ngelawak lo? Kok garing amat kek hidup lo."

Tawa puas itu lolos dari bibir lelaki yang sudah duduk di sebelah Rafa. Rafa mendelik mendengar ucapan adik laknatnya itu. Revan Putra Abintara, merupakan adik lelaki Rafa yang merupakan anak dari ayah sambungnya, Abintara Mahesa.

"Gimana kamar gue sekarang, Van?"

"Biasa aja."

"Ucapan lo bisa nggak sekali aja bikin gue bahagia gitu, Van?"

"Lah, ucapan lo juga sering pedes ke gue, Bang."

"Pergi deh lo dari kamar gue! Males gue liat tampang gak seberapa lo itu," cibir Rafa sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Mata Revan langsung melotot mendengar ucapan pedas dari sang kakak.

"HEH! Lo bilang tampang gue gak seberapa? Nyadar oii, gue ini termasuk jajaran cowok tampan di sekolah!"

"Oh, gitu? Terus kenapa bisa di selingkuhi sebanyak tiga kali? Itu menandakan cewek-cewek males liat muka lo."

Rafa menghina adiknya dengan pedas mencapai 10 level membuat Revan meradang. Dengan gerakan cepat, Revan sudah memukul kepala Rafa.

"Ya Allah, punya Abang kok gini amat sih? Bisa retur Abang nggak sih?" gumam Revan sambil mengelus dadanya sabar.

"Mulut lo, Bang! Makin hari makin pedes aja tuh ucapan. Lo tiap hari makan cabe, yak?"

"Kepo amat lo! Udah sana pergi!" usir Rafa dengan sadisnya.

Revan mendengkus sebal mendapat usiran lagi dari Rafa. Revan menyesal memasuki kamar lelaki yang bermulut sambal itu. Dengan perasaan kesal, Revan melangkah pergi meninggalkan kamar Rafa seraya menutup pintu dengan keras.

***

Sudah dua hari Khafi dicuekin oleh kembarannya sendiri karena masalah lelaki itu menyusul Khafa di cafe. Khafa hanya menatap sekilas kembarannya yang terus saja mengoceh. Khafi yang melihat hal tersebut menghela napas panjang.

"Jangan diem aja dong, Fa! Gue 'kan kemarin udah minta maaf dan lo juga udah maafin gue. Terus, kenapa masih nyuekin gue?"

"Ayolah, nggak baik loh marah-marah begini. Nanti pahala Khafa berkurang gimana? Kalau pahala Khafa berkurang, Khafi nggak mau, ya, ganti rugi," lanjut Khafi dengan wajah lesu.

"Sakit woi, pipi gue!"

Khafa menyentak sambil menghempaskan tangan Khafi yang sibuk menguyel-nguyel pipinya.

"Alhamdulillah, akhirnya Khafa terbebas dari bisu sementara."

Ucapan Khafi barusan, sukses membuat Khafa semakin dongkol. Khafi hanya menyengir kuda melihat raut wajah kembarannya tersebut.

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang