Penawar Luka (Part 14)

945 70 1
                                    

"Kalau sudah memutuskan untuk mencintai. Seharusnya, juga bisa menerima segala konsekuensinya dari objek yang dicintai. Cintamu nggak terbalas? Berarti usahanya kurang, kalau pun udah usaha banget. Ingat, kata tukang parkir. Mundur!"

~Rafa Dwindra Athaya~

Jangan lupa ngaji dan shalawat Nabi 🤍
Tetap jaga iman dan imun

Happy Reading!

***

Setelah bertemu dengan Rafa, Khafa lebih banyak merenung dalam keheningan. Ucapan Rafa terus-menerus bergema di pikirannya. Gadis itu menatap langit-langit kamar sambil menghela napas kasar.

"Apakah ketulusan saya masih diragukan, Bu?"

Kalimat itu terus memutar di kepala Khafa, membuatnya merasa kesal dan gelisah. Agar tidak terus menerus terpaku pada pikiran tersebut, Khafa memutuskan untuk keluar rumah dan berjalan-jalan tidak terlalu jauh. Ketika sudah bersiap, hijab terpasang dan tas disampirkan, gadis cantik itu melangkah keluar dari kamar.

Ketika sedang asyik berjalan-jalan, matanya menyipit ketika melihat sosok yang selalu mengisi pikirannya. Di dalam hati, Khafa bertanya-tanya kenapa Rafa berada di sekitar sini. Namun, pertanyaan itu terhenti ketika Rafa terlibat dalam pertengkaran dengan seorang lelaki.

"Bugh!"

Bogeman mentah Rafa terarah ke lelaki tersebut. Khafa mendekat, penasaran dengan kejadian di depannya. Terlihat Rafa menghadapi lelaki tersebut dengan gagah berani, namun tidak lama kemudian, pertarungan itu berakhir dengan cedera di bibir Rafa.

"Lo itu masih bocah! Nggak usah sok jagoan!" hardik lelaki preman tersebut. Rafa mengusap bibirnya yang berdarah sambil tersenyum miring.

"Lo udah tua nggak usah buat dosa juga! Gue nggak terima, abang gue lo hajar sampai babak belur begitu!" seru Rafa dengan penuh emosi.

"Bilang sama abang lo buat terima cinta adek gue!"

Rafa terkekeh sinis. "Kalau adek lo udah memutuskan untuk mencintai, dia juga harus menerima segala konsekuensinya. Cinta adek lo nggak terbalas? Berarti usahanya kurang, kalau pun udah usaha banget, mundur!"

Pertarungan itu membuat Khafa menjerit kesal dan ia memutuskan untuk ikut campur. Dengan berani, Khafa berdiri di tengah-tengah mereka dan berteriak, "Cukup!" Melerai keduanya, Khafa menegaskan agar berhenti berkelahi.

"Minggir lo!" ujar preman tersebut, tapi Khafa menolak.

Mendengar hal tersebut membuat Khafa menggeleng. Ketika preman itu ingin menarik bahu Khafa. Tentu saja, Rafa langsung menepisnya.

"Jangan berani pegang dia!" Rafa mendorong tubuh preman itu dengan kuat.

"Udah-udah. Jangan berantem lagi."

Khafa kembali melerai keduanya. Preman itu tersenyum miring kemudian menatap Rafa bengis. "Untuk hari ini cukup, ya, Bocah!" Rafa yang dipanggil seperti itu tentu tidak terima.

"GUE BUKAN BOCAH!" teriak Rafa kepada lelaki yang sudah berjalan menjauh.

"Ibu kok di sini sih?" tanya Rafa yang tersadar masih ada Khafa di hadapannya. Khafa memutar bola mata malas mendengar pertanyaan tersebut.

"Tempat ini masih dekat dengan rumah saya."

Rafa menyengir kemudian mengaduh. Teringat sudut bibirnya terluka. Khafa langsung mencibir. "Sok jagoan sih."

Kepingan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang