Part 36

2.6K 104 1
                                    

Hii! Hari Minggu udah mau habis, ya. Siap-siap lagi untuk menghadapi hari-hari sibuk dan melelahkan. Gapapa, nanti ada hasilnya. Kalau sekarang capek, istirahat dulu. Beli seblak atau Boba dulu, mungkin.

Anyway, ini 10 part terakhir dari cerita Kinan dan Bara. Cerita ringan kedua yang ku buat. Setelah cerita Kinan selesai ku publikasi semua, ku akan langsung post juga cerita ku yang lain dan semoga suka juga sama ceritanya.

Psst! Ceritaku yang pertama udah coba baca belum? Tentang Aldilla dan Frasa yang sama-sama hadir dari keluarga yang sama sekali gak utuh karena alasan masing-masing. Sedikit tentang nikah muda juga ada di sana. Silakan cek, ya!

Oke. Emm. Selamat membaca! Semoga suka, ya! Tinggalin jejak juga kalau kamu suka.

🐨🐨🐨

Gua kira, perasaan saat mau sidang skripsi tuh mirip sama presentasi biasa. But guys, trust me, rasanya 10x lebih menegangkan dari yang gua bayangin.

Beberapa menit lagi, penentuan gua berhasil atau ngga mempertanggung jawabkan skripsi yang gua buat sendiri.

Entah gua harus bersyukur atau ngga, hari ini cuma gua yang dapet sidang diantara kita berempat. Di satu sisi gua seneng karena artinya penantian ketegangan gua akan segera berakhir, di sisi lain gua sedih karena 3 temen gua masih harus perang sama skripsi masing-masing.

Meskipun cuma gua yang kebagian skripsi hari ini, tapi mereka bertiga datang. Gua bersyukur mereka datang. Azka dan Adnan udah kaya badut yang hibur gua dan Reva punya tugas sendiri untuk tenangin gua kalau-kalau hati gua mendadak gak tenang.

Satu orang keluar dari ruang sidang. Kayanya itu kakak tingkat, gua gak yakin. Tapi dia keluar dengan muka yang sangat-sangat sangat cerah. Dia berhasil.

Dan ini giliran gua.

Beberapa dosen udah berjejer lengkap sama pak Alfin sebagai dosen pembimbing gua. Dari mulai masuk ruangan, gua usahain untuk pasang senyum seluwes mungkin. Kalau bukan buat dosen, ya buat nenangin gua sendiri.

Afirmasi positif juga gua lakuin tentunya dalam hati. Kinan bisa.

Selama gua jelasin semua presentasi gua, para dosen sibuk sama hasil laporan gua. Bolak-balikin kertas, nulis sesuatu yang pastinya gua gak tau, sedikit diskusi sama dosen lain dan akhirnya selesai gua presentasi, pandangan mereka semua terarah ke gua. Itu bikin gua lebih gugup lagi.

Masuk sesi ngobrol kalau kata salah satu dosen penguji, perasaan gua mulai sedikit lebih terbiasa. Beberapa pertanyaan alhamdulillah bisa gua jawab dengan baik dan kalau diliat dari ekspresi mereka, kayanya mereka puas. Semoga.

Menghabiskan waktu satu jam gua di ruangan penuh ketegangan ini akhirnya hasil pun keluar.

Semua dosen di depan gua berkespresi sama. Serius dan misterius, seenggaknya itu yang bisa gua baca.

Salah satu dari mereka, dosen yang duduk paling tengah dan paling berhadapan dengan gua akhirnya buka suara. Suara paling merdu yang pernah gua denger di kampus ini. Dan dia menyampaikan hasil yang sesuai sama yang gua pengen.

Gua berhasil! Gua bahagia!

Selepas itu semua, gua normalin lagi perasaan gua sebelum pamit keluar. Tepat satu langkah di depan pintu, dua curut dan Reva berdiri berjejer.

“Gimana bunda? Satu jam kita berdiri di depan sini. Kita juga deg-degan. Kita nguping tapi ga—”

“Gua berhasil,” gua potong ucapan Adnan.

Mereka semua ngefreeze sebelum akhirnya peluk gua.

“Gak salah kita pilih bunda jadi bunda,” celetuk Azka.

Kampus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang