Part 39

2.4K 80 2
                                    

Halooo! Selamat pagii!!

Semalam ada gangguan untuk publish chapter ini jadi tidak bisa dilakukan. Tapi tidak apa. Hari ini ku update dua. Sekarang dan malam nanti.

Btw, gimana kabarnya? Semua baik dan normal, kan? Bahagia, kan? Atau ada yang mungkin mengganjal? Tidak perlu disimpan, tuangkan pada apapun agar semuanya lega. Jika disimpan begitu saja, bisa-bisa nanti meledak tanpa sepengetahuan.

Ini sudah masuk bagian terakhir dari cerita Kinan dan Pak Bara. Akhir bulan ini, cerita KAMPUS sudah rampung sempurna sampai ending. Ah ku masih berharap kamu suka dengan ceritanya.

Emm, kamu, yang lagi baca ini, ada laki-laki, gak? Kalau ada, boleh kirim pesan, ya! Ada yang ingin ku tanya berkaitan cerita ku selanjutnya.

Oke. Selamat membaca! Semoga suka! Happy Sunday y'all!

🐨🐨🐨

Revisi semua selesai. Urusan gua dan kampus 90% tuntas! Gak nyangka gua bisa lewatin semua ini. Kedengeran lebay mungkin, tapi gua ngerasa bebas meskipun untuk sementara.

Kegiatan gua selesai untuk urus administrasi di kampus hari ini. Cukup melelahkan ternyata. Dari pagi gua di kampus dan jam 12 baru beres. Gua bareng Adnan dari tadi.

Mengingat jadwal kita berempat yang sekarang udah gak sama dan susah untuk ketemu, kita biasanya ambil waktu curian. Kaya sekarang. Adnan bareng gua yang emang ada urusan di kampus, Azka yang entah kegiatannya apa tapi dia dari rumah dan Reva yang baru aja balik jalan bareng pak Alfin—kurang bahagia apa lagi tuh orang—kita janjian untuk ketemu di salah satu café. Tepatnya café tempat Clara kerja. Dia yang usulin kita untuk ketemu disana. Btw, kita punya grup chat berenam. Pasti tau siapa aja.

“Gua ke ruang pak Bara dulu, Nan.”

Adnan noleh ke gua. “Tugas mana yang belum masuk, bunda?” tanyanya dengan alis yang naik turun.

“Rumah tangga.”

Anjir. Jauh amat,” katanya. “Mau gua anter?”

Gua ngangguk. “Boleh,” jawab gua.

Kita langsung belok ke arah ruangan pak Bara. Adnan nolak untuk ikut masuk. Dia duduk nunggu di luar ruangan.

Gua masuk setelah ketuk pintu dan ada balasan dari dalam. Pemandangan gua langsung disuguhkan dengan pak Bara yang duduk di kursinya berhadapan dengan meja yang menampung banyak kertas dan satu laptop berhadapan dengan orangnya. Kacamata di batang hidungnya jadi pemandangan kontras yang cukup jarang gua liat.

“Udah selesai?” tanyanya tepat saat gua masuk.

Gua ngangguk. “Ada apa manggil?” tanya gua.

Gua kesini bukan karena keinginan pribadi. Tadi, dia chat gua untuk ke ruangannya sebelum pulang. So here I am.

“Sekarang mau langsung pulang?” tanyanya. Dia ngasih gesture untuk gua duduk berhadapan sama dia.

“Mau main sama curut. Reva juga,” jawab gua. “Ada apa?”

“Pulangnya jam berapa?” tanyanya masih gak jawab pertanyaan gua. “Malem ke rumah, ya.”

Mata gua menyipit. “Ke rumah?” dia ngangguk. “Ke rumah siapa?”

“Orang tua saya.” Jawab pak Bara. “Nanti malem saya jemput. Jam tujuh.”

“Ada apa?” tanya gua. “Saya gak tau pulang jam berapa. Mungkin sampe sore atau maghrib.”

Oh lama? Mainya ke mana?”

“Cuma makan. Mungkin jalan-jalan atau cari tempat lain.” Jawab gua. “Ke rumah bapak mau apa?”

Kampus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang