Part 43

2.4K 84 0
                                    

Hii!

Kabar baik, kah? Di tempatmu sedang hujan juga tidak? Bandung sedang ramai-ramainya diserbu hujan dan petir sesekali juga angin yang cukup memabukan. Ku dengar, banyak wilayah juga sedang terkena musibah. Semoga semua cepat membaik dan kembali seperti semula, ya.

Gimana seminggu ini? Sudah menerima kabar baik sebanyak apa? Tidak perlu yang besar. Menikmati mie instan dengan tenang juga salah satu kabar menyenangkan, kan. Kalau sama sekali tidak ada, mungkin perlu berdiam diri sejenak agar tidak terlalu kewalahan dengan apapun yang melelahkan.

Oke. Kali ini pembahasan Pak Bara dan Kinan terdengar sedikit—sedikit lebih—serius dari biasanya. Jangan lupa baca sampai akhir, ya! Selamat membaca!

🐨🐨🐨

Another day, another big day!

Hari ini, hari wisuda gua. Entah kenapa, deg-degan rasanya. Gua belum tau IPK gua berapa dan mungkin itu yang bikin gua deg-degan.

Seperti orang-orang yang wisuda lainnya, hari ini gua pake pakaian yang semestinya. Kebaya.

Rok batik cokelat gelap tanpa slit dipadu sama kebaya hitam yang panjangnya setengah betis dengan model wrapround di bagian bawah. Sepanjang lengkungannya, dikasih aksen pearl dan belt motif kupu-kupu. Untuk kerudung, gua gak pake model yang ribet. Cuma pashmina yang dibuat clean.

Jangan berharap ada makeup berlebih. Yang gua pikirin, minimal keliatan hidup aja kalau difoto. Lagian, acaranya di kampus dan pasti bakal gerah banget. Sayang makeup kalau ilang gitu aja karena keringetan.

Pihak kampus gak memperkenankan bawa orang lain selain orang tua atau wali ke tempat wisuda. Kalaupun bisa ke kampus, paling tunggu di luar gedung acara. Jadi, gua minta abang, kak Shanin sama adik untuk gak ikut dan janjian di studio foto aja.

Berbahagilah kami semua karena gua, dua curut dan Reva berhasil untuk wisuda bareng. Keluh kesah kita seputar perkuliahan selama 4 tahun ini akhirnya bisa terbayarkan—dalam satu hari, hari wisuda.

Acara udah mulai sekitar 20 menit yang lalu. Dugaan gua bener. Gedung sebesar ini bahkan udah penuh sama manusia. AC tanam dan puluhan kipas tambahan cuma ngaruh sedikit untuk kualitas udara.

Berbagai sambutan dan penuturan para petinggi kampus udah mulai terlewati. Sisa acara penyebutan mahasiswa lengkap dengan IPK-nya.

Ah satu hal menarik juga tadi. Pak Bara dan satu dosen dari fakultas sebelah pamit dari kampus. Dan entah takdir atau gimana, dua-duanya dosen favorite dari fakultas masing-masing. Hal itu tentu sempet bikin kehebohan. Entah kenapa juga perlu ada acara pamit, dosen-dosen yang sebelumnya pindah pun gak ada acara kaya gini setau gua.

“Kalau IPK kakak kurang memuaskan, jangan coret dari KK, ya.” Gua bisik ke ayah yang duduk tepat di samping gua. Posisinya, gua, ayah, ibu. Di sisi gua satunya ada Reva yang langsung sebelahan sama keluargnya.

“Gak bakal.” Jawab Ayah. “Paling akta kelahiran kakak ayah gadai,”

Gua ketawa. “Pegadaian udah nyerah.”

Ayah ikut ketawa dan bikin ibu bingung.

Ayah sama ibu bukan tipe penuntut—gua udah pernah bilang itu. Ya meskipun gitu, kalau yang gua dapet ternyata jauh dari yang gua perkirakan, rasanya kaya aiih gagal nih gua, ayah ibu pasti kecewa.

Gak lama, ada orang yang kasih tau gua dan wisudawan di jajaran gua untuk berdiri dan baris sesuai nomor. Gua pamit dan jalan bareng Reva. Dua curut ada satu jajar di belakang kita.

Kampus [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang