Pagi ini, Mayang sudah merasa lebih bugar dari hari-hari kemarin. Kandungannya yang masih muda membuat perempuan cantik ini masih bisa leluasa membohongi Indra.
Ia tidak maksud merahasiakan kehamilan ini. Ia belum melihat cinta di mata suaminya. Jika Indra tahu di perut istrinya ada kehidupan, Mayang takut kalau kebaikan Indra hanya karena anaknya.
Dengan mengenakan gaun kasual yang membuat keanggunan wanita hamil ini meningkat berkali lipat dan siap untuk pergi check up kandungan.
"Maafkan Mama, Nak. Mama nggak akan ninggalin kamu, apapun yang akan terjadi. Kamu juga, ya! Jangan tinggalin Mama, meski mungkin nanti Papa memberikan kemewahan untukmu dan menuntutmu untuk menjauhi Mama."
"May, boleh aku masuk?" tanya Indra disertai ketukan pintu.
Mayang dengan cepat mengusap air matanya. "Iya."
"Kamu nangis?"
Mayang menggeleng.
"Sudah jelas-jelas kamu habis nangis. Tidak mau cerita?"
"Saya tidak apa-apa. Lagian, ini juga bukan urusan Mas Indra."
Indra mengirup napas kasar, kemudian membuangnya. "Kamu masih mempermasalahkan kalimat itu?"
"Bukan mempermasalahkan. Hanya mengingat saja. Takut nanti kalau saya lupa. Oh, iya ... Ada apa Mas ke sini?"
Indra duduk di pinggir ranjang Mayang. "Apa harus pakai alasan terlebih dahulu untuk masuk salah satu kamar di rumah saya sendiri?"
"Oh, maaf saya lupa. Ini kan rumah Anda. Saya mau pergi dulu. Assalamualaikum."
"Kamu mau ke mana, May?"
"Terserah saya. Toh urusan saya sama sekali bukan menjadi urusan Anda."
"Saya antar. Biar sekalian Michael ikut jalan-jalan."
"Terima kasih, tapi tidak perlu."
Mayang melenggang dengan tubuh rampingnya. Persetan dengan Indra yang sedikit mulai perhatian.
"May ... Mayang!"
Indra meremas rambutnya kasar. Sama sekali tidak menyangka jika perempuan selembut mayang bisa begitu keras kepala melebihi dirinya.
***
"Bagaimana kabar Mayang?"
"Dia baik."
"Kamu mulai mencintainya?"
Indra mendengus. Tidak perlu otak jenius untuk mengartikan petanyaan Lastri, ibu mertuany.
"Apa putri Mama sudah tergantikan oleh pesona guru TK itu?"
"Ma?! Mayang istriku, Ma."
"Kamu pikir Intan sudah bukan istrimu? Oh, pantas saja sebulan ini Mama tidak melihat bunga di tempat intan. Ternyata kamu lebih asyik dengan mainan barumu itu."
"Tolong jaga sikap Mama. Aku nikah dengan Mayang juga nggak lebih dari paksaan Mama dan Michael. Kenapa sekarang Mama jadi seperti ini?"
Lastri berdiri di depan menantunya. Ia tidak terima anaknya diduakan. "Mama menyuruhmu menikahi dia hanya agar Michael tidak kehilangan sosok ibu."
"Tapi Mama lupa kalau aku laki-laki normal?"
"Tidak. Mama tahu hasrat biologismu. Mama juga tidak melarangmu jajan di luar dan mengencani banyak wanita, asal kamu sendiri tahu batas amannya. Makanya Mama beri kamu benda itu, tapi kenapa kamu malah tidak memakainya?
"Karena di mata Tuhan Mayang adalah istri sahku. Aku berhak memberi nafkah lahir batin secara layak padanya."
"Lalu Intan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Istri Siri
General FictionMayang, seorang guru TK yang hatinya sudah menyatu dengan anak didiknya, Michael. "Miss Mayang, Miss mau, kan, jadi mamaku? Menikahlah dengan Papa, Mis!" Tanpa anak itu minta pun, Mayang sudah menganggap Michael sebagai anaknya. Hanya saja, jika unt...