Bagian 2

3.5K 229 3
                                    

Vote and comment selalu kutunggu

💓💓💓

==========

Ini sudah menginjak hari ke tujuh dari peristiwa Michael meminta Mayang untuk menjadi ibunya. Rasa akrab yang biasanya mereka bangun, kini berubah menjadi canggung.

Bukan Mic yang merasakan, melainkan Mayang. Pasalnya, ketika Mic melamar Mayang untuk papanya, ketika itu Indra sudah datang menjemput dan berada tepat di belakang anaknya.

"Ayo kita pulang, Mic."

"Papa ... mau, kan, Papa menik ---"

Indra memotong kalimat Michael sebelum selesai berbicara. "Mic, Papa sudah ditunggu client. Kita bahas besok saja."

Lelaki bertubuh kekar berisi itu pun menggiring putranya berjalan.

Namun sebelum jauh, ia berkata pada Mayang, "Jangan dengarkan omongan Michael. Dia hanya anak kecil, dan jangan juga bermimpi untuk menjadi ibunya."

Kalimat itulah yang mengganggu hari-hari Mayang dalam waktu satu minggu ini. Ia memang mengangumi Indra, bahkan tanpa dipungkiri, Mayang pun terpesona dengan kharisma ayah dari anak didiknya tersebut.

Tapi jika untuk menikah dan menjadi bagian dari keluarga Erlangga, hal itu sama sekali belum ada di angan-angan Mayang.

"Mis Mayang," sapa manja Michael. Membuat jiwa Mayang kembali setelah berkelana entah ke mana.

"Iya, Mic?"

"Mic sudah selesai menggambarnya."

Disodorkannya kertas yang ia bawa untuk Mayang. Terang saja, Mayang sungguh bahagia melihat perkembangan Michael. Rasanya seperti telah berhasil menggeser gunung dari tempatnya.

Baru pertama kali ini Mic mampu mengerjakan apa yang gurunya suruh. Terlepas apa yang ia gambar, baik atau jeleknya gambar tersebut, itu sama sekali tidak masalah.

"Waaah, bagus sekali."

"Ini Papa. Ini Mic, dan ini Mama."

Mic mengeja satu persatu gambar tersebut untuk mengenalkannya pada Mayang.

Kalau sudah ada Mama, kenapa kamu kemarin minta Mis Mayang untuk menikah dengan Papamu, Mic?!

Mayang pun tersenyum melihat potret keluarga bahagia di coretan Michael. Ada rasa nyeri sendiri di hatinya. Sedih dan bahagia larut menjadi satu.

"Coba, Mic, kasih tulisan nama masing-masing di bawahnya. Bisa, kan?"

"Siap, Mis."

"Oke. Sekarang kamu kembali dan kumpulkan lagi setelah selesai menambahkan nama di bawah masing-masing gambar."

Michael pun kembali ke tempatnya. Terlihat ia begitu serius menulis. Mayang tidak yakin, apakah ia bisa menulis atau tidak.

Pendidikan anak usia dini tidak menganjurkan peserta didiknya untuk diajari calistung. Itulah sebabnya TK. Mentari tidak begitu getol menggembleng anak-anak untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung.

Namun, bukan berarti menghilangkan penuh pelajaran tersebut. Calistung masih diajarkan, tapi tetap dengan metode anak TK, yaitu bermain sambil belajar.

"Luluh juga, ya, si Mic sama kamu," ucap Andini, rekan sejawat Mayang.

"Apaan, sih?"

"Beneran, lho. Aku pikir dia sama sekali nggak tersentuh."

"Ssstt ... udah. Jangan ngerumpi. Masih di kelas."

Hanya Istri SiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang