Di depan gundukan tanah yang masih basah Mayang tersedu tanpa bisa menghalau air matanya, dan sang ayah yang ada di sampingnya hanya mengusap bahu anaknya untuk memberi kekuatan.
Peristiwa itu pun tak luput dari pandangan seseorang, William Erlangga. orang itu sedang melihat menantunya menangis tersedu karena kehilangan ibu kandung yang disebabkan oleh kebodohan adik dan anaknya.
***
Di Kediaman Iwan"Masuklah nak."
Mereka pun masuk lalu duduk di sofa sambil saling memberi kekuatan. Pastinya mereka sudah membersihkan terlebih dahulu kaki dan bajunya setelah pulang dari makam Aisyah, ibunya Mayang
"Kamu ke mana saja selama ini, May?"
"Aku hanya ingin menenangkan diri, Ayah. Aku nggak tahu --- Aku nggak tahu kalau semuanya akan terjadi seperti ini. Aku kehilangan ibuku dan itu semua karena Mas Indra."
"Kenapa waktu itu kamu tidak pulang ke rumah? ayah ibumu adalah rumah buat kamu. Sekalipun kamu diusir sama Indra, kami akan tetap menerimamu, Nak. Sampai kapanpun, kamu adalah anak kami."
Mayang hanya menangis tanpa menjawab. Ia tidak tahu harus berbuat apa.
Ia hanya berpikir bagaimana dulu ketika tengah hancur akibat ulah Indra, lalu dia pulang dengan wajah yang sangat hancur dengan hati yang sangat hancur, bagaimana perasaan ayah dan ibunya nanti?
Itulah yang membuat dia tidak ingin untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia memilih untuk mendapat hukuman ini sendirian.
Yang tidak ia tahu adalah akibat keputusannya, ia kehilangan ibu yang sangat ia cintai.
Beberapa menit berlalu ketukan pintu membuyarkan tangisan mereka. Mayang membukanya dan tampak body William tegap di depan pintu tersebut.
Mayang segera menutup kembali pintu itu tapi dicegah oleh William akhirnya William pun masuk.
"Saya hanya ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja."
"Tenang, Pak. Semuanya baik-baik saja, termasuk dengan janin yang sangat Anda khawatirkan.
"Aku sama sekali tidak mengkhawatirkan janin itu. Yang aku khawatirkan adalah kamu, Mayang! Kamu anakku. Ada atau tidak adanya janin itu di dalam perut kamu, kamu tetap anakku."
"Anak Anda bukan saya, Pak. Anak Anda Anda di rumah sedang bersenang-senang bersama keluarga yang utuh bersama istrinya bersama anaknya sama mertua yang sangat luar biasa."
"Kamu boleh marah sama mereka, Mayang Tapi tolong jangan benci Papa. Orang tua renta ini hanya ingin me melihat kamu bahagia."
'Kalau Anda ingin membuat saya bahagia, silakan pergi dari rumah ini. Saya tidak butuh kehadiran Anda."
"Tapi aku butuh untuk memastikan kesehatan kamu!"
Iwan hanya diam tanpa memihak salah satu. Baginya perdebatan ini adalah murni masalah keluarga, bukan urusannya.
"Tidak, Pak. Saya bukan siapa-siapa Anda. Anak Anda ada di rumah, cucu Anda ada di rumah besarnya menantu sekaligus keponakan Anda juga ada di rumah. Adik Andapun ada di rumah sana dan saya bukan siapa-siapa Anda, jadi saya mohon Anda pergi sekarang juga."
"Mayang tolong jangan siksa Papa. Aku hanya ingin melihat kamu bahagia bersama anak-anak kamu. Papa tidak akan mencampuri urusan kalian tapi tolong buat lelaki tua ini tenang dengan mengetahui keadaan kamu. Izinkan aku tahu keadaan kamu aku berjanji tidak akan bilang sama siapapun termasuk Indra keparat itu."
William bergeser dan beralih kepada Iwan. Ia menautkan kedua tangannya seraya berkata, "Saya turut berduka cita atas meninggalnya istri Anda, dan saya mohon maaf beribu maaf karena semua ini adalah dari adik saya. Saya tahu permohonan maaf saya bukan berarti apa-apa buat Anda, tapi sungguh saya sangat menyesal."
Iwan diam tanpa menyahuti William. rupanya ia tengah jengah dengan drama keluarga ini.
"Tolong, Pak. Sekarang Anda pergi. Saya mau istirahat. Saya tidak ingin ada orang yang mengganggu waktu istirahat saya. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap Anda, saya mohon ada pergi dari rumah ini."
"Mayang, Maafkan saya." Willian yang masih ingin meyakinkan Mayang tidak ingin pergi begitu saja.
"Tolong pergi, Pak. Hanya dengan Bapak Pergilah saya bisa memaafkan Anda."
Sungguh, Willian tidak punya cara lagi untuk membujuk menantunya. "Setelah ini kamu mau ke mana?"
"Mohon maaf. Bukan urusan Bapak."
"Aku mertua sekaligus ayahmu, Mayang!"
"Saya tahu tidak ada mantan mertua atau mantan menantu. Yang saya tahu, tidak ada mertua, bahkan ayah yang diam saja melihat melihat menantu perempuannya diinjak-injak harha dirinya di depan matanya."
Perih. Entah hati atau matanya yang perih. Yang jelas lelaki tua ini menitikan air matanya.
"Pergi!"
"Mayang."
"PERGI!!!"
Dada Mayang sudah bergerak tak beraturan, menandakan betul-betul menyimpan emosi yang besar.
William pun pergi dengan rasa kecewa. Ekspektasinya jauh dari realita. Ia beranggapan mampu membawa Mayang pulang, meski harus merahasiakannya pada Indra.
Ternyata menerima maafnya pun Mayang enggan. Oke. Ia tahu ini bukanlah saat yang tepat. Ia akan kembali lagi ke sini setelah semuanya mereda.
***
"Mama sudah membunuh anakku. Mama sudah membuat Mayang diusir oleh Mas Indra. Sekarang Mama kembali berulah. Ibunya Mayang meninggal pun gara-gara Mama."
"Wanita itu meninggal ya memang umurnya sudah habis, Intan."
"Mama!!!"
Intan tak habis pikir. Ternyata ibu kandungnya sekeji ini. Jika ia memberontak, tidak durhakan 'kan dia?
"Kamu sepertinya ketakutan dengan sumpah serapah orang tua miskin itu. Buka matamu. Michael sehat-sehat saja. Malah wanita itu yang mati duluan."
"Ma!!!"
Kamu tenang, Nak. Semuanya akan baik-baik saja."
Tak lama, Indra turun dengan wajah yang menyedihkan.
"Kalau sampai ada apa-apa dengan Michael, jangan salahkan saya jika nyawa mama melayang di tangan saya."
"Mas Indra?!"
Mata itu menyiratkan keseriusan yang dalam. Siapapun yang melihatnya, pasti langsung takut luar dalam, termasuk Lastri dan Intan.
"I-Indra? K-kamu?"
"Rumah Mama tidak di sini. Sekarang silakan pulang. Kami sudah sama-sama dewasa dan berumah tangga. Tidak usah mama mencampuri urusa kami."
Lastri yang jelas ketakutan langsung pergi meninggalkan mereka.
"Bawa semua barang-barang Mama. Pastikan jangan ada yang ketinggalan."
"I-iya."
Lastri mencari seluruh barangnya untuk dibawa, termasuk yang ada di kamar Mic. Waktu ia membuka kamar cucunya, alangkah terkejutnya ia.
Michael tergeletak di lantai dengan badan kejang-kejang.
"Mic???? INTAAAN .... INDRAAA ....!!!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Istri Siri
قصص عامةMayang, seorang guru TK yang hatinya sudah menyatu dengan anak didiknya, Michael. "Miss Mayang, Miss mau, kan, jadi mamaku? Menikahlah dengan Papa, Mis!" Tanpa anak itu minta pun, Mayang sudah menganggap Michael sebagai anaknya. Hanya saja, jika unt...