Bagian 5

2.8K 154 28
                                    

Tiga puluh menit Indra masih dalam posisi yang sama, melihat foto Intan dengan penuh sendu.

"Michael minta mama baru. Orangnya cantik, tapi sayang, moralnya nol.
Sangat murahan."

Ia mengajak bicara foto tersebut, seakan lawan bicaranya memang benar-benar manusia.

"Nggak ada yang bisa menggantikanmu, Intan. Kupastikan dia hanya akan mendapatkan haknya sebagai babysitter, bukan sebagai Ny. Indra."

Orang seperti Mayang tidak akan punya cinta, melainkan hanya nafsu belaka. Ia tak lagi takut keputusannya akan menghancurkan Mayang.

Begitulah pemikiran Indra. Kemarin ia menolak untuk menikahi Mayang dengan alasan jika perempuan itu pasti punya kehidupan cinta sendiri.

Namun, saat dengan mudah Mayang menyerahkan bibirnya untuk dilumat habis Indra, penilaiannya kini berubah. Meski tidak dapat dipungkiri, Indra juga sangat menikmati permainan kecilnya kemarin.

Berbeda dengan Indra yang memandang rendah guru dari anaknya tersebut, Mayang justru merasa hatinya melambung tinggi.

Cintanya seolah terbalas. Entah karena kepintaran Indra memainkan semuanya, atau memang karena Mayang yang terlalu mudah terbawa perasaan.

Di depan meja rias ia duduk sekarang. Dipandanginya wajah diri, masih terlihat merah merona. Mayang memegang bibir yang kemarin sempat bersilaturrahim dengan bibir Indra, sensasinya masih begitu terasa.

Meski rasa bahagia begitu mendominasi, ada sedikit rasa penyesalan di hati Mayang. Ia merasa tidak bisa mempertahankan harga dirinya.

"Bodoh sekali kamu, Mayang! Kamu kan bukan perempuan kesepian yang haus kasih sayang."

Ia berbicara sendiri di depan cermin. Jika sudah begini, mau ditaruh mana mukanya saat bertemu Indra nanti?

[Nanti siang ada waktu?]

Satu notifikasi masuk, tertera foto Indra dan Michael di foto profil akun whatsapp tersebut.

[Iya pak. kebetulan saya belum masuk sekolah] √√

[Berarti masih sakit?]

[Sudah mendingan] √√

[Jangan ke mana-mana. Nanti saya ke sana.]

***

Nirmala Cafe. Di sinilah Indra dan Mayang berada.

"Kamu masih pucat." Indra mencoba memecah suasana hening yang mereka ciptakan sendiri.

Meski kafe ini terlihat ramai, akan tetapi kesunyian di antara mereka masih begitu terasa.

"Hanya perlu istirahat saja, Pak."

"Saya boleh tahu kamu sakit apa?" tanya Indra.

Mayang tersenyum sambil menjawab, "Cuma kelelahan, tidak sakit apa-apa."

"Kamu yakin?"

Pertanyaan tersebut dijawab dengan satu anggukan oleh Mayang.

Indra meminum sedikit kopi dalam cangkirnya sambil menikmati siang di kota Bandung yang begitu cerah.

"Maaf, Pak. Ada apa Bapak mengajak saya ke mari? Apa ada masalah dengan Michael?"

"Ya."

Mayang langsung menegang. Meski Mic cuma anak didiknya, entah kenapa ia begitu peduli dengan anak tersebut.

"Ada apa dengan Michael?" tanya Mayang panik.

"Minta mama baru."

Lansung Mayang membuang napas kasar.

Hanya Istri SiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang