"Mayang di mana, Mas?"
Sudah tiga hari, tapi sepertinya Intan belum juga bosan dengan pertanyaan yang sama, keberadaan Mayang.
Ia telanjur nyaman dengan madunya. Meski rasa cemburu itu ada, tapi tetap baginya, Mayang adalah saudara dan sahabat yang bisa membuat Intan nyaman untuk bercerita tentang semuanya.
"Tolong, Intan. Beri aku pertanyaan yang lain. Jangan sebut-sebut nama dia lagi. Please ...."
"Tapi kenapa? Sebelumnya mas baik-baik aja kan, sama Mayang. Bahkan Mas semoat tidur di tempat Mayang sama Michael. Terus sekarang kenapa?"
Indra memijat kepalanya yang mungkin saja hampir pecah. "Yang dulu, biarlah menjadi dulu. Yang sekarang, fokus kamu cuma aku dan Mic. Tidak ada Mayang di sini."
Intan masih belum juga mengerti, ada apa ini sebenarnya.
"Kalau nggak ada yang mau cerita, okey! Aku mau ke rumah Miss Tika untuk menanyakan apa yang sudah terjadi."
"TIDAK PERLU!!!"
"Kenapa?"
"Karena Mayang, aku hampir kehilangan kamu."
Intan mundur selangkah. "M-maksudnya?"
"Dia yang udah ngeracunin kamu sampai kita harus kehilangan calon bayi kita. Dan sampai kamu kehilangan rahim kamu."
"Apa? Nggak mungkin."
"Itu yang terjadi."
"Nggak mungkin, Mas. Meski belum seberapa lama, aku udah bisa mengenal hati Mayang. Dia nggak mungkin melakukan itu."
"Dengerin aku. Waktu itu Mic jatuh, dan Mayang langsung lari menolongnya. Mic anakku, Mas. Kalau dia mau, dia bisa saja membiarkan Mic terjatuh. Kalau dia mau, dia bisa membawa dan meracuni pikiran Mic agar membenciku. Tapi Mayang nggak pernah ngelakuin itu."
"Kamu tidak mengerti, Intan. Rasa cemburu wanita, bisa membuat wanita gelap mata."
"Kalau dia cemburu, pas aku datang ke sini pertama kali setelah comma, pasti dia langsung memperkenalkan diri istri barumu, biar aku shock dan mati.
Tapi apa yang ia lakukan? Dia memposisikan diri sebagai Miss Mayang. Dia langsung pamit. Dia benar-benar menjaga perasaanku. Sedangkan perasaan dia, dia abaikan begitu saja. Bahkan Mas Indra pun tidak ada inisiatif untuk sekadar mengejar atau menenangkan Mayang.
Jujur, kalau aku jadi Mayang, aku udah nggak sanggup dan bakal bunuh diri seketika itu juga."
Napas Indra kembali tak beraturan. Ada rasa sakit di dadanya.
"Kamu serius, ketika sebelum tak sadarkan diri, Mayang nggak ada sama kamu?"
Imtan mengangguk. "Waktu itu Mayang mau bikin susu. Aku minta dia sekalian buat bikin. Pas dia datang bawa 2 mug, ada suara Mic jatuh. Mayang langsung lari. Aku meminum mug putih yang ada di nampan."
"Mug putih? Bukannya kamu selalu minum pakai mug kunin?"
"Isi mug kuning udah diminum sedikit sama Mayang. Bukan aku nggak mau bekas Mayang, tapi itu, kan, bukan susu hamil. Berarti memang Mayang belum tahu kalau mug kuning itu mug favoritku. Jadi aku minum itu susu hamil mug putih yang dibuat Mayang."
Indra mencoba mencerna perkataan Intan.
"Ada siapa saja di rumah waktu itu?"
"Cuma kami bertiga."
"Yakin, cuma kalian bertiga?"
"Sama ... Ma Ma."
Keduanya saling menatap tajam, seolah ada yang mereka temukan bersamaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Istri Siri
Ficção GeralMayang, seorang guru TK yang hatinya sudah menyatu dengan anak didiknya, Michael. "Miss Mayang, Miss mau, kan, jadi mamaku? Menikahlah dengan Papa, Mis!" Tanpa anak itu minta pun, Mayang sudah menganggap Michael sebagai anaknya. Hanya saja, jika unt...