Bagian 6

2.6K 178 11
                                        

Di kamar mandi, Mayang ragu untuk keluar. Pasalnya perempuan itu lupa membawa pakaian ganti ke dalam.

Memang, sudah menjadi kebiasaan Mayang yang hanya membawa handuk tanpa baju ganti ke kamar mandi, dan inilah akibat dari kebiasaan buruknya.

Ia ragu jika keluar hanya memakai handuk. Apalagi ini adalah kamar Indra. Ia sama sekali belum pernah mempertontonkan tubuhnya, meski dengan mantan pacarnya dulu.

"Miss, kamu tidak apa-apa, kan, di dalam?" tanya Indra yang rupanya sudah ada di kamar.

"I-iya, Pak. Tapi ...."

"Ada masalah apa?"

"Keluarlah. Saya tidak akan berbuat kurang ajar padamu."

Mayang pun keluar dengan memakai handuk. Untung saja handuk yang ia kenakan tergolong panjang dan bisa menutupi sampai lutut Mayang.

Diraihnya piyama tidur Mayang dengan cepat dan segera kembali ke kamar mandi. Namun, sebelum ia sampai, Indra sudah duluan menyapanya.

"Ganti baju saja di sini. Tidak usah pura-pura malu seperti itu."

"Pura-pura malu? Maksud Pak Indra?"

"Sudah biasa, kan, kamu seperti ini?"

Mayang menatap suaminya tak percaya. "Apa?"

"Tidak usah sok menjadi perempuan berharga diri tinggi jika mempertahankan bibir saja tidak bisa!"

Jantung Mayang seakan dipompa secara brutal. Baru kali ini ia benar-benar merasa direndahkan. Dan yang lebih parahnya, si pelaku adalah suaminya sendiri.

Mayang tahu jika Indra memang dinging, tapi ia tidak mengira jika mulut si dingin ini ternyata sungguh pedas.

"Bukankah waktu itu Pak Indra yang memulai? Kenapa sekarang hal itu menjadi tolok ukur harga diri saya di depan Anda?"

"Tidak usah mencari pembenaran. Rendahan tetap saja rendahan. Kamu tidak sekelas dengan Intan."

"TAPI SAYA BUKAN INTAN!" teriak Mayang.

Mungkin ini yang dinamakan habis kesabaran. Meski ia hanya istri siri, tapi Mayang tetaplah wanita yang kodratnya tidak akan bisa terima jika dibanding-bandingkan.

"Pelankan suaramu. Kamu bukan nyonya di rumah ini."

Selesai mengucapkan itu, Indra langsung keluar kamar dan menutup pintu tanpa mempedulikan perasaan sang istri.

Tubuh Mayang membeku. Hatinya serasa dicabik-cabik. Genangan air yang berusaha ia simpan di pelupuk mata pun jatuh terurai.

Ia menyadari kesalahannya. Kenapa ia begitu mudah terpancing dengan rayuan sesaat Indra? Kenapa ia begitu bodoh membiarkan hatinya luka demi menyenangkan hati anak didiknya?

Isak tangis di kamar pengantin pun tak kuasa tertahan. Tak ada yang bisa menghentikan tangisnya, hingga ia pun lelah dan terlelap. Sementara Indra ... ia membelah gelap kota Bandung dengan mobilnya. Entah ke mana roda tersebut akan berhenti.

***

"Intan, maaf. Percayalah ini bukan mauku. Perempuan murahan itu tidak akan pernah bisa menggantikan posisimu."

"Intan, aku sudah memberi pelajaran pertama buat dia. Kamu tidak usah menghawatirkan apapun. Aku jamin, aku bisa menjaga kesetiaanku," ucapnya lagi. Kemudian ia pergi tanpa lupa meletakkan buket bunga di tempat yang semestinya.

"Aku pamit, bukan pulang ke rumah. Sama sekali aku tidak punya keinginan untuk menidurinya."

Itulah kata terakhir malam ini yang ia ucapkan untuk Intan sebelum ia pergi mencari hotel untuk bermalam.

Hanya Istri SiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang