Jangan Lupa Vote and Comment
❤❤❤
======
Intan yang masih lemas terbaring di ranjang, sedangkan Indra memegang mantap jemarin istrinya. Lasti, perempuan itu terlihat begitu bahagia.
"Jadi, Mic mau punya adek, Pa?"
Indra mengangguk mantap sambil tersenyum. Mayang yang melihat semuanya dari pintu, tidak tahu harus berbuat apa.
Haruskah ia senang, karena akhirnya keinginan Michael mau punya adek akan segera terwujud?
Ataukah ia harus sedih karena sudah barang tentu anak yang ada di kandungannya pasti akan kalah kasih sayang Indra?
Ia sungguh tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Mayang, sini, dong." Intan memanggil madunya dengan lemah lembut. Kasih Intan pada Mayang memang tulus, meski tidak bisa dipungkiri kadang ada rasa cemburu menyelinap di hati.
Dengan langkah ragu, Mayang pun mendekat.
"Di sini. Di perut ini, ada anak kita, May. Anakku, anakmu, dan anak Mas Indra. Kamu mau, kan, memberikan kasih sayang pada anak ini seperti kamu menyayangi Michael?"
Lalu, apakah Bu Intan mau memberikan kasih sayangmu pada anak yang ada di dalam kandunganku seperti ibu mencintai Mic dan janin itu?
"Tentu, Bu."
"Makasih, May."
"Tentu, saya akan mencintai bayi yang ada di rahim ibu, ketika nanti dia menjadi anak didik saya. Itu pun kalau Anda menyekolahkannya di TK yang sama dengan tempat kerja saya."
"May? Maksud kamu apa?" Giliran Indra yang bertanya.
Ia memandang wajah Mayang. Pipi itu masih memerah akibat tamparannya tadi. Ia jadi merasa benar-benar bersalah.
"Tidak ada yang berubah. Saya tetap akan pergi dari sini."
Indra beranjak dari ranjang dan menggandeng Mayang. Mereka butuh waktu untuk berbicara empat mata.
"Tolonglah, May. Intan ikhlas menerimamu. Belum juga dengan Mic. Ia pasti nggak setuju kalau kamu pergi."
"Bu Intan sudah cukup sehat dan bahagia. Apalagi Mic, kasih sayang kalian sudah lengkap. Sudah lebih dari cukup. Apalagi sebentar lagi akan ada bayi mungil yang akan lebih membahagiakan kalian," ucap Mayang sambil memegang perutnya. Sayang, Indra tidak pernah peka akan hal itu.
"Jadi, tidak ada gunanya lagi saya di sini," imbuhnya.
"Lalu aku? Aku butuh kamu, Mayang!"
"Buat apa? Buat menyalurkan emosi Anda? Saya masih sangat mencintai diri saya sendiri, Pak. Tolong jawab, berapa kali tangan kekar Pak Indra menampar wajah dan menyiksa tubuh saya?"
Indra tidak mampu menjawab. Serasa pasukan oksigen tiba-tiba menghilang dan tidak bisa masuk ke saluran pernapasannya.
"Berapa, Pak? Sudah Anda hitung?" tanya Mayang dengan suara parau. Ingin ia menangis, tapi dirinya tidak mau terlihat lemah di depan siapapun.
"Maaf."
"Bapak tidak tahu kan bagaimana sakitnya ditampar pipi kanan kiri? Bapak tidak tahu kan bagaimana rasanya lengan saya Pak Indra untir paksa? Apa Bapak tau rasanya jidat dibentur ke tembok? Apa Pak Indra tahu bagaimana sakitnya tubuh saya dihantam memakai sabuk celana Anda? Bapak tahu bagaimana rasanya?"
"Maaf, May." Indra tak mampu menyembunyikan air matanya. "Maaf. Aku janji itu semua tidak akan terjadi lagi."
"Benarkah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Istri Siri
General FictionMayang, seorang guru TK yang hatinya sudah menyatu dengan anak didiknya, Michael. "Miss Mayang, Miss mau, kan, jadi mamaku? Menikahlah dengan Papa, Mis!" Tanpa anak itu minta pun, Mayang sudah menganggap Michael sebagai anaknya. Hanya saja, jika unt...