Chapter 9

144 45 9
                                    

Selamat Maalaaammmm !!!

Semoga semuanya masih bersemangat mengikuti cerita ini ... hehehe

Baiklah, mari kita lanjutkan...:)

Chapter 9

Byron berlari ke kamar dan mendapati tubuh Ben mengejang tak sadarkan diri. Tubuhnya panas tinggi, dan keringat membasahi wajah dan tubuhnya.

"Ambilkan sendok untuk menahan lidahnya agar tidak tergigit. Tristan kau pegang badannya!"

Mendengar instruksi kakaknya, Tristan langsung memposisikan diri mendekap tubuh Ben untuk menahan kejangnya.

Sementara perawat menyelipkan sendok di antara giginya dan membasahi wajah juga leher Ben dengan lap lembab, Byron meracik obat penurun panas yang lebih kuat.

Tristan terus mendekap tubuh Ben yang mengejang tak sadarkan diri. Kedua mata Ben ke atas hampir putih semua, Tristan ngeri melihatnya. Tapi melihat Byron tidak menampakkan wajah panik yang berlebihan, hanya bergerak cepat, ia mengartikan hal ini biasa terjadi pada orang yang sedang demam tinggi.

"Tolong buka mulutnya, ini harus masuk cepat...," instruksi Byron lainnya, dengan siap semangkuk kecil berisi obat yang telah ia racik dan diseduh dengan air.

Tristan berusaha membuka celah mulut Ben yang terhalang sendok. Begitu celah itu terbuka cukup untuk sendok masuk, Byron langsung mendorong masuk cairan obat itu masuk ke dalam tenggorokan Ben dan tinggal berharap obat cepat bereaksi.

Sesaat Ben masih mengejang di pelukan Tristan, namun perlahan kejang mereda dan akhirnya berhenti diiriingi engahan napas kelelahan Ben yang berat. Tristan prihatin melihatnya. Dikembalikan Ben ke bantalnya begitu dirasa kejangnya berhenti sama sekali.

Mungkin kejangnya telah berhenti, tapi kini berganti dengan gerak gelisah dan kini disertai rintihan tanpa menunjukkan kesadarannya. Tubuhnya masih panas tinggi dan keringat masih membasahi tubuhnya. Gerak tubuh Ben cukup mencemaskan mereka karena takut menggesek-gesekkan luka di punggungnya.

"Ssshhhhh... tenang..., Ben... tenang, kau aman sekarang..., tidak ada yang menyakitimu lagi...," Tristan mencoba menenangkannya dengan mengusap wajah dan leher Ben dengan lap lembap untuk menyejukkannya.

Tidak ada reaksi, Ben tetap bergerak gelisah.

"Ma..rieee...," rintih Ben mengagetkan Byron dan Tristan.

"Shss..., Marie tidak apa, Ben, Marie aman..." Tristan kembali mendekap erat Ben.

"Ma..ri..e..., Ale..xx...? Mar..i..e, Al..e..x!!!" pekiknya tertahan masih tak sadarkan diri.

Tristan melempar pandangan pada kakaknya dengan simpati. Mereka menarik napas dalam-dalam, ini akan menjadi malam panjang, hingga demam Ben turun.

Ben terperangkap dalam demam dan penuh rasa kesakitan. Punggungnya terasa sakit dan seperti terbakar rasanya, tak dapat digerakkan.

Cambuk! Cambuk itu!! Terasa tak berhenti menderanya. Sakit sekali. Dia berjuang untuk mencari celah kehidupan dan keluar dari rasa sakit ini. Tapi tidak ada jalan ia akan keluar dari rasa sakit ini. Ia mencoba melawan. Sekelilingnya sangat gelap, dan rasa sakit itu terasa seperti di neraka. Ia tak dapat bernapas untuk mengatasi rasa sakit itu.

Ben dapat mendengar banyak suara, menenangkan dan mengusap wajahnya menyejukkannya, terkadang memaksanya untuk minum sesuatu. Ia merasakan kelembutan dan perhatian. Suara-suara yang hangat, dan sentuhan yang hati-hati. Mereka tidak menyakitinya, mereka mencoba menyembuhkannya, Tapi ia tak dapat menahannya lagi, ini terlalu sakit!

The Royal Home  - Sequel of The New Home (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang